TIMESINDONESIA, JAKARTA – Momentum haji tahun 2025 ini menjadi sesuatu yang istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia karena pelaksanaan ibadah haji tahun ini bertepatan dengan Haji Akbar, yaitu pada saat wukuf di Arafah bertepatan dengan hari Jumat, 5 Juni 2025 (9 Dzulhijjah 1446 H). Dalam ajaran Islam Haji Akbar dianggap memiliki keutamaan yang besar, dengan pahala yang dilipatgandakan oleh Allah Swt.
Secara subtansi, ibadah haji adalah perjalanan suci yang mengajarkan nilai-nilai kesetaraan, keikhlasan, dan kasih sayang universal. Hal ini bisa dilihat pada saat jutaan manusia dari berbagai bangsa dan warna kulit berdiri berdampingan di Padang Arafah atau tawaf mengelilingi Ka'bah, sai dan melontar Jumrah. Disana terlihat seakan tak ada lagi sekat sosial, semua adalah hamba yang setara di hadapan Allah, Tuhan yang Maha Esa.
Haji bukan hanya ritual individual, tetapi membawa pesan besar tentang bagaimana manusia seharusnya hidup, mengimplementasikan ajaran Nabi Ibrahim yang penuh cinta dan kasih sayang terhadap sesama serta tanggung jawab terhadap bumi tempat kita berpijak.
Begitupula, ketika jamaah diajarkan untuk tidak menyakiti sesama, bahkan tidak mencabut daun atau membunuh serangga di Tanah Haram, itu sejatinya ajaran tentang merawat lingkungan kehidupan dalam segala bentuknya.
Manifestasi Cinta Nabi Ibrahim
Bapak agama-agama monoteis, begitulah gelar yang sangat monumental bagi Nabi Ibrahim. Ia bukan hanya dikenal sebagai manusia yang paling dekat dengan Allah khalilullah, tetapi juga sebagai sosok teladan dalam hal keimanan, pengorbanan, dan kasih sayang kepada umat manusia.
Ajaran dan perilakunya bukan hanya mencerminkan ketundukan total kepada Allah, tetapi juga cinta yang mendalam kepada sesama manusia. Dalam konteks ini, kita bisa menyelami beberapa simbol kasih sayang Nabi Ibrahim yang abadi dan relevan hingga kini.
Saat membangun Ka'bah bersama putranya Nabi Ismail, Ibrahim menyadari bahwa rumah ibadah ini nantinya bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk semua manusia yang datang dari berbagai penjuru dunia: "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah bersama Ismail," (QS. Al-Baqarah: 127).
Dari keikhlasannya yang tinggi, Ka'bah kemudian menjadi simbol persatuan, cinta, dan penghambaan kolektif kepada Tuhan yang mengayomi seluruh umat manusia. Jutaan umat manusia yang datang setiap tahun menziarahinya menjadi bukti otentik makna simbolik ini.
Nabi Ibrahim juga dikenal sebagai sosok yang murah hati dan dermawan. Dalam kitab Misykat al-Anwar dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim selalu menyambut tamu dengan penuh keramahan, menunjukkan rasa cinta dan penghormatan kepada sesama, bahkan sebelum tahu siapa sebenarnya tamu itu.
Ia juga senantiasa berdoa bagi keselamatan kaum yang tertindas. Ini mencerminkan bahwa kasih sayangnya tidak terbatas pada keluarga, tetapi juga pada masyarakat luas.
Kisah penyembelihan Ismail adalah puncak dari ujian keimanan Ibrahim. Di baliknya tersimpan kasih sayang mendalam, karena Nabi Ibrahim ingin melahirkan generasi yang taat, tangguh, dan dekat dengan Allah.
Ia mengorbankan perasaan pribadi demi masa depan umat yang lebih baik. Begitulah manifestasi cinta yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim. Kalau ini diamalkan oleh umat Islam secara utuh, niscaya akan tercipta harmoni dan kedamaian dalam kehidupan manusia yang banyak dilanda konflik saat ini.
Haji dan Kesadaran Ekologis
Ibadah haji tidak hanya mengajarkan bagaimana membangun hubungan kedekatan spiritual antara manusia dan Tuhannya, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai ekologis yang sangat kuat. Islam sebagai agama rahmatan lilalamin menjadikan pelestarian alam sebagai bagian dari ibadah.
Banyak sekali teks-teks agama yang mendorong pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan. Pada saat yang sama, dalil-dalil agama juga banyak memberitakan isyarat betapa besar bahaya dan dampak kerugian akibat dari rusaknya lingkungan.
Dalam konteks ibadah haji, terdapat banyak ajaran dan praktik yang menunjukkan perlunya cinta dan kepedulian terhadap lingkungan.
Antara lain, Larangan Merusak di Tanah Haram, mencabut tanaman dan membunuh binatang liar pada saat haji. Di Mekah dan Madinah yang disebut Tanah Haram juga saat ini terdapat larangan untuk menebang pohon tanpa izin, membunuh hewan liar, dan merusak lingkungan secara umum.
Dalam pelaksanaan haji, mandi untuk membersihkan diri secara jasmani, pakaian bebas dari najis, dan tempat tinggal yang bersih adalah hal-hal yang sangat ditekankan. Dengan jutaan jemaah berkumpul, kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan menjadi bagian dari tanggung jawab kolektif yang menunjukkan cinta kepada bumi.
Di padang Arafah dan Mina saat ini pun sudah sangat tinggi kesadaran ekologis dengan ditanamnya banyak pohon penghijauan yang didatangkan dari luar Arab Saudi.
Haji juga mengajarkan kesederhanaan dimana jemaah mengenakan pakaian ihram yang sederhana dan menjalani hidup minimalis selama beberapa hari. Ini mencerminkan pada nilai dan sikap tidak berlebih-lebihan, anti konsumtif dan pengendalian diri. Ini dirasa sangat relevan dalam mengurangi limbah dan jejak ekologis yang menjadi acaman umat manusian saat ini.
Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Arab Saudi dan negara-negara pengirim jemaah, termasuk Indonesia, mulai menerapkan pemisahan sampah, pengurangan plastik sekali pakai, penggunaan kendaraan ramah lingkungan, penyediaan air minum isi ulang dan kebijakan-kebijakan ekologis lainnya. Semua ini menjadi bukti bahwa ibadah dalam skala besar pun dapat dijalankan dengan kesadaran ekologis.
Walhasil, dengan berkumpulnya jutaan umat dari seluruh dunia, haji menjadi peluang untuk menumbuhkan dan menyebarkan kesadaran lingkungan berskala global. Semangat ukhuwah dan persatuan dalam ibadah haji bisa diperluas menjadi ukhuwah ekologis yaitu persaudaraan antar manusia dalam menjaga bumi secara bersama-ama.
***
*) Oleh : Dr. Mulawarman Hannase, MA.Hum., Kabid. Diklat Badan Pengelola Masjid Istiqlal.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.