TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Pertahanan RI Donny Ermawan Taufanto menjawab rumor terkait rencana pemerintah mengakuisisi jet tempur China J-10.
Rumor yang beredar menyebutkan TNI AU telah memberikan persetujuan prinsip untuk membeli 42 jet tempur J-10 dari China.
Rumor juga menyebutkan jika kontraknya disetujui, pesawat tersebut akan terbang bersama Rafale yang dibeli dari Prancis.
Menjawab rumor tersebut, Donny mengatakan hal tersebut masih rumor.
Hal itu disampaikannya saat Press Gathering terkait Indo Defence 2024 Expo & Forum Ke-10 di kantor Kementerian Pertahanan RI Jakarta Pusat pada Rabu (4/6/2025).
"Ya itu masih rumor ya. Jadi kan waktu itu Kepala Staf Angkatan Udara berkunjung ke China di dalam Air Show itu. Kemudian melihat pesawat itu, dan kemudian ditawarkan pesawat itu. Termasuk evaluasi kita, apakah bisa kita menggunakan J-10 tersebut untuk alutsista kita," ungkap Donny.
"Kita kan negara yang netral. Kita tidak berpihak kepada satu negara, kita tidak ada aliansi, kita bisa mengambil sumber senjata dari manapun, termasuk China. Sehingga, kalau memang kita evaluasi pesawat ini bagus, memenuhi kriteria yang kita tetapkan, apalagi harganya murah, ya kenapa tidak," sambungnya.
Donny menjelaskan pemerintah memiliki kriteria tertentu terkait pembelian pesawat tempur.
Kriteria tersebut di antaranya adalah bisa diintegrasikan dengan sistem pertahanan yang ada di Indonesia.
Selain itu, kata dia, juga terkait kemampuan, jarak terbang, dan senjata yang bisa dibawa.
Namun, terkait dengan rumor pemerintah akan mengakuisisi J-10, kata Donny, pemerintah belum ke arah sana.
"Kita belum ke arah sana. Ini kan baru penawaran, kemudian kita melihat kemungkinannya. Kita belum kirim tim untuk mendalami itu juga," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal M Tonny Harjono menanggapi rumor beredar yang menyebutkan TNI Angkatan Udara (AU) telah menyetujui pembelian sebanyak 42 unit jet tempur China J-10.
Menanggapi rumor tersebut, Tonny mengakui ada pandangan ke arah sana.
"Ada pandangan ke sana," kata Tonny di Markas Besar TNI AU Cilangkap Jakarta pada Selasa (27/5/2025).
Akan tetapi, lanjutnya, penentuan pembelian alutsista perlu memerlukan proses yang matang dan waktu yang panjang.
Proses tersebut, kata Tonny, turut melibatkan Dewan Penentu Alutsista atau Wantuwada.
"Jadi untuk penentuan alutsista juga tidak hanya, "ya saya beli ini". Ada Dewan Penentu Alutsista atau Wantuwada, itu melalui rapat, pertimbangan ini itu, dan kita bicarakan tidak dalam waktu singkat. Jadi prosesnya tetap ada. Kita juga negara non aligned, tidak berpihak ke salah satu blok. Dari mana saja kita bersahabat baik," ungkap dia.
Dia juga menjelaskan semua kekuatan TNI AU sangat bergantung pada kebijakan pemerintah.
Pemilihan alutsista, ungkap Tonny, juga sangat tergantung dari perkembangan lingkungan regional.
"Jadi apa yang menjadi alutsista yang diberikan kepada Angkatan Udara, kami sebetulnya menunggu dari kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan. Karena Angkatan Udara tugasnya sebagai pembina kekuatan," ujar dia.
"Panglima TNI, Mabes TNI sebagai pengguna kekuatan. Dan Kemhan adalah pengembangan kekuatan. Jadi jenis apa saja, termasuk pesaway dari mana, jenisnya apa, kita menunggu arahan dari Kemhan. Mau dari China, mau dari Amerika, kita siap menerima," pungkasnya. (Gita Irawan)