Daftar 10 Perusahaan Tambang Nikel Terbesar di Dunia, Paling Besar Ada di Indonesia
Alpen Martinus June 07, 2025 11:32 PM

TRIBUNMANADO.CO.ID- Tak hanya emas, ternyata nikel kini menjadi primadona perusahaan tambang.

Banyak kini perusahaan nikel yang berkembang di dunia.

Indonesia juga masuk dalam hitungan penghasil nikel terbesar di dunia.

di Indonesia juga kini sangat banyak perusahaan nikel.

Bahkan dua di antarannya masuk dalam 10 besar perusahaan nikel terbesar di Indonesia.

Siapa sangka, paling besar berada di Indonesia.

Indonesia telah muncul sebagai pusat produksi nikel global, menjadi tuan rumah bagi tambang nikel terbesar di dunia dan beberapa operasi besar lainnya.

Deposit laterit yang melimpah di Indonesia dan kebijakan pemerintah yang mempromosikan pemrosesan dalam negeri, telah menarik investasi signifikan dari perusahaan pertambangan internasional.

Sejak menerapkan larangan ekspor bijih nikel mentah pada tahun 2020, Indonesia telah memaksa perusahaan pertambangan untuk mengembangkan kemampuan pemrosesan di dalam negeri.
Kebijakan strategis ini telah mendorong lebih dari $30 miliar investasi asing langsung ke fasilitas pemrosesan nikel, sehingga menggandakan kapasitas peleburan Indonesia antara tahun 2020 dan 2023.

Sejumlah negara lainnya juga dikenal sebagai produsen nikel terbesar.

Selengkapnya, berikut 10 tambang nikel terbesar di dunia sebagaimana dilansir discoveryalert.com.

1. Proyek Weda Bay (Indonesia)
Produksi tahunan: 516.700 ton nikel (2023)
Pemilik: Tsingshan Holding Group
Jenis tambang: Permukaan (greenfield)
Lokasi: Maluku, Indonesia
Perkiraan penutupan: 2069

Proyek Weda Bay memiliki keunggulan tersendiri, memproduksi lebih dari lima kali volume tambang nikel terbesar kedua di dunia.

Dengan masa operasi yang diperpanjang hingga 2069, operasi besar ini merupakan landasan pasokan nikel global selama beberapa dekade mendatang.
Skala proyek yang luar biasa ini merupakan hasil dari sumber daya yang melimpah dan visi strategis Tsingshan.

Perusahaan tersebut telah menginvestasikan sekitar $10 miliar hingga saat ini, menciptakan ekosistem penambangan, pemrosesan, dan manufaktur terpadu yang mencakup seluruh rantai nilai mulai dari ekstraksi hingga baja tahan karat dan bahan baterai.

Endapan laterit pada operasi ini memiliki kadar yang sedikit lebih tinggi (rata-rata 1,8 persen nikel) daripada sumber daya Indonesia pada umumnya, yang memberikan keuntungan ekonomi.

Cadangan saat ini diperkirakan sebesar 9,3 juta ton nikel, menjadikannya salah satu sumber daya nikel terbesar di dunia.

Jejak lingkungan Weda Bay tetap signifikan meskipun memiliki keunggulan efisiensi, dengan operasi yang mengonsumsi sekitar 320 MW daya, terutama dari sumber daya batu bara.

Perusahaan telah mengumumkan rencana untuk mengalihkan 40 persen dari permintaan ini ke sumber daya terbarukan pada tahun 2030, meskipun jadwal pelaksanaannya masih belum pasti.

2. Proyek PT Halmahera Persada Lygend (Indonesia)
Produksi tahunan: 95.180 ton nikel (2023)
Pemilik: Ningbo Lygend Mining
Lokasi: Maluku Utara, Indonesia

Operasi ini merupakan gambaran perkembangan pesat industri nikel Indonesia, dengan kapasitas produksi yang jauh melampaui sebagian besar pesaing global dan memposisikannya dengan kokoh sebagai tambang nikel terbesar kedua di dunia.

Investasi Ningbo Lygend senilai $1,45 miliar dalam teknologi HPAL memungkinkan operasi tersebut untuk memproses bijih laterit dengan kadar rendah (biasanya 1,0-1,3 persen Ni) menjadi material bermutu baterai.

Hasil proyek tersebut terutama diarahkan pada rantai pasokan kendaraan listrik, dengan perjanjian offtake yang mengamankan sebagian besar produksi hingga tahun 2030.

Fasilitas ini menghasilkan endapan hidroksida campuran yang mengandung sekitar 37 persen nikel, yang merupakan salah satu produk antara dengan kemurnian tertinggi di sektor pertambangan Indonesia.

Pencapaian ini telah menjadikan Lygend sebagai pemimpin teknis dalam pemrosesan laterit.

Seluruh proses aliran material operasi telah didigitalkan menggunakan sensor Industrial Internet of Things (IIoT), menciptakan apa yang disebut oleh pejabat perusahaan sebagai "kembaran digital" dari operasi fisik yang mengoptimalkan laju produksi dan pemulihan secara real-time.

3. Tambang Taganito (Filipina)
Produksi tahunan: 70.410 ton nikel (2023)
Pemilik: Nickel Asia
Jenis tambang: Permukaan (greenfield)
Lokasi: Surigao del Norte, Filipina
Perkiraan penutupan: 2049

Tambang Taganito merupakan operasi nikel terbesar di Filipina dan salah satu proyek pertambangan terpenting di Asia Tenggara, dengan kapasitas produksi besar dan proyeksi umur operasional panjang.

Kemitraan Nickel Asia dengan Sumitomo Metal Mining telah memungkinkan pengembangan pabrik pemrosesan HPAL yang berdekatan, menjadikan Taganito salah satu dari sedikit operasi Filipina yang memproduksi produk antara bernilai tinggi daripada mengekspor bijih mentah.

Fasilitas ini merupakan investasi sebesar $1,7 miliar dalam pemrosesan hilir.

Tambang laterit di tambang ini mencakup sekitar 4.376 hektar dengan kadar rata-rata nikel 1,44 persen.

Sisa masa pakainya yang mencapai 25+ tahun menjadikannya aset penting bagi sektor pertambangan Filipina, terutama karena tambang besar lainnya seperti Rio Tuba akan segera ditutup.

Taganito telah menerapkan metode rehabilitasi inovatif, termasuk penggunaan spesies pohon asli dan teknik bioteknologi yang telah memulihkan sekitar 300 hektar area yang sebelumnya ditambang menjadi penggunaan produktif.

4. Tambang Sorowako (Indonesia)
Produksi tahunan: 64.100 ton nikel (2023)
Pemilik: Vale
Jenis tambang: Permukaan (brownfield)
Lokasi: Sulawesi Selatan, Indonesia
Perkiraan penutupan: 2045

Dioperasikan oleh raksasa pertambangan global Vale, Tambang Sorowako merupakan salah satu operasi nikel utama terlama di Indonesia dengan kapasitas produksi signifikan dan sisa masa operasional dua dekade.

Vale telah menginvestasikan lebih dari $600 juta untuk memodernisasi operasinya sejak 2018, dengan fokus pada peningkatan tingkat pemulihan dan kinerja lingkungan.

Pembentukan perusahaan baru-baru ini atas usaha patungan senilai $4,5 miliar dengan CATL menunjukkan posisi strategis Sorowako dalam rantai pasokan bahan baterai.

Pabrik pemurnian operasi ini memproduksi feronikel untuk aplikasi baja tahan karat tradisional dan endapan hidroksida campuran dalam jumlah yang terus bertambah untuk sektor baterai.

Pendekatan pasar ganda ini memberikan fleksibilitas seiring dengan perubahan pola permintaan antara aplikasi transisi industri dan energi.

Sorowako mempekerjakan lebih dari 3.000 pekerja dan telah menyelenggarakan program pengembangan masyarakat yang luas yang telah menjadi tolok ukur bagi sektor pertambangan Indonesia, termasuk inisiatif pendidikan yang telah mensponsori lebih dari 5.000 siswa lokal.

5. Proyek PT Huayue Nickel Cobalt (Indonesia)
Produksi tahunan: 42.000 ton nikel (2023)
Pemilik: Huayou Cobalt
Tipe tambang: Greenfield
Lokasi: Sulawesi Tengah, Indonesia

Operasi ini menyoroti semakin pentingnya proyek nikel-kobalt yang menargetkan rantai pasokan bahan baterai, memposisikan Indonesia sebagai pemasok penting bagi industri kendaraan listrik.

Investasi Huayou Cobalt sebesar $1,2 miliar di fasilitas HPAL ini menunjukkan pergeseran strategis menuju produksi nikel bermutu baterai.

Operasi ini secara khusus menargetkan produksi endapan hidroksida campuran (MHP), prekursor penting untuk bahan katode kendaraan listrik yang memiliki harga premium dibandingkan produk feronikel tradisional.

Proyek ini merupakan strategi Huayou yang berkantor pusat di Tiongkok untuk mengamankan pasokan hulu bagi bisnis material baterainya, dengan perusahaan mencatat bahwa "integrasi vertikal dari tambang hingga material katode memberi kami kendali rantai pasokan yang krusial di tengah pasar yang semakin ketat."

Kedekatan operasi dengan Kawasan Industri Morowali Indonesia menciptakan keuntungan logistik dan sinergi dengan fasilitas pemrosesan lainnya, memperkuat kemunculan Sulawesi Tengah sebagai pusat bahan baterai global.

6. Proyek Ambatovy (Madagaskar)
Produksi tahunan: 40.950 ton nikel (2023)
Pemilik: Sumitomo
Jenis tambang: Permukaan (brownfield)
Lokasi: Atsinanana, Madagaskar
Perkiraan penutupan: 2048

Proyek Ambatovy merupakan tambang nikel terbesar di Afrika dan merupakan pengembangan industri utama bagi Madagaskar, dengan proyeksi umur operasional panjang hingga pertengahan abad.

Operasi ini menggunakan teknologi HPAL untuk memproses bijih laterit dengan kadar rata-rata 0,8 persen nikel, yang menunjukkan bagaimana inovasi teknologi dapat membuat endapan dengan kadar yang lebih rendah menjadi layak secara ekonomi.

Proyek senilai $8 miliar ini merupakan salah satu investasi industri terbesar dalam sejarah Madagaskar.

Pipa lumpur sepanjang 185 km milik Ambatovy mengangkut bijih ke fasilitas pemrosesan di dekat pelabuhan Toamasina, yang merupakan solusi inovatif untuk infrastruktur transportasi yang menantang di Madagaskar.

Proyek ini menghasilkan briket nikel jadi dengan kemurnian 99,9 persen, yang menghasilkan nilai tambah dibandingkan dengan tambang yang menjual bijih yang belum diproses.

Operasi ini menghadapi kritik karena dampak lingkungannya, meskipun rencana pengelolaan keanekaragaman hayati yang luas mencakup perlindungan 4.900 hektar zona konservasi dan pembentukan kawasan konservasi di luar lokasi yang melindungi beberapa spesies yang terancam punah.

7. Tambang Cerro Matoso (Kolombia)
Produksi tahunan: 40.800 ton nikel (2023)
Pemilik: South32
Jenis tambang: Permukaan
Lokasi: Cordoba, Kolombia
Perkiraan penutupan: 2036

Sebagai tambang nikel terbesar di Amerika Selatan, Cerro Matoso mewakili diversifikasi pasokan nikel global yang signifikan di luar kawasan Asia-Pasifik, dengan sisa umur operasional yang substansial.

Operasi ini memiliki peleburan feronikel terpadu yang menghasilkan produk bernilai lebih tinggi daripada bijih mentah, sehingga memberikan keunggulan kompetitif dibandingkan operasi yang harus mengirimkan material ke luar negeri untuk diproses.

Integrasi vertikal ini telah membantu South32 mempertahankan profitabilitas meskipun tambang tersebut telah beroperasi terus-menerus selama 35+ tahun.

Cerro Matoso mengandung endapan geologi unik dengan cadangan sekitar 40 juta ton pada 1,2 persen nikel, yang cukup untuk mempertahankan tingkat produksi saat ini hingga tahun 2036.

Operasi ini telah menjadi penggerak ekonomi penting bagi wilayah Cordoba di Kolombia, yang menyumbang sekitar $150 juta setiap tahunnya bagi ekonomi lokal.

8. Tambang Rio Tuba (Filipina)
Produksi tahunan: 39.200 ton nikel (2023)
Pemilik: Nickel Asia
Jenis tambang: Permukaan (greenfield)
Lokasi: Palawan, Filipina
Perkiraan penutupan: 2028

Tambang Rio Tuba merupakan salah satu operasi nikel utama di Filipina, meskipun sisa umur operasionalnya yang relatif pendek menunjukkan perlunya perluasan sumber daya atau perencanaan penutupan dalam waktu dekat.

Operasi ini mempekerjakan sekitar 1.800 pekerja, dengan penekanan kuat pada perekrutan lokal dari masyarakat sekitar Palawan.

Lokasinya di pulau yang sensitif secara ekologis telah memerlukan sistem manajemen lingkungan yang cermat, termasuk protokol rehabilitasi yang komprehensif untuk area yang ditambang.

Rio Tuba terutama mengekspor bijih nikel kelas menengah (1,5-1,8 persen Ni) ke Tiongkok, di mana bijih tersebut menjalani pemrosesan lebih lanjut.

Sisa umur operasi lima tahun menyoroti tantangan yang dihadapi penambangan nikel Filipina, karena endapan yang mudah diakses menipis dan kerangka peraturan membatasi eksplorasi baru.

9. Tambang Oktyabrsky (Rusia)
Produksi tahunan: 36.180 ton nikel (2023)
Pemilik: MMC Norilsk Nickel
Jenis tambang: Bawah tanah (brownfield)
Lokasi: Krasnoyarsk Krai, Rusia
Perkiraan penutupan: 2052
Kedalaman: 1.200m di bawah permukaan, tambang nikel terdalam ke-4 di dunia
Logistik Arktik: biaya transportasi $220/ton (dibandingkan rata-rata global $80/ton)

Sebagai produsen nikel terbesar Rusia, Tambang Oktyabrsky merupakan operasi bawah tanah yang signifikan dengan cadangan tersisa yang substansial, dibuktikan dengan perkiraan sisa umur operasional selama 30+ tahun.

Endapan sulfida di tambang tersebut menghasilkan nikel yang jauh lebih murni (dengan kadar 12-15 persen) dibandingkan dengan endapan laterit (dengan kadar 1,5 persen) yang umum di Asia Tenggara.

Menurut para insinyur Norilsk, “Deposit sulfida menawarkan material dengan kadar yang jauh lebih tinggi, meskipun untuk mengaksesnya diperlukan operasi bawah tanah yang lebih padat modal.”

Oktyabrsky telah menerapkan otomatisasi untuk mengatasi tantangan penambangan dalam di kondisi Arktik, dengan sekitar 70 persen operasi pengeboran kini diotomatisasi setelah program peningkatan komprehensif tahun 2022.

Kemajuan teknologi ini telah meningkatkan metrik keselamatan dan efisiensi operasional.

Operasi ini telah mengatasi masalah polusi historis melalui “Program Sulfur” senilai $3,6 miliar, termasuk pemasangan sistem scrubber canggih yang telah mengurangi emisi SO₂ hingga 45 persen sejak tahun 2021.

Meskipun ada perbaikan ini, tambang tersebut masih menghadapi pengawasan lingkungan dari otoritas regional.

10. Tambang Pulau Pakal (Indonesia)
Produksi tahunan: 35.970 ton nikel (2023)
Pemilik: Industri Pertambangan Indonesia
Jenis tambang: Permukaan (brownfield)
Lokasi: Maluku Utara, Indonesia
Ketenagakerjaan: 2.100 pekerja, 85 persen pekerja lokal
Nilai ekspor: $720 juta per tahun

Tambang Pulau Pakal merupakan gambaran semakin pentingnya posisi Indonesia di pasar nikel dunia, beroperasi sebagai operasi penambangan permukaan yang memberikan kontribusi signifikan terhadap hasil nikel negara ini.

Operasi ini memiliki rasio limbah terhadap bijih yang mengesankan, yaitu 1,5:1, lebih rendah dari rata-rata industri, yang meningkatkan efisiensi operasionalnya.

Strategi perluasan lahan terlantarnya telah meminimalkan gangguan ekologis sekaligus meningkatkan kapasitas produksi, menurut laporan keberlanjutan Mining Industry Indonesia.

Pulau Pakal menonjol di antara operasi-operasi di Indonesia karena penerapan energi terbarukannya, dengan sekitar 60 persen operasinya ditenagai oleh pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 15MW.

Inovasi ini mengurangi jejak karbon dan biaya operasional di wilayah dengan keandalan jaringan listrik yang tidak konsisten.

Tambang tersebut baru-baru ini menjalin kemitraan dengan Siemens untuk menerapkan kembaran digital yang meningkatkan efisiensi operasional, yang diharapkan dapat meningkatkan tingkat pemulihan hingga 8-12 persen tambahan ketika beroperasi penuh pada akhir tahun 2024.

(Nuryanti)

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.