TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kebudayaan RI (Menbud) Fadli Zon menjawab soal kekhawatiran DPP PDIP tentang penulisan sejarah ulang bangsa Indonesia.
PDIP menyatakan, sejatinya pemerintah dalam melakukan penulisan ulang sejarah harus benar-benar berlandaskan fakta sejarah, bukan pada cerita atau his story.
Menjawab hal tersebut, Fadli menyatakan, dalam penulisan sejarah ulang ini, pemerintah menjamin akan mengedepankan apa yang dipesankan ole Presiden pertama RI sekaligus pendiri PDIP Ir. Soekarno atau Bung Karno.
"Saya kira sejak awal juga di DPR saya menyatakan bahwa kita ingin menulis sejarah ini karena sejarah itu penting, justru apa yang disampaikan oleh Bung Karno jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah, melupakan sejarah, itu sangat relevan," kata Fadli saat ditemui awak media di Kawasan Taman Sriwedari, Minggu (1/6/2025).
Menurut Fadli Zon, penulisan ulang sejarah Indonesia saat ini memiliki urgensi. Pasalnya, sudah 26 tahun lamanya pembaruan soal sejarah Indonesia tidak dilakukan.
"Bahkan pemilu yang terakhir yang ditulis dalam sejarah kita itu pemilu tahun 97. Di pemilu 99 di era reformasi itu sama sekali tidak ada. Jadi justru kita harus menulis sejarah itu sebagai bagian bagi memori kolektif bangsa," ujar dia.
Tak cukup di situ, dirinya juga merespons soal permintaan dari PDIP agar pembahasan penulisan ulang sejarah itu harus terbuka.
Kata Fadli Zon, pemerintah akan menjamin soal pelibatan partisipasi publik dalam penulisan sejarah ini.
Bahkan kata dia, saat ini tercatat ada lebih dari 100 sejarawan yang dipastikan akan terlibat.
"Siapa yang menulis sejarah? Ya tentu adalah ahli-ahlinya, sejarawan yang menulis sejarah. Dan kita ada 113 sejarawan dari 34 perguruan tinggi yang mempunyai kompetensi di bidang sejarah dan keahlian masing-masing yang sudah teruji," kata Fadli Zon.
"Mereka adalah guru besar, doktor, PhD yang memang membidangi sejarah. Jadi tidak perlu khawatir dan tentu kita akan melakukan uji publik nanti setelah ditulis," tukas dia.
Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Djarot Saiful Hidayat, meminta penulisan ulang sejarah yang tengah dilakukan pemerintah harus transparan.
Djarot mencotohkan ketika Pemerintahan Presiden Soeharto atau yang dikenal Orde Baru melarang peringatan Hari Lahir Pancasila.
"Karena pemerintah waktu itu berdasarkan tulisan dari Prof. Nugroho Notosusanto, mengatakan Hari Lahir Pancasila bukan 1 Juni, itu dilawan dan itu diluruskan oleh para sejarawan," kata Djarot seusai peringatan Hari Lahir Pancasila di halaman Masjid At Taufiq, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Minggu (1/6/2025).
Oleh karena itu, Djarot mengingatkan agar penulisan ulang sejarah yang tengah dilakukan pemerintah harus berdasarkan fakta.
"Maka dari pada itu penulisan sejarah itu tolong benar-benar sesuai dengan fakta sejarah, bukan history bukan story mereka yang menang tetapi betul-betul story cerita perjuangan bangsa kita ini," ujarnya.
Lebih lanjut, mantan anggota DPR RI ini meminta agar penulisan sejarah harus dilakukan secara terbuka.
"Janganlah kemudian sejarah itu ditutup-tutupi, janganlah sejarah itu disimpang-simpangkan, maka kita harus benar-benar ketika ada penulisan sejarah itu harus dilakukan dengan terbuka," ucap Djarot.