TIMESINDONESIA, MALANG – DPRD Kabupaten Malang akan melibatkan aparat penegak hukum untuk menelisik potensi adanya tindak pidana soal alih fungsi lahan dan perizinan Florawisata Santerra de Laponte, yang berada di Pujon Kabupaten Malang.
“Dari dokumen yang kami miliki, Santerra Pujon itu berdiri 2019, baru izin PKKPR Februari 2024, IMB tidak sesuai peruntukan, tidak punya NPWP, juga tidak punya izin alih fungsi lahan pertanian," ungkap Zulham Akhmad Mubarrok, Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Malang, Senin (9/6/2025).
Karena didapati masalah perizinan tersebut, kata Zulham, maka pihaknya meminta pemanggilan terhadap berbagai pihak. Menurutnya, langkah itu ditempuh setelah memperhatikan saran dan masukan berbagai pihak dan elemen masyarakat.
Tak hanya itu, Zulham juga membeberkan sederet dugaan pelanggaran yang dilakukan pihak Santerra de Laponte.
"Wisata Santerra membangun di atas jalur irigasi, sumur bor yang tidak berizin, PT tidak terdaftar di Dirjen AHU, dan yang paling parah tidak punya Amdal Lalin, sampai menyebabkan kemacetan yang sempat viral beberapa waktu lalu itu,” tandasnya.
Sebaliknya, Zulham menyayangkan sikap pihak Santerra yang diduga kuat mengerahkan buzzer di sosial media, dan justru membangun narasi perlawanan kepada pemerintah.
Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan Kabupaten Malang itu juga akan menelisik dugaan keterlibatan oknum Pemkab Malang maupun pejabat, yang selama ini menjadi beking usaha dan memicu pembiaran pelanggaran aturan ini.
“Kami cek nama PT Citra Pesona Alam Raya juga tidak ada di website AHU. Sudah lah, intinya kita beri kesempatan untuk buka semua data dan fakta di forum resmi DPRD saja. Kita juga undang penegak hukum (APH), agar ada saran masukan terkait ada tidaknya tindak pidana,” tegasnya.
Zulham menyatakan geram karena di media sosial dibentuk opini seakan-akan upaya penegakan hukum ini dilakukan karena motif kepentingan.
Ia bahkan meminta bila ada pihak yang bisa membuktikan bahwa ada dugaan suap kepada pejabat negara dibalik beroperasinya Santerra, untuk melapor kepada pihak berwajib. DPRD, kata dia, akan dengan senang hati mendampingi proses penegakan hukum.
“Jangan hanya membentuk narasi negatif. Kalau memang salah, ya akui saja salah, kenapa harus melawan dengan mengerahkan buzzer dan netizen bayaran. Sudah salah kok melawan upaya penegakan hukum,” kata Zulham.
Sementara itu, anggota Komisi II DPRD Kabupaten Malang dari Fraksi Gerindra Muhammad Ukasyah Ali Murtadlo menambahkan, alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan memiliki konsekuensi hukum yang serius.
Dikatakan, bahwa alih fungsi lahan pertanian masuk ranah pidana jika lahan tersebut termasuk dalam Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, sebagaimana dilindungi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
“Pasal 72 UU ini menyatakan bahwa orang perseorangan yang melakukan alih fungsi LP2B dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.” ujar Ukasya.
DPRD Kabupaten Malang, kata Ukasya, selama ini berupaya mencari solusi agar tidak timbul masalah baru, terkait dengan warga setempat yang mencari nafkah dari Santerra.
Tetapi, menurutnya di kemudian hari ada indikasi manajemen Santerra justru menggunakan warga sebagai tameng hidup dan mengadu mereka dengan pemerintah untuk menutupi kelalaiannya, dalam memenuhi kewajiban perizinan dan ketentuan hukum.
“Solusi yang terbaik kita akan hadirkan semua pihak terkait dan duduk bareng, karena kalau isu ini dibiarkan terus berkembang maka semua pihak akan dirugikan. Saya sarankan manajemen Santerra tidak melakukan manuver-manuver pencitraan yang akan memicu tindakan hukum dan justru merugikan mereka,” kata Ukasya.
TIMES Indonesia mencoba mengkonfirmasi terkait sorotan tajam anggota DPRD Kabupaten Malang, kepada pemilik Santerra de Laponte, Abdul Mutholib.
Saat dimintai tanggapan sejak Minggu (8/6/2026), Abdul Mutholib mengarahkan untuk menghubungi langsung staf manajernya.
"Besok sama pak Tio ya, pak," jawabya, Minggu (8/6/2026) malam.
Akan tetapi, hingga berita ditulis pesan konfirmasi melalui Whatsapp yang dikirim kepada staf bersangkutan, juga panggilan langsung, tidak ditanggapi sam sekali. (*)