TRIBUN-BALI.COM - Inflasi masih terkendali di bulan Mei 2025. Indeks Harga Konsumen (IHK) diperkirakan mencatatkan inflasi yang tetap terjaga rendah pada Mei 2025.
Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang memperkirakan, inflasi bulanan pada Mei 2025 akan mencapai 0,02 persen month to month (mtm), atau secara tahunan mencapai 2% year on year (yoy).
“Inflasi Indonesia pada Mei 2025 diperkirakan tetap terjaga, mencerminkan kestabilan harga pasca Lebaran yang ditopang oleh ketersediaan pangan pokok seperti beras, gula, dan minyak goring,” tutur Hosianna beberapa hari lalu.
Di samping itu, Hosanna menyebut, inflasi tetap stabil pada Mei 2025 lantaran kenaikan harga daging ayam dan telur menjelang Iduladha masih terbatas, seiring kelancaran distribusi.
Selain itu dari sisi administered prices, terdapat penyesuaian tarif air PAM dan listrik nonsubsidi di beberapa wilayah, serta kenaikan tarif transportasi antar kota dan penerbangan menjelang musim libur sekolah.
“Meskipun dampaknya masih minim secara bulanan, tekanan ini mulai tercermin dalam inflasi tahunan, khususnya pada komponen utilitas dan jasa,” ungkapnya.
Lebih lanjut, terkait inflasi inti diperkirakan mencapai 2,51% yoy, selaras dengan dampak berkelanjutan dari kenaikan PPN 12% serta tren kenaikan harga di sektor pendidikan, layanan kesehatan, dan perhotelan.
Selain itu, harga emas perhiasan yang masih tinggi turut menambah tekanan ringan pada kelompok barang tahan lama, didorong oleh kombinasi harga global yang kuat dan nilai tukar rupiah yang masih melemah.
“Secara keseluruhan, inflasi tetap berada dalam koridor target Bank Indonesia, namun potensi tekanan dari sisi jasa dan tarif publik perlu diwaspadai ke depan, terutama bila tren penyesuaian ini berlanjut pada semester kedua 2025,” imbuhnya.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) akan tetap berada dalam kisaran sasaran 1,5%- 3,5% hingga akhir tahun 2025 dan berlanjut pada 2026.
Proyeksi ini disampaikan menyusul terjaganya stabilitas harga konsumen hingga Mei 2025, yang mencatat deflasi bulanan sebesar 0,37?n inflasi tahunan sebesar 1,60%.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menyampaikan, BI menilai inflasi yang terjaga ini mencerminkan hasil nyata dari sinergi yang erat antara kebijakan moneter Bank Indonesia dan kebijakan fiskal Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Melalui koordinasi dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), serta pelaksanaan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), tekanan harga pangan dapat dikendalikan secara efektif.
“Dengan konsistensi BI dan pemerintah, ke depan Bank Indonesia meyakini inflasi akan tetap terkendali dalam kisaran sasaran 2,5±1% pada 2025 dan 2026,” ungkap Ramdan dikutip dari keterangan resminya, Selasa (3/6).
Ramdan melanjutkan, deflasi didorong oleh penurunan harga kelompok pangan bergejolak (volatile food) dan harga yang diatur pemerintah (administered prices), yang menunjukkan yang menunjukkan efektivitas koordinasi lintas sektor.
Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan tekanan inflasi akan tetap rendah dan terkendali, seiring stabilnya pasokan pangan, terjaganya ekspektasi inflasi, serta respons kebijakan moneter yang tepat.
BI akan tetap fokus pada pengendalian inflasi dengan terus diarahkan pada penguatan sinergi dengan Pemerintah melalui TPIP dan TPID, peningkatan efisiensi rantai pasok pangan daerah, hingga perluasan implementasi GNPIP secara nasional. (kontan)
Surplus Neraca Dagang Topang Ketahanan Perekonomian
Bank Indonesia (BI) memandang positif realisasi surplus neraca dagang April 2025 sebesar US$ 0,16 miliar yang dirilis data Badan Pusat Statistik (BPS).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso menyampaikan, surplus neraca dagang April 2025 tersebut melanjutkan surplus pada Maret 2025 sebesar US$ 4,33 miliar.
“Bank Indonesia memandang surplus neraca perdagangan ini positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut,” ungkap Ramdan dikutip dari keterangan resminya, Selasa (3/6).
Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada April 2025, meski menurun dibanding bulan sebelumnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa surplus neraca perdagangan bulan April mencapai US$ 0,16 miliar, melanjutkan tren positif dari bulan Maret 2025 yang mencatat surplus sebesar US$ 4,33 miliar. Surplus tersebut terutama bersumber dari kinerja neraca perdagangan nonmigas yang tetap solid.
Pada April 2025, neraca perdagangan nonmigas mencatat surplus sebesar US$ 1,51 miliar, didorong oleh kuatnya ekspor nonmigas yang mencapai US$ 19,57 miliar.
Ekspor nonmigas Indonesia masih ditopang oleh produk berbasis sumber daya alam, seperti logam mulia dan perhiasan/permata, serta produk manufaktur seperti mesin dan perlengkapan elektrik.
Dari sisi negara tujuan, China, Amerika Serikat, dan India tetap menjadi pasar utama bagi ekspor Indonesia. Sementara itu, neraca perdagangan migas mencatat defisit sebesar US$ 1,35 miliar, namun defisit ini menurun dibanding sebelumnya. Penurunan terjadi karena impor migas mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan ekspor migas.
BI menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait guna menjaga ketahanan eksternal dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. (kontan)