Eks Staf Khusus Menaker Hanif Dhakiri Mangkir Panggilan KPK Terkait Kasus TKA Kemnaker
Hasanudin Aco June 11, 2025 11:33 AM

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan staf khusus eks Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri, Luqman Hakim, mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (11/6/2025) kemarin.

Anggota DPR periode 2019–2024 itu seharusnya diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tahun 2019–2024 dan penerimaan gratifikasi.

"Saksi LH (Luqman Hakim) Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan (Hanif Dhakiri), berhalangan hadir karena sakit," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).

Penyidik KPK juga memanggil dua mantan stafsus di Kemnaker yakni Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo.

Dua bekas stafsus mantan Menaker Ida Fauziyah itu soal duit pemerasan terhadap tenaga kerja asing (TKA) yang mengalir ke sejumlah pihak.

"Para saksi didalami terkait tugas dan fungsinya, pengetahuan mereka terkait dengan pemerasan terhadap TKA dan pengetahuan mereka atas aliran dana dari hasil pemerasan," kata Budi.

KPK sebelumnya menyatakan ada keterkaitan Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah dalam kasus pemerasan ini.

KPK pun berencana memanggil dua eks menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

"Sudah saya sampaikan berjenjang juga, dari Pak Menteri HD atau IF, tentunya pasti akan kita klarifikasi kepada beliau-beliau terkait praktik yang ada di bawahannya, karena secara manajerial beliau-beliau adalah pengawasnya," kata Plt Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo dalam keterangannya, Jumat (6/6/2025) lalu.

Salah satu alasan KPK berencana memeriksa Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah adalah karena tempus perkara yang sedang diusut dimulai periode 2019 hingga 2024.

Dalam rentang waktu tersebut, Kemnaker dipimpin oleh Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah.

Budi mengatakan pemeriksaan terhadap Hanif dan Ida diprioritaskan guna mengungkap lebih jauh perkara pemerasan TKA yang sedang diusut.

"Apakah praktik itu sepengetahuan atau seizin, atau apa perlu kita klarifikasi sangat penting untuk kita laksanakan. Sehingga pencegahan juga in line dari atas ke bawah, bahwa menteri bersih ke bawahnya juga bersih," sebut Budi.

KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus ini:

1. Suhartono (SH), selaku Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tahun 2020–2023

2. Haryanto (HY), selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja 
Asing (PPTKA) tahun 2019–2024; kemudian diangkat menjadi Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker tahun 2024–2025

3. Wisnu Pramono (WP), selaku Direktur PPTKA Kemnaker tahun 2017–2019

4. Devi Angraeni (DA), selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan 
PPTKA tahun 2020–Juli 2024 kemudian diangkat menjadi Direktur PPTKA Kemnaker tahun 2024–2025

5. Gatot Widiartono (GTW), selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta dan PKK tahun 2019–2021; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPTKA tahun 2019–2024; serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat PPTKA Kemnaker tahun 2021–2025

6. Putri Citra Wahyoe (PCW), selaku Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker tahun 2019–2024

7. Jamal Shodiqin (JMS), selaku Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker tahun 2019–2024

8. Alfa Eshad (ALF), selaku Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker tahun 2019–2024

Delapan tersangka tersebut belum ditahan KPK.

 Namun mereka sudah dicegah bepergian keluar negeri sejak Rabu (4/6/2025).

Dalam kasusnya, para tersangka diduga meminta sejumlah uang kepada para agen penyalur calon TKA. Permintaan uang itu agar izin kerja calon TKA bisa diterbitkan.

Total, dari 2019 hingga 2024, para tersangka telah meraup uang hingga Rp53,7 miliar.

Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka dan juga dibagi-bagikan kepada sejumlah pegawai di Kemnaker.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor.

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.