Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut pemerkosaan massal yang terjadi pada Mei 1998 tidak ada buktinya. Kecaman datang dari mana-mana.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Pernyataan mengejutkan dilontarkan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon terkait isu kekerasan seksual dan pemerkosaan massal yang terjadi pada Mei 1998. Dia menyebut kasus itu tidak ada buktinya.
Hal itu dia sampaikan saat wawancara bersama IDN Times. Dia mengkalim, peristiwa pemerkosaan massan 1998 tidak ada buktinya.
"Betul enggak, ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada," ucap Fadli Zon dalam program Real Talk with Uni Lubis, Senin (8/6).
Tak hanya itu, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Fadli Zon juga mengaku pernah membantah keterangan tim pencari fakta yang pernah memberikan keterangan ada pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 98. "Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka tidak bisa buktikan. Maksud saya adalah, sejarah yang kita buat ini adalah sejarah yang bisa mempersatukan bangsa dan tone-nya harus begitu," ujar Fadli Zon.
Diketahui, saat ini pemerintah tengah menggodok penulisan ulang sejarah oleh Kementerian Kebudayaan.
Fadli menyebutkan, penulisan ulang sejarah Indonesia itu akan mengedepankan pendekatan positif ketimbang mencari kesalahan pihak-pihak tertentu dalam sejumlah peristiwa sejarah. "Tone kita adalah tone yang lebih positif. Karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah. Pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa," kata Fadli aat ditemui di Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu (1/6).
Terkait pernyataan Fadli Zon, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, menyampaikan bahwa pernyataan Menteri Kebudayaan itu adalah sebuah kekeliruan yang fatal. "Fadli Zon menyatakan bahwa pemerkosaan selama kerusuhan Mei 1998 adalah rumor, pernyataan ini mengandung kekeliruan yang fatal," kata Usman saat konferensi pers bersama para aktivis perempuan yang digelar secara daring, Jumat (13/6).
Dia bilang, rumor merupakan cerita yang tidak dapat diterima sebagai bukti di pengadilan tanpa adanya otoritas yang mengetahui kebenarannya. Sementara itu, kasus pemerkosaan Mei 98 sudah diakui secara faktual oleh otoritas yang diputuskan bersama Menteri Pertahanan, Menteri Keamanan, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, hingga Jaksa Agung.
"Jadi otoritas yang mengetahui kebenaran peristiwa itu, dengan demikian, pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon kehilangan kredibilitasnya," imbuhnya.
Padahal, kata Usman, kasus pemerkosaan yang terjadi pada kerusuhan Mei 98 itu telah disimpulkan oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM berat. "Jadi kesimpulannya pemerkosaan massal itu ada, dan seluruhnya merupakan pelanggaran HAM," ujarnya.
Karena itu, menurut Usman, pernyataan Fadli Zon justru seperti penyangkalan terhadap sebuah pelanggaran HAM. "Satu saja perempuan diperkosa, itu adalah sebuah tragedi, itu adalah sebuah pelanggaran HAM. Jadi saya kira pernyataan menteri ini lebih tampil sebagai penyangkalan," ucapnya.
Tak hanya Usman Hamid, sejarawan dan aktivis perempuan Ita Fatia Nadia juga ikut merespon pernyataan Fadli Zon itu. Dia menilai, pernyataan Menteri Kebudayaan itu adalah sebuah dusta.
Ita yang pernah menjadi Tim Relawan Kemanusiaan yang digagas Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur bercerita bahwa dia dan relawan lainnya sampai kewalahan menangani banyaknya pemerkosaan di Jakarta pada Mei 1998. "Jadi apa yang disampaikan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, itu adalah sebuah dusta," kata Ita dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Jumat (13/6/2025).
Dia menuturkan, seorang menteri semestinya mengembalikan memori atau ingatan sebagai reparasi untuk menyembuhkan trauma bangsa ini. "Untuk menyembuhkan trauma dari kaum perempuan yang menjadi korban. Tetapi justru dia menegasikan, menyangkal tentang peristiwa perkosaan Mei 1998," kata dia.
Kata Ita,Presiden ke-7 RI Joko Widodo telah menetapkan 12 pelanggaran HAM berat masa lalu pada 23 Mei 2023. Salah satu pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui negara adalah kerusuhan Mei 1998 yang disertai dengan pemerkosaan massal. "Itu lewat temuan rekomendasi PPHAM. Itu bisa dilihat dan di situ ada tentang perkosaan Mei 1998," ucap Ita.
Karena itulah Ita menuntut Fadli Zon untuk menyampaikan permintaan maaf kepada korban karena sampai saat ini para korban masih merasa tertekan.