KKP Tegaskan Pulau Kecil Tak Boleh Ditambang, Termasuk Raja Ampat
kumparanBISNIS June 12, 2025 12:40 PM
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan kegiatan pertambangan tidak boleh menjadi prioritas di wilayah pulau-pulau kecil, termasuk lima pulau di Raja Ampat yang sempat memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Ahmad Aris, menyatakan kelima pulau tersebut masuk kategori pulau sangat kecil dan secara hukum seharusnya tidak dialokasikan untuk kegiatan tambang.
Menurut Aris, definisi pulau sangat kecil merujuk pada ketentuan dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), yakni pulau dengan luas di bawah 100 km persegi atau kurang dari 10.000 hektare. Kelima pulau di Raja Ampat yang sempat memiliki IUP, katanya, masuk dalam kategori tersebut.
“Karena di UNCLOS menyatakan bahwa pulau yang ukurannya di bawah 100 km persegi atau di bawah 10.000 hektare, itu namanya tiny island, pulau sangat kecil,” kata Aris kepada wartawan di Kantor KKP, Rabu (11/6).
Ia menegaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, kegiatan pertambangan tidak diprioritaskan dalam pengelolaan pulau kecil. Undang-undang tersebut mewajibkan pemerintah daerah mengutamakan sembilan kegiatan yang disebut dalam Pasal 23 sebelum mempertimbangkan penggunaan ruang untuk sektor lain seperti tambang.
Perbesar
Piaynemo, Raja Ampat. Foto: Shutterstock
“Disebutkan di Pasal 23 bahwa kegiatan pertambangan merupakan kegiatan yang tidak diprioritaskan. Itu artinya bahwa diprioritaskan dulu kegiatan-kegiatan selain pertambangan,” tegas Aris.
Selain itu, ia menyebutkan ketentuan larangan eksploitasi tambang di pulau kecil juga termuat dalam Undang-Undang Nomor 27, Pasal 35 huruf K, yang melarang pertambangan apabila secara teknis menyebabkan kerusakan lingkungan atau dampak sosial. Ketentuan ini pun telah diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi.
“Bahkan di Undang-Undang 27 Pasal 35 huruf K dilarang melakukan pertambangan di pulau-pulau kecil, apabila secara teknis mengakibatkan kerusakan lingkungan, memberikan dampak sosial, itu dilarang. Bahkan itu sudah ada putusan MK bahwa itu tidak diperbolehkan,” ungkapnya.
Pernyataan ini muncul di tengah sorotan publik atas keputusan Presiden Prabowo Subianto yang mencabut empat IUP nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keempat perusahaan yang dicabut izinnya beroperasi di kawasan geopark dan pulau kecil, yakni PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Nurham.
Langkah pencabutan ini dinilai sejalan dengan perlindungan pulau-pulau kecil yang selama ini didorong oleh KKP. Aris mengatakan, IUP yang telah dicabut tersebut memang berada di wilayah yang seharusnya tidak diprioritaskan untuk aktivitas ekstraktif seperti tambang, apalagi jika kawasan tersebut memiliki peran penting dalam ekosistem pesisir dan laut.
Sementara itu, meskipun kegiatan tambang tidak diprioritaskan dan bahkan dilarang jika merusak lingkungan, dalam praktiknya, sejumlah perusahaan tetap memperoleh izin melalui celah regulasi, terutama ketika lokasi berada di dalam kawasan hutan. Dalam konteks ini, Aris menjelaskan kewenangan perizinan di kawasan hutan berada di tangan Kementerian Kehutanan, bukan KKP.
“Karena lokasi yang ditambang ini adalah semua kawasan hutan, jadi memang di dalam sistem OSS itu, untuk kawasan hutan itu kewenangannya ada di Kementerian Kehutanan, perizinannya. Kalau kami itu memberikan perizinan di pada areal penggunaan lainnya. Itu tentunya sesuai dengan rencana tata ruang,” pungkasnya.