TRIBUNNEWS.COM - Puluhan siswa SMA dari tiga kabupaten di Jawa Barat, yaitu Purwakarta, Subang, dan Karawang, berkumpul di Markas Kodim 0619 Purwakarta, pada Senin (9/6/2025) pagi.
Mereka akan berangkat mengikuti program pembinaan karakter selama tiga pekan di barak militer Rindam Bandung.
Sebanyak 45 siswa itu terpilih mengikuti gelombang kedua dari Program Pendidikan Berkarakter Semi Militer yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Mereka merupakan siswa dengan latar belakang kenakalan remaja, mulai dari bolos sekolah, merokok, hingga terlibat tawuran.
Namun, pemberangkatan para siswa ke barak militer ini tak disambut dengan sorak sorai.
Justru isak tangis dan pelukan haru antara anak dan orang tua mengiringi kepergian mereka.
"Senang sih, biar anak jadi lebih baik, disiplin. Tapi sedih juga, tiga minggu bukan waktu yang sebentar."
"Biasanya bareng terus, sekarang harus pisah," ujar Caswati, orang tua siswa asal Subang, dengan mata berkaca-kaca kepada wartawan, dilansir Tribun Jabar, Senin (9/6/2025).
Perasaan serupa dirasakan oleh Cicih, orang tua dari siswa asal Purwakarta.
"Waktu awal daftar karena emosi, tapi pas anak mau berangkat rasanya sedih juga. Tapi saya berharap sepulang dari sana, dia berubah."
"Selama ini susah bangun, suka begadang, merokok. Ya, walaupun nakal, tetap anak saya," ujar Cicih.
Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein, mengatakan bahwa ratusan orang tua telah mendaftarkan anak-anaknya ke dalam program ini.
Akan tetapi, tak semua bisa ikut serta mengikuti program pendidikan karakter karena ada seleksi ketat.
"Ini gelombang kedua, total ada 45 siswa. Purwakarta menyumbang 19 siswa, sisanya dari Subang dan Karawang. Banyak yang daftar, tapi harus seleksi ketat."
"Kami pastikan siswa dan orang tuanya benar-benar siap, baru kita kirim ke Rindam," ujar pria yang akrab dipanggil Om Zein tersebut.
Sementara itu, kebijakan Dedi Mulyadi mengirim siswa ke barak militer menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Salah satu orang tua murid yang berasal dari Kabupaten Bekasi, Adhel Setiawan, mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).
Ia mengadukan Dedi Mulyadi atas kebijakan siswa bermasalah dikirim ke barak militer.
"Kami memasukkan (aduan) ke Bareskrim mengenai unsur-unsur pidana terkait dengan kebijakan Dedi Mulyadi," ucap Adhel kepada wartawan.
Sejumlah barang bukti turut dibawa sebagai bahan aduan ke Bareskrim Polri,
Menurutnya, Dedi Mulyadi diduga melanggar Pasal 76 H Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara selama 5 tahun.
"Salah satu pasal yang kami masukkan itu di UU Perlindungan Anak di Pasal 76 H, itu kan jelas-jelas melarang pelibatan anak-anak untuk kegiatan militer," sebut Adhel.
Pelapor memandang kebijakan-kebijakan Dedi Mulyadi tersebut tidak memiliki dasar hukum, bukan sekadar surat edaran.
Adhel berharap aduan yang dilayangkan dapat dikaji oleh Bareskrim Polri.
"Jadi Dedi Mulyadi ini kami anggap melaksanakan negara kekuasaan, bukan negara hukum, semau-mau dia aja," lanjutnya.
Pelapor dijadwalkan akan kembali datang ke Bareskrim Polri untuk melengkapi bukti aduannya.
"Nanti dalam seminggu ini nanti dikonfirmasi lagi sama pihak Bareskrim untuk digelar dan untuk ditentukan apa saja bukti-bukti yang kurang atau perlu dilengkapi," pungkasnya.
(Deni/Reynas)(TribunJabar.id/Deanza Falevi)