Pemerintah Susun Aturan Pemanfaatan Langsung Panas Bumi
kumparanBISNIS June 08, 2025 06:00 PM
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM tengah menyusun regulasi terkait pemanfaatan sumber daya panas bumi secara langsung.
Hal tersebut tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri (Permen) ESDM tentang Pedoman Pengelolaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung. Penyusunan regulasi ini ditujukan guna memperkuat peran energi bersih dalam mendukung transisi energi dan pembangunan ekonomi hijau.
Direktur Jenderal EBTKE, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan regulasi ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi panas bumi Indonesia melalui pemanfaatan langsung panas bumi secara lebih masif dan berkelanjutan.
Tidak hanya sebagai sumber pembangkitan listrik, lanjut dia, tetapi juga untuk sektor-sektor produktif seperti pariwisata, agrobisnis, dan industri.
“Pemanfaatan langsung panas bumi merupakan wajah baru dari sektor energi bersih yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat dan kelestarian lingkungan. Lebih dari sekadar penyedia energi bersih, panas bumi membuka peluang inovasi bisnis dan industri, mulai dari produksi hidrogen hijau, ekstraksi mineral bernilai tinggi, hingga pengembangan ekowisata berbasis panas bumi,” tuturnya melalui keterangan resmi, dikutip Minggu (8/6).
Penyusunan aturan ini, kata Eniya, didorong oleh kebutuhan kerangka regulasi yang lebih komprehensif dan terintegrasi untuk mendorong pemanfaatan langsung panas bumi secara lebih masif dan berkelanjutan.
PLTP Kamojang yang dioperasikan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Foto: Dok PGE
zoom-in-whitePerbesar
PLTP Kamojang yang dioperasikan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Foto: Dok PGE
Hal yang diatur yakni proses penyelenggaraan pemanfaatan langsung khususnya yang menjadi kewenangan Menteri ESDM, antara lain terkait penyusunan neraca cadangan pemanfaatan langsung panas bumi, penerbitan sertifikat laik operasi (SLO), pembinaan dan pengawasan, konservasi sumber daya, hingga pengaturan harga energi panas bumi untuk pemanfaatan langsung.
Saat ini, sebagian besar pemanfaatan langsung panas bumi masih bersifat pilot project atau inisiatif CSR dari pengembang PLTP, misalnya pengeringan kopi di Kamojang, produksi gula aren di Lahendong, dan budidaya melon dalam rumah kaca di Ulubelu.
Eniya berharap dengan regulasi ini, pemanfaatan langsung panas bumi diharapkan dapat berkembang secara komersial dan berkontribusi signifikan terhadap ekonomi daerah.
“Ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong paradigma baru, yaitu Sustainable Geothermal Development. Suatu pendekatan yang menekankan keseimbangan antara manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan, serta selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs),” tambah Eniya.
Selama satu dekade terakhir, pemanfaatan panas bumi secara tidak langsung telah menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 18,2 triliun, serta bonus produksi Rp 1 triliun yang disalurkan ke daerah penghasil sebagai bentuk keadilan fiskal.
Selain itu, dalam lima tahun terakhir, sektor ini telah menyerap lebih dari 870.000 tenaga kerja langsung dan tidak langsung.
Namun, menurut Eniya, pemanfaatan secara langsung masih memerlukan dukungan regulasi yang kuat agar dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi lokal, mendorong penerimaan sosial atas proyek-proyek PLTP dan memperluas manfaat panas bumi secara langsung bagi masyarakat.
Dia juga menilai, pemanfaatan ini akan mendorong penguatan ekonomi lokal melalui peningkatan nilai tambah produk pertanian, perikanan, dan perkebunan, serta mendorong tumbuhnya ekowisata dan UMKM di sekitar wilayah kerja panas bumi.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.