TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) mengancam akan menghentikan aktivitas produksi di ribuan pabrik jika pemerintah tidak menanggapi tuntutan buruh dalam satu bulan ke depan pasca-aksi unjuk rasa pada hari ini.
Presiden KSPN, Ristadi, menyatakan bahwa aksi mogok produksi secara massal ini akan menjadi langkah lanjutan jika pemerintah tidak merespons secara konkret terhadap sejumlah tuntutan yang telah disampaikan.
“Kalau kemudian pemerintah tidak merespons, apa yang akan dilakukan, kami akan hentikan aktivitas produksi, nah ini baru terpaksa, tapi tidak akan ke situ, kami akan berhenti di pabrik masing-masing, keluar tidak jauh dari area tempat kami bekerja, karena di sini kan biayanya besar,” kata Ristadi kepada awak media, Minggu (1//2025).
Menurutnya, aksi berikutnya tidak lagi dilakukan di pusat kota, melainkan langsung di sekitar area pabrik.
Ia menegaskan koordinasi akan dilakukan dengan pihak pengusaha untuk memastikan mogok produksi massal nanti berjalan sesuai aturan.
“Tapi, keluar dari tempat kerja, kami akan koordinasi dengan pihak pengusaha, kami akan aksi,” tambahnya.
Ristadi menyebut aksi unjuk rasa 1 Juni 2025 diikuti oleh perwakilan sekitar 1.000 perusahaan dari berbagai sektor industri, seperti tekstil, sandang, kulit, elektronik, hingga otomotif. Aksi ini disebut sebagai bentuk "peringatan awal" kepada pemerintah.
“Teman-teman bisa menghitung kalau kurang lebih sekitar 1000 perusahaan, perwakilan 5 atau 10 saja, ini baru perwakilan saja, karena ini kan warning saja untuk pemerintah,” ujarnya.
Para buruh yang tergabung dalam aksi ini berasal dari wilayah Jabodetabek, Banten, Jawa Barat, serta sebagian kecil dari Jawa Tengah. Mereka menyuarakan kekhawatiran atas maraknya impor ilegal dan dampaknya terhadap industri nasional.
Salah satu sorotan utama dalam aksi buruh kali ini adalah keberatan terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Regulasi tersebut dinilai memperbesar peluang masuknya barang impor ke pasar dalam negeri, sekaligus melemahkan industri padat karya.
Buruh menilai Permendag itu berpotensi memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masif karena tekanan terhadap pabrik lokal semakin tinggi.
Berikut lima tuntutan KSPN: