TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Lamongan telah memanggil oknum pegawai RSUD Ngimbang berinisial M, Selasa (10/6/2025) kemarin dalam skandal dugaan penipuan rekrutmen tenaga kesehatan (nakes) dan non nakes di rumah sakit tersebut.
Pegawai RSUD Ngimbang berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada tahun 2024 itu dituding menjaring hingga 10 (sepuluh) korban dengan iming-iming sebagai karyawan atau pekerja honorer di rumah sakit pelat merah tersebut.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Lamongan, Shodikin membenarkan, pihaknya telah memanggil M. Namun, pemanggilan itu tak dihadiri langsung oleh yang bersangkutan. Sebagai gantinya, hanya pengacara pribadi M yang hadir ke kantor BKPSDM.
"Kami panggil yang bersangkutan, tapi yang datang justru pengacara dengan menunjukkan Surat Kuasa dari M. Padahal ini kan bukan proses hukum, melainkan pembinaan kepegawaian. Seharusnya M hadir sendiri," ujar Shodikin kepada awak media di ruangannya, Jumat (13/6/2025).
Menurutnya, RSUD Ngimbang telah lebih dulu melaporkan dugaan penipuan tersebut ke BKPSDM. Setelah melalui disposisi internal, kasus ini kini menjadi perhatian serius.
Pemerintah Kabupaten Lamongan (Pemkab Lamongan) telah membentuk Tim Terpadu yang terdiri dari BKPSDM, Inspektorat Daerah, Bagian Hukum Setda, dan pihak RSUD Ngimbang.
Tim ini akan menggelar rapat perdana pada Selasa, 17 Juni 2025, di mana M dijadwalkan kembali dipanggil secara langsung. "Kalau perlu, kami bentuk Tim Ahli. Ini serius. Undangannya sudah kami tandatangani dan kirimkan ke M," katanya.
Meski M belum memberi keterangan langsung, dari hasil komunikasi awal melalui kuasa hukumnya, muncul indikasi keterlibatan pihak lain dalam skema penipuan tersebut. BKPSDM menyebut, jumlah korban yang mencapai 10 orang menjadi petunjuk kuat bahwa M tidak bekerja sendiri.
"Dari informasi awal, memang disebutkan ada oknum lain yang turut serta. Tapi kami belum bisa menyebutkan identitas atau inisialnya. Yang jelas, kalau benar, akan kami tindak lanjuti sesuai aturan kepegawaian," tuturnya.
Ia menambahkan, indikasi keterlibatan pihak lain ini akan terus digali. Bila ada unsur pidana, maka proses selanjutnya akan diserahkan kepada aparat penegak hukum (APH).
Saat ditanya soal nasib para korban, yang sebagian besar meninggalkan pekerjaan lama karena percaya janji M, Shodikin menegaskan bahwa hal tersebut di luar tanggung jawab Pemkab Lamongan.
"Kalau korban dijanjikan oleh oknum, itu bukan tanggung jawab kami. Saat ini tidak ada rekrutmen tenaga honorer lagi. Semua proses perekrutan harus melalui jalur resmi, seperti PPPK," katanya.
Ia juga mengingatkan masyarakat agar tak mudah tergiur iming-iming pekerjaan instan, apalagi yang tidak melalui mekanisme resmi. Pemerintah, menurutnya, telah memiliki peta jalan (roadmap).
"Yang jelas dalam menyelesaikan status pegawai honorer melalui skema PPPK, terutama bagi mereka yang tak bisa lagi ikut seleksi CPNS karena usia," ucap Shodikin.
Secara terpisah, Direktur RSUD Ngimbang, dr Abdullah Wasi’an, menegaskan bahwa rekrutmen tersebut bukan bagian dari kebijakan resmi rumah sakit. “Saya pastikan tidak ada perekrutan pegawai. Dan soal itu, sudah saya laporkan ke BKPSDM Lamongan,” ujar dr Wasi'an.
Ia menambahkan bahwa inisial M telah diberikan sanksi internal, yakni dipindahkan ke bagian yang tidak bersentuhan langsung dengan pasien. Yang bersangkutan juga diminta menandatangani surat pernyataan tidak mengulangi perbuatannya.
Tapi pertanyaannya, apakah cukup hanya dengan sanksi administratif untuk menebus kerugian puluhan juta rupiah setiap korban. Respons dr. Wasi’an terkesan defensif. Ia menegaskan bahwa pencatutan namanya adalah ulah oknum dan menolak bertanggung jawab atas nasib para korban.
“Jangan sampai kami dibebani nasib dari sepuluh korban itu. Karena itu bukan kesalahan dari kami tapi oknum,” katanya.
Saat ditanya apakah korban pernah dikumpulkan atau ditemui oleh pihak rumah sakit, Wasi’an menolak menjawab. “Kita tidak punya kewajiban,” ucapnya singkat.
Menurut pengakuan inisial M, dirinya tidak bertindak sendiri. Ia menyebut nama lain, yang diduga sebagai aktor utama, seorang PNS yang kerap mondar-mandir di wilayah Ngimbang.
"Sesuai pengakuan M, dirinya melakukannya itu tidak sendiri. Dia hanya wayang, aktor utamanya ada. Dan aktor utamanya bekerja di salah satu OPD (Organisasi Perangkat Daerah) di Lamongan," kata dr Wasi'an Direktur RSUD Ngimbang.
Sedangkan, satu dari 10 (sepuluh) korban skandal dugaan penipuan rekrutmen nakes dan non nakes, inisial S yang merupakan warga Kecamatan Sukorame mengaku telah menyetorkan uang puluhan juta rupiah kepada seorang oknum pegawai RSUD Ngimbang inisial M.
"Saya sudah setor uang sebesar Rp 65 juta ke M tanpa bukti kwitansi. Kami percaya karena dia bilang punya jalur langsung ke Direktur RSUD Ngimbang," ujar S melalui pesan WhatsApp. (*)