Kisah Pengamen Biola di Panglima Polim, Jaksel: Lawan Rasa Malu Demi Anak-Istri
kumparanNEWS June 09, 2025 10:41 AM
Seorang pria sambil menenteng biola berjalan ke tengah jalan sekitar kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan. Ia berdiri di atas zebra cross, di persimpangan jalan saat lampu lalu lintas menyala merah.
Di hadapan para pengendara yang tengah berhenti, pria itu memainkan biola yang sedari tadi digenggamnya. Suaranya beradu dengan deru bising knalpot dan mesin kendaraan.
Pria bernama Irfan (29 tahun) itu terus memainkan biolanya. Sesekali ia memejamkan matanya menghayati lantunan biola itu sambil berharap ada pengendara yang mau memberinya uang.
Ia mengaku melakukan hal tersebut demi anak dan istrinya. Saat itu, ia menunjukkan tulisan di biolanya yang berbunyi: Lawan Rasa Malu Demi Anak Istri di Rumah. Ia mengaku baru setahun menekuni alat musik itu.
Sambil matanya berkaca-kaca, Irfan menyampaikan keinginannya untuk mencari pekerjaan yang lebih memadai. Bekerja sebagai pengamen setiap hari dari jam 2 siang hingga 11 malam dan hanya memperoleh Rp 100 ribu diakui masih belum cukup untuk menghidupi anak istrinya.
Sayangnya, ijazah SD yang dikantonginya masih belum bisa membantunya.
"Kita pengin nyari kerja juga pengalaman enggak ada. Emang karena dari kecil udah kebiasaan ngamen. Jadi ya taunya ngamen aja," katanya saat ditemui kumparan, Minggu (8/6).
"Cuma mau gimana lagi. Ya keadaan, pengin nyari kerjaan juga susah. Ijazah enggak ada. Pengalaman begitu-begitu doang. Ditambah udah kemakan usia," lanjut dia.
Irfan mengaku juga sempat didatangi oleh petugas Satpol PP dan Dinas Sosial saat mengamen di jalanan. Tak ada pilihan lain, ia mesti dibawa dan direhabilitasi.
Saat dibina dan ditawari untuk mengikuti pendidikan atau pelatihan, Irfan sempat merasa bimbang lantaran tak ingin meninggalkan keluarganya di rumah.
"Balik lagi kadang yang namanya udah kepala rumah tangga, seumpamanya kita ngambil kegiatan kita di sana, bingung anak bini nanti di rumah," ucap Irfan.
"Apalagi yang ibarat kata apes gitu kena [tangkap] Dinas Sosial itu, yaudah kita mikirnya cuma satu doang, 'ini anak bini gimana ya besok ya makan gue ketangkap begini.' Tapi, ya balik lagi, ya emang udah risikonya. Siapa suruh jadi pengamen," imbuhnya dengan rasa sesal.
Kendati begitu, Irfan kini tetap menjalani pekerjaannya tanpa rasa malu meski mengamen dilarang di lampu merah. Demi anak dan istri di rumah, siang hingga malam di jalanan tetap ditempuhnya untuk keluarga.
Dengan kondisi saat ini, ia berharap, pemerintah pun bisa memberikan wadah bagi pengamen jalanan untuk menyalurkan kreativitas dan bakat mereka.
"Ya kalau untuk saran sih lebih baik dikasih ranah juga untuk anak-anak jalanan. Ya supaya tetap bisa cari uang, tapi juga enggak langgar peraturan gitu," pungkasnya.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.