TRIBUNNEWS.COM, PAPUA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, diteriaki ‘Bahlil Penipu’ saat burada di area Bandara DEO Sorong, pada Sabtu (7/6/2025) pagi.
Massa aktivis lingkungan juga membawa spanduk menolak kehadiran Bahlil Lahadalia.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI Muhammad Sarmuji menilai, ada dugaan berbagai framing jahat yang muncul kepada Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Ia mengatakan kebijakan-kebijakan yang diambil Menteri ESDM Bahlil Lahadalia berpihak kepada rakyat dan membuka peluang bagi sektor usaha kecil dan menengah (UMKM) tapi merugikan 'pengusaha hitam' khususnya di sektor pertambangan dan Migas.
“Kami menilai kebijakan menteri ESDM agar UMKM mendapat akses yang lebih besar telah menyakiti para pengusaha yang selama inj berpesta di atas tanah negara,” kata Sarmuji, dalam keterangannya Minggu (8/6/2025).
Selama ini, kata Sarmuji, sektor pertambangan nasional cenderung didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar.
Kebijakan yang berlaku sebelumnya lebih banyak menguntungkan kepentingan korporasi, bahkan membuka ruang lebar bagi kepentingan asing melalui kebijakan impor dan lainnya.
Hal itu telah lama menjadi keluhan banyak pihak, terutama pelaku UMKM yang hanya menjadi penonton di negeri sendiri.
“Kebijakan baru ini adalah koreksi penting agar mereka juga bisa menjadi pemain utama di sektor pertambangan nasional,” ucap Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu.
Menurut Sarmuji, kebijakan Menteri Bahlil yang mencabut IUP besar lalu berencana membagi kepada UMKM lokal adalah terobosan yang selama ini dirindukan rakyat.
“Kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia adalah langkah maju untuk mendistribusikan kesejahteraan secara lebih adil. Ini menunjukkan bahwa negara hadir untuk rakyat, bukan hanya untuk segelintir pengusaha besar,” ucapnya.
Lebih lanjut, Sarmuji menyoroti bahwa mafia impor minyak yang selama ini diuntungkan oleh kebijakan sebelumnya juga ikut menyerang Bahlil Lahadalia.
"Mafia impor minyak yang menikmati rente besar juga merasa terancam dengan kebijakan Bahlil yang berusaha menaikkan lifting migas. Mereka ikut menunggangi narasi-narasi miring untuk menggoyang kebijakan yang sebenarnya berpihak pada rakyat,” ujarnya.
Di tengah langkah-langkah progresif Menteri Bahlil, para pengusaha ‘hitam’ yang dirugikan oleh kebijakan ini justru melawan balik dengan berbagai cara.
Mereka bahkan menumpangi isu-isu yang sebenarnya bukan kesalahan Bahlil untuk menggiring opini publik.
“Serangan yang diarahkan kepada Menteri Bahlil bukanlah kritik objektif, melainkan manuver kepentingan yang merasa terganggu. Serangan terhadap Menteri ESDM sudah jauh dari proporsional dan merupakan sebuah framming jahat yang memiliki target politik. Saya menduga ini karena kebijakan tersebut banyak merugikan pengusaha hitam," ujar Sarmuji.
Ia mencontohkan, kasus Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel milik PT Gag Nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang dihentikan sementara oleh Bahlil, izinnya dibuat oleh menteri sebelumnya tetapi kesalahannya dilimpahkan kepada menteri sekarang.
“Jangan sampai publik terjebak pada narasi yang tidak adil. Ini bukan soal pribadi Menteri Bahlil, tetapi tentang bagaimana negara hadir untuk rakyat,” tandasnya.
Lebih lanjut, Sarmuji memastikan Fraksi Partai Golkar DPR RI berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan-kebijakan populis yang berpihak pada rakyat dan mendukung Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam mewujudkan tata kelola pertambangan nasional yang lebih adil dan inklusif.
Kronologi Bahlil Diteriaki Penipu
Massa aktivis lingkungan meneriakkan yel-yel "Bahlil Penipu" saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu berada di areal Bandara DEO Sorong, Sabtu (7/6/2025) pagi.
Pantauan TribunSorong.com, teriakan tersebut pecah ketika Menteri Bahlil Lahadalia melalui seorang utusan meminta perwakilan massa bertemu dengannya di kawasan bandara.
Namun, situasi berubah saat massa hendak memasuki terminal bandara.
Pada pukul 07.02 WIT, Bahlil Lahadalia diketahui keluar melalui pintu belakang bandara, sehingga memicu kemarahan dan kekecewaan para demonstran.
Salah seorang pemuda adat Raja Ampat Uno Klawen menyebut tindakan Menteri Bahlil Lahadalia sebagai bentuk penipuan terhadap rakyat.
"Bahlil penipu, karena dia hanya menyebut satu perusahaan, yaitu PT Gag Nikel, padahal di Raja Ampat ada empat perusahaan besar yang beroperasi," ujar Uno kepada TribunSorong.com.
Menurut Uno, selain PT Gag Nikel, tiga perusahaan lainnya yang masih beroperasi di wilayah Raja Ampat adalah adalah PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama dan PT Mulya Raymon Perkasa.
Uno menilai sikap Bahlil Lahadalia yang menghindar dari massa dan tidak berani berdialog langsung sebagai bentuk ketidakjujuran serta ketidakpedulian terhadap aspirasi masyarakat adat.
"Kami sebagai anak adat Raja Ampat meminta negara jangan tutup mata terhadap permainan elit pusat. Alam kami dirusak dan dirampok atas nama pembangunan," tegasnya.
Aksi tersebut mencerminkan kekesalan warga adat atas kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas tambang, dan harapan agar pemerintah lebih transparan serta berpihak pada kelestarian alam dan hak masyarakat lokal.
Sebelumnya sejumlah aktivis lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Alam dan Manusia Papua menggelar aksi damai saat kunjungan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia di Bandara DEO Sorong, Sabtu (7/6/2025).
Berdasarkan pantauan TribunSorong.com, aksi tersebut berlangsung sekitar pukul 06.22 WIT saat rombongan Menteri Bahlil Lahadalia tiba di area bandara.
Massa terlihat membawa spanduk dan pamflet dengan berbagai tulisan penolakan terhadap aktivitas pertambangan di wilayah Papua, khususnya di Kabupaten Raja Ampat.
Ketika Bahlil Lahadalia memasuki ruang transit bandara, massa langsung membentangkan spanduk di pintu kedatangan sekitar pukul 06.25 WIT.
Mereka juga berorasi lantang, menuntut pencabutan izin konsesi tambang nikel di seluruh pulau-pulau di Raja Ampat.
Para aktivis membawa pamflet bertuliskan tagar #SaveRajaAmpat dan #PapuaBukanTanahKosong, yang mencerminkan keprihatinan mereka terhadap eksploitasi sumber daya alam yang dinilai merusak lingkungan dan mengancam hak-hak masyarakat adat.
Adapun tiga poin utama tuntutan yang disuarakan dalam aksi tersebut adalah:
Mendesak pemerintah agar mencabut izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Raja Ampat secara permanen.
Mendesak Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya agar tidak mengeluarkan izin kelapa sawit di seluruh wilayah adat Papua Barat Daya.
Menolak proyek strategis nasional (PSN) di wilayah Papua Barat Daya dan Tanah Papua secara keseluruhan.