TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian angkat bicara terkait derasnya kritik atas pembentukan Sekolah Teknik IPB. Sekolah teknik diklaim dekanat sebagai transformasi Fakultas Teknologi Pangann (Fateta) IPB.
Terkait rencana perubahan ini, Hetifah berpandangan, prinsipnya Komisi X DPR menekankan pentingnya prinsip good university governance yang mengedepankan transparansi, partisipasi, dan dialog dalam pengambilan keputusan strategis di perguruan tinggi.
“Kita perlu melihat lebih jauh, bahwa rencana kebijakan perubahan ini harus ditempatkan dalam kerangka besar pembangunan nasional, termasuk visi besar Asta Cita dalam memperkuat kedaulatan pangan dan membangun sektor pertanian modern berbasis ristek,” kata Hetifah kepada wartawan, Kamis (12/6/25)
Dalam konteks ini, menurut Hetifah, sebenarnya Fateta IPB memiliki posisi strategis sebagai garda depan dalam pengembangan teknologi pertanian dan agroindustri meskipun muncul kekhawatiran (khususnya dari para alumni senior Fateta) terhadap hilangnya identitas keilmuan dengan melebur ke dalam struktur umum engineering.
“Terkait kebijakan perubahan nomenklatur atau reposisi akademik (Fateta menjadi School of Engineering ini) menurut saya, tetap harus didasarkan pada kajian ilmiah yang kuat, relevansi masa depan, dan tetap menghormati nilai historis serta karakter keilmuan yang telah lama melekat,” beber Politikus Partai Golkar ini
Lebih lanjut, bagi Hetifah, aspirasi para alumni dan tokoh Fateta, sebenarnya sejalan dengan semangat Asta Cita yang menekankan kesinambungan, penguatan kapasitas nasional, serta penghargaan terhadap tradisi keilmuan sebagai bagian dari kemandirian bangsa.
“Oleh karena itu, kebijakan ini seharusnya tidak dijalankan secara terburu-buru,” tegas Hetifah.
Atas dasar itu, legislator dapil Kalimantan Timur ini menyerukan kepada pihak kampus, rektorat maupun dekanat, untuk membuka ruang dialog yang inklusif, demokratis, dan berorientasi pada solusi bersama.
“Sehingga teknologi pertanian di Fateta IPB makin berperan dalam mewujudkan pembangunan nasional namun tetap tidak menghilangkan identitas keilmuan,” pungkas Hetifah.
Sebelumnya, Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB University (Fateta IPB) menyatakan bahwa Fateta menjawab tantangan pembangunan sektor pertanian sebagaimana tertuang dalam visi Asta Cita Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Ketua Umum Himpunan Alumni Fateta IPB (HAF), Luhur Budijarso, menegaskan bahwa Fateta dan para alumninya berada di garis depan dalam mendorong sinergi antara riset, inovasi teknologi, dan kebutuhan nyata di lapangan. Pernyataan ini menyikapi betapa pentingnya Fateta dibanding berubah menjadi sekolah teknik.
“Saat ini kita menghadapi tantangan yang luar biasa besar dan pemerintah, Pak Prabowo melalui Asta Cita menekankan betapa pertanian ini menjadi garda terdepan,” ujar Luhur di sela Diskusi Akademik di IPB Convention Centre, Senin (10/6).
“Pertanian akan menjadi garda terdepan sebagaimana arahan Pak Prabowo. Tantangan yang kita hadapi luar biasa besar, dan tidak bisa dijawab oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kolaborasi seluruh elemen: pemerintah, akademisi, alumni, industri untuk menciptakan solusi yang konkret dan berkelanjutan,” tegas Luhur.