Marwan Dasopang: Badan Haji Harus Mulai Persiapkan Penyelenggaraan Haji 2026
kumparanNEWS June 08, 2025 02:20 PM
Di tengah malam Mina yang lengang, Sabtu (7/6), Kepala Badan Penyelenggara Haji (BPH) Indonesia Mochamad Irfan Yusuf Hasyim atau yang dikenal Gus Irfan tiba-tiba mendatangi tenda Timwas Haji DPR RI.
Pertemuan mendadak ini berlangsung selama kurang lebih satu setengah jam dengan Pimpinan Komisi VIII DPR RI dan membahas sejumlah evaluasi penting penyelenggaraan haji.
Kehadiran Gus Irfan, menurut Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang, dilakukan secara informal untuk bersilaturahmi sekaligus membahas sejumlah isu strategis haji. Termasuk pembenahan sistem keberangkatan jemaah haji Indonesia pada tahun 2026 mendatang. Sebab, tahun depan pelaksanaan ibadah haji di bawah tanggung jawab BPH.
“Gus Irfan datang, ya silaturahmi sambil memantau keadaan. Kami berbincang soal penyelenggaraan ibadah haji 2026, dari penetapan kuota berangkat hingga kesiapan petugas,” kata Marwan yang juga merupakan Anggota Timwas Haji DPR RI dari Fraksi PKB kepada Parlementaria usai pertemuan tersebut.
Salah satu hal krusial yang dibahas adalah soal lambatnya proses penetapan kuota dan nama-nama jemaah yang akan diberangkatkan, yang berdampak pada ketidakterpaduan penanganan jemaah oleh perusahaan penyelenggara (syarikah).
Hal ini dinilai menyebabkan pemisahan pasangan suami-istri karena tergabung dalam syarikah berbeda.
“Begitu kita tahu kuota dari pihak Saudi, mestinya langsung kita tetapkan siapa yang berangkat. Kalau menunggu keputusan Panja Haji, itu kelamaan. Akibatnya, dalam satu kloter tidak ditangani oleh satu syarikah yang sama,” ungkap Marwan.
Perbesar
Ketua Komisi VIII RI, Marwan Dasopang. Foto: Dok. Timwas Haji
Komisi VIII pun membuka kemungkinan untuk mengubah pola ini ke depan agar penetapan jemaah lebih cepat dan kloter bisa ditangani oleh satu syarikah secara utuh, demi efisiensi dan kenyamanan jemaah.
Selain itu, Marwan menyoroti sistem digital baru yang diterapkan otoritas Arab Saudi melalui platform Nusuk, yang digunakan sebagai basis verifikasi keabsahan jemaah. Menurutnya, meski sistem ini bertujuan baik, namun penerapannya yang mendadak dan ketat justru menimbulkan kebingungan di lapangan.
“Pihak Saudi maupun kita sama-sama gagap. Tapi ini jadi pelajaran berharga. Kita harus mulai membangun komunikasi yang lebih kuat dan saling memahami antara pemerintah Indonesia dan Saudi, terutama dengan Kementerian Haji mereka,” tegasnya.
Marwan juga mengungkapkan bahwa dalam hari-hari terakhir menjelang keberangkatan, sistem Nusuk mulai melonggar dengan memperbolehkan perwakilan jemaah mengurus administrasi, berbeda dengan sebelumnya yang harus dilakukan satu per satu.
Persoalan lain yang dibahas dalam pertemuan malam itu adalah keterlambatan transportasi bus akibat padatnya check point di berbagai jalur menuju Armuzna (Arafah-Muzdalifah-Mina). Hal ini dinilai menjadi tantangan besar dalam menjamin kelancaran mobilisasi jemaah di puncak ibadah haji.
“Transportasi juga tergantung di setiap jalan karena ada check point-check point. Ini akan jadi bagian dari kajian untuk perbaikan ke depan,” jelas Marwan.
Tak kalah penting, Marwan juga mendorong perlunya peningkatan kualitas petugas haji. Ia menekankan bahwa para petugas tidak boleh direkrut secara serampangan, tetapi harus melalui proses pendidikan dan pelatihan yang matang, termasuk simulasi kondisi riil di lapangan.
“Petugas haji kita harus disiapkan dengan diklat minimal tiga bulan. Supaya mereka tahu persis langkah-langkah taktis yang harus dilakukan di lapangan. Bukan asal rekrut,” kata Marwan menutup pembicaraan.