TRIBUNNEWS.COM, CIREBON - Kantor Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon sudah dua kali mengirimkan surat larangan usaha tambang di Gunung Kuda Desa Cipanas, Cirebon, pada 6 Januari 2025 dan 19 Maret 2025 kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), yakni Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah.
Namun larangan tersebut tidak diindahkan dan pengelola koperasi tetap melanjukan kegiatan menambang hingga terjadi bencana tambang longsor di Kecamatan Dukupuntang yang menewaskan puluhan pekerja pada Jumat pagi, 30 Mei 2025 tersebut.
Polisi sudah memanggil sejumlah pihak dari berbagai instansi seperti Perhutani, Dinas ESDM Cirebon untuk dimintai keterangan.
Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni mengatakan, penyidik saat ini masih mengembangkan perkara hukum bencana longsor kawasan tambang pasir tersebut.
“Ya terkait perkembangan kasus hukum bencana longsor Gunung Kuda, penyidik tentunya terus mengembangkan kasus ini,” ujar Sumarni di Mapolresta Cirebon, Senin (2/6/2025).
Polisi memeriksa sejumlah saksi korban, termasuk mereka yang selamat dan mengalami luka serta pejabat dari instansi-instansi yang mengurusi perizinan tambang dan pengawasan di lapangan.
“Nanti akan dipanggil beberapa saksi, pihak-pihak terkait lainnya, baik itu dari saksi korban, korban kan ada yang selamat yang mengalami luka akan kita mintai keterangan. Kemudian juga dari dinas instansi terkait juga akan kita panggil atau periksa,” ucapnya.
“Ada dari Perhutani, Dinas ESDM baik provinsi maupun pemda Kabupaten Cirebon, kemudian Dinas Lingkungan Hidup termasuk kita akan mintai keterangan juga sebagai saksi dari pihak Kementerian, Inspektur tambang,” tambah Sumarni.
Pemanggilan itu untuk mendalami sejauh mana proses pemberian izin dan pengawasan yang dilakukan terhadap aktivitas tambang di Gunung Kuda sebelum peristiwa maut tersebut terjadi.
Sebelumnya, Polresta Cirebon telah menetapkan dua tersangka, yaitu AK (59), pemilik tambang warga Desa Bobos dan AR (35), pengawas tambang asal Desa Girinata.
Keduanya terbukti tetap menjalankan kegiatan pertambangan meskipun telah menerima dua surat larangan resmi dari Kantor Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon.
“Modusnya, tersangka AK dan AR tetap menjalankan kegiatan pertambangan, meski sudah ada dua surat larangan resmi dari Kantor Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon,” jelas Sumarni dalam konferensi pers di Mapolresta Cirebon, Minggu (1/6/2025).
Surat larangan tersebut masing-masing dikeluarkan pada 6 Januari 2025 dan 19 Maret 2025, ditujukan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), yakni Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah. Namun larangan itu tidak diindahkan.
“AK justru memerintahkan AR untuk terus menjalankan operasional tambang tanpa memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3),” katanya.
Dari hasil penyidikan sementara, polisi menyebut belum menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus ini.
“Kalau nanti berkembang bisa saja (nambah tersangka), apakah benar dilakukan pengawasan yang benar dan seterusnya, kita masih dalami,” ujarnya.
Akibat kelalaian tersebut, terjadi longsor yang menyebabkan korban jiwa, luka-luka dan kerugian materil berupa alat berat serta truk pengangkut material.
Polisi menyita tujuh unit kendaraan berat, dokumen perizinan, serta surat larangan dari instansi terkait sebagai barang bukti.
AK dan AR dijerat dengan pasal berlapis, di antaranya Pasal 98 ayat (1) dan (3), serta Pasal 99 ayat (1) dan (3) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 15 miliar.
Mereka juga dijerat Pasal 35 ayat (3) jo Pasal 186 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diubah UU No. 6 Tahun 2023, serta pasal-pasal terkait pelanggaran K3 dan kelalaian penyediaan APD.
“Perbuatan para tersangka ini tidak hanya melanggar hukum, tapi juga mengorbankan nyawa orang lain. Kami akan proses tuntas,” ucap mantan Kapolres Subang itu.
Sementara itu, hingga hari ke-4 pencarian, total korban tewas yang berhasil ditemukan menjadi 21 orang.
Dua korban terbaru yang ditemukan adalah Sudiono (51), warga Desa Girinata, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon dan Fuji Siswanto (50), warga Leuwimunding, Kabupaten Majalengka.
Laporan Reporter: Eki Yulianto | Sumber: Tribun Jabar