Pengamat: Syarat Capres-Cawapres Lulusan S1 Bukan Hal Prioritas
Muhammad Zulfikar June 04, 2025 01:33 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, menilai wacana menaikkan syarat pendidikan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) menjadi lulusan sarjana (S1) tidak terlalu mendesak. 

Menurutnya, ketentuan tersebut justru berpotensi mendiskreditkan lulusan sekolah menengah atas (SMA) yang jumlahnya jauh lebih besar di Indonesia.

"Kalau soal syarat S1 untuk capres-cawapres itu hal yang baik, tapi tidak terlalu menjadi hal prioritas," ujar Efriza, Rabu (4/6/2025).

"Namun, kalaupun diberlakukan, hal itu bisa memberi dampak positif untuk mendorong masyarakat meningkatkan kualitas pendidikan keluarga dan secara umum menaikkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)," sambungnya. 

Pernyataan itu disampaikan Efriza menanggapi uji materi terhadap Pasal 169 huruf r Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang saat ini tengah disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Dalam permohonan perkara bernomor 87/PUU-XXIII/2025 itu, pemohon meminta agar batas minimal pendidikan capres-cawapres diubah dari SMA/sederajat menjadi S1 dari kampus dan jurusan berakreditasi minimal B.

Efriza menilai, usulan itu dapat menimbulkan kesan negatif terhadap lulusan SMA. Menurutnya, anggapan bahwa lulusan SMA tidak layak memimpin negara adalah bentuk pemikiran yang sempit.

"Ini pemikiran yang buruk, seolah-olah lulusan SMA akan membahayakan negara. Padahal, di Indonesia lulusan SMA jauh lebih banyak dari lulusan sarjana. Bahkan mereka umumnya sudah bekerja dan punya pengalaman yang tidak bisa diremehkan," katanya.

Lebih lanjut, Efriza juga tidak sepakat jika syarat pendidikan sarjana disertai ketentuan akreditasi kampus dan jurusan. Ia menilai hal itu tidak mencerminkan kualitas pribadi seseorang.

Sebagai contoh, ia menyebut sosok Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, yang hanya lulusan SMA namun mampu menunjukkan kualitas kepemimpinan yang diakui luas.

"Kita punya contoh Megawati. Meski hanya lulusan SMA, tapi kualitas kepemimpinan dan pemikirannya mumpuni. Ia bahkan mendapat gelar kehormatan dari berbagai universitas, baik di dalam maupun luar negeri," ujarnya.

Menurut Efriza, semangat untuk mendorong pendidikan tinggi memang patut didukung, tetapi tidak boleh dengan cara merendahkan mereka yang belum sempat mengaksesnya karena faktor ekonomi dan sosial.

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.