TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca, mengaku mengajukan impor gula mentah tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Pengakuan itu disampaikan Eka saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015–2016, dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).
Dalam kesaksiannya, Eka menyebut perusahaannya mengajukan izin impor sebanyak 16.000 ton gula kristal mentah (GKM) hanya kepada Kemendag.
Namun, dalam permohonan tersebut, tidak dilampirkan rekomendasi dari Kemenperin.
“Tidak ada rekomendasi,” jawab Eka saat dicecar jaksa.
Jaksa menanyakan mengapa rekomendasi dari Kemenperin tidak dilampirkan.
Eka berdalih izin datang dari Menteri Perdagangan saat itu.
“Karena ini menurut saya kan datangnya dari Menteri Perdagangan,” katanya.
Eka juga menyebut pengajuan kuota impor dilakukan setelah mendapat informasi dari pihak internal.
“Saya memberikan perkiraan ke Pak Ten setelah mendapatkan informasi dari beliau. Kira-kira kisaran berapa yang bisa kita produksi,” jelasnya.
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Tom Lembong telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 578 miliar dan memperkaya 10 orang akibat dirinya selaku Mendag menerbitkan perizinan importasi gula periode 2015-2016.
Hal ini tertuang dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang sebelumnya, Kamis, 6 Maret 2025.
Menurut jaksa, izin impor GKM yang dikeluarkan Tom Lembong pada periode 2015–2016 diberikan kepada sepuluh perusahaan swasta, termasuk PT Permata Dunia Sukses Utama milik Eka Sapanca.
Berikut daftar penerima izin impor gula kristal mentah yang disebut jaksa dalam sidang Tom Lembong:
Izin tersebut seharusnya memerlukan rekomendasi dari Kemenperin dan hanya boleh diberikan kepada BUMN.
Padahal, lanjut jaksa, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan produsen gula rafinasi yang tidak berwenang mengolah GKM menjadi gula kristal putih (GKP). Izin impor juga diberikan saat musim giling dan produksi gula dalam negeri mencukupi.
“Terdakwa tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok dan stabilisasi harga, yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar,” ujar jaksa.
Dalam kasus korupsi impor gula ini, Tom Lembong dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Ia diduga memperkaya diri sendiri dan sepuluh pihak swasta yang kini juga telah berstatus tersangka.