Vietnam Resmi Cabut Kebijakan Dua Anak, Cegah Penurunan Populasi setelah 37 Tahun
Nanda Lusiana Saputri June 06, 2025 08:31 AM

TRIBUNNEWS.COM - Vietnam resmi menghapus aturan pembatasan dua anak yang telah diberlakukan sejak tahun 1988.

Keputusan ini diambil sebagai langkah strategis untuk mengatasi penurunan angka kelahiran yang terus terjadi selama beberapa tahun terakhir.

Kebijakan baru ini memberikan kebebasan bagi setiap pasangan untuk menentukan sendiri jumlah anak yang ingin mereka miliki tanpa batasan.

Menurut laporan resmi dari Vietnam News Agency, kebijakan ini mulai berlaku setelah tingkat kelahiran di Vietnam mengalami penurunan selama tiga tahun berturut-turut.

Pada 2024, tingkat kesuburan total atau jumlah rata-rata anak per wanita turun hingga mencapai 1,91 anak.

Angka ini jauh di bawah tingkat penggantian populasi sebesar 2,1 anak per wanita yang dibutuhkan agar jumlah penduduk tidak menyusut.

Menteri Kesehatan Vietnam, Dao Hong Lan, mengingatkan tren penurunan populasi ini dapat mengancam pembangunan ekonomi dan sosial negara dalam jangka panjang.

Ia juga menyoroti risiko serius terhadap keamanan nasional dan ketahanan negara jika penurunan populasi ini tidak segera diatasi.

Menurut perkiraan World Bank, populasi usia kerja di Vietnam akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2040.

Setelah itu, negara menghadapi tantangan menjadi “tua sebelum kaya,” dimana jumlah pekerja produktif menurun sementara jumlah lansia meningkat.

Awalnya, kebijakan pembatasan dua anak diterapkan untuk mengatur pertumbuhan penduduk pada saat Vietnam masih bertransisi dari ekonomi terencana ke ekonomi pasar.

Ketika itu, negara juga sedang berupaya memulihkan diri dari dampak perang yang berkepanjangan.

Pembatasan ini paling ketat diterapkan kepada anggota Partai Komunis Vietnam, sementara masyarakat umum biasanya tidak mendapat sanksi keras.

Namun, keluarga yang melanggar aturan dapat kehilangan subsidi atau bantuan pemerintah, terutama bagi anggota partai.

Deputi Menteri Kesehatan Nguyen Thi Lien Huong menyatakan, pemerintah menghadapi kesulitan besar dalam mendorong peningkatan angka kelahiran.

Meski berbagai perubahan kebijakan dan kampanye publik telah dilakukan, minat masyarakat untuk memiliki lebih banyak anak tetap rendah.

Ia menekankan perlunya perubahan paradigma, dari sekadar mengendalikan kelahiran menjadi fokus pada pembangunan populasi yang berkelanjutan dan seimbang.

Selain masalah penurunan angka kelahiran, Vietnam juga menghadapi ketidakseimbangan gender yang signifikan pada kelahiran bayi.

Rasio kelahiran bayi laki-laki mencapai 112 per 100 bayi perempuan, jauh di atas angka normal yang seimbang.

Pemerintah melarang praktik seleksi jenis kelamin janin karena diskriminasi yang dapat merusak keseimbangan sosial.

Praktik ini masih terjadi secara tersembunyi, sehingga kementerian kesehatan mengusulkan peningkatan denda hingga sekitar 3.800 dolar AS untuk pelanggaran tersebut.

Warga Vietnam seperti Hoang Thi Oanh, yang memiliki tiga anak, menyambut baik penghapusan aturan dua anak ini.

Meski begitu, Hoang mengakui biaya hidup yang semakin tinggi membuat banyak pasangan enggan memiliki lebih dari dua anak.

Ia percaya hanya pasangan yang mampu secara finansial dan berani yang akan memilih untuk memiliki lebih banyak anak.

Hoang bahkan menduga pemerintah perlu memberikan insentif atau bonus agar keluarga mau menambah jumlah anak.

Langkah Vietnam ini mengikuti jejak negara tetangga China, yang mencabut kebijakan satu anak pada 2016.

China juga telah memperbolehkan pasangan memiliki hingga tiga anak sejak 2021.

Meskipun kebijakan sudah longgar, angka kelahiran di kawasan Asia Timur ini tetap menunjukkan tren penurunan.

China sendiri mengalami penurunan populasi selama tiga tahun berturut-turut hingga 2024, yang menunjukkan faktor ekonomi dan sosial juga sangat berpengaruh.

Vietnam saat ini berada dalam fase percepatan penuaan populasi.

Menurut Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA), dalam waktu 20 tahun ke depan, Vietnam akan bertransisi dari populasi “menua” menjadi populasi “tua.”

Hal ini menjadi tantangan besar yang membutuhkan kebijakan demografi dan pembangunan yang tepat agar negara tetap maju dan stabil secara sosial-ekonomi.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.