Trimegah Sekuritas Proyeksi Rupiah Menguat, Ada Kerja Sama BI-Bank Sentral China
kumparanBISNIS June 07, 2025 09:40 AM
PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM) menilai kerja sama terbaru antara Bank Indonesia (BI) dan People's Bank of China (PBoC) bisa menjadi katalis penting bagi penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam waktu dekat.
"Begitu saya lihat ada perjanjian ini, pertama kalinya dalam karier saya, saya lihat rupiah ini bisa menguat," ujar Chief Economist Trimegah Sekuritas, Fakhrul Fulvian, dalam paparan seminarnya di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (3/6).
Pernyataan tersebut disampaikan Fakhrul dalam menanggapi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara BI dan PBOC yang berlangsung di Istana Merdeka, Jakarta, pada Minggu (25/5). MoU tersebut diteken oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dan Gubernur PBOC Pan Gongsheng, serta disaksikan langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang.
Kesepakatan bilateral itu memperluas cakupan kerja sama penyelesaian mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS), tak hanya untuk transaksi berjalan seperti perdagangan dan investasi langsung (FDI), tetapi kini juga mencakup transaksi modal dan keuangan.
"Ini saya lihat, ini game changer Bapak Ibu. Ini bukan perjanjian biasa," ungkap Fakhrul.
Salah satu poin penting dari perluasan kerja sama ini ialah peluang bagi entitas Indonesia terutama pemerintah untuk menerbitkan obligasi dalam mata uang renminbi (CNH) di pasar keuangan China.
Chief Economist Trimegah Sekuritas, Fakhrul Fulvian di gedung BEI, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Chief Economist Trimegah Sekuritas, Fakhrul Fulvian di gedung BEI, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
Fakhrul memperkirakan penerbitan CNH bond ini bisa terjadi pada kuartal III 2025, menandai momentum baru sejak penerbitan pertama pada 2018 yang kala itu masih terbatas.
Ia menyebut biaya pendanaan dari pasar Tiongkok jauh lebih murah dibanding pasar dolar AS, yang saat ini memiliki yield sekitar 5,5 persen. Bandingkan dengan suku bunga acuan obligasi pemerintah Tiongkok tenor 10 tahun yang berada di kisaran 1,6 persen.
"Kalau pemerintah Indonesia habis ini tapping di CNH market, our bond yield could be as low as 3 persen, " tambah Fakhrul.
Menurutnya, pendanaan yang lebih murah ini dapat mengubah persepsi lembaga pemeringkat terhadap risiko fiskal Indonesia, sekaligus memperkuat fondasi nilai tukar rupiah yang selama ini rentan terhadap volatilitas pasar dolar.
Selain itu, Fakhrul melihat kondisi ekonomi Tiongkok dengan tingkat tabungan tinggi dan likuiditas berlimpah sebagai peluang jangka panjang bagi Indonesia untuk mendiversifikasi sumber pembiayaan global.
"Kalau China pelan-pelan membuka capital accountnya, pelan-pelan membiarkan renminbi menjadi funding currency, ceritanya berubah," tambahnya.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.