TRIBUNNEWS.COM - Konflik antara Israel dengan Iran semakin panas sejak negara Zionis itu menyerang Ibu Kota Teheran pada Jumat (13/6/2025).
Tak tinggal diam, Iran pun melakukan serangan balasan dengan meluncurkan serangkaian rudal ke Israel pada Sabtu (14/6/2025).
Akibatnya, 10 warga Israel dilaporkan tewas akibat serangan Iran pada Sabtu malam.
Sementara di Iran, 78 orang tewas dan 320 lainnya dikabarkan terluka dalam serangan Israel.
Dengan memanasnya konflik Israel dan Iran ini, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump sesumbar bisa menghentikan mereka.
Melalui Truth Social, Trump mengatakan akan segera mengakhiri konflik berdarah ini.
"Jika kita diserang dengan cara apa pun, bentuk apa pun oleh Iran, kekuatan penuh dan kekuatan Angkatan Bersenjata AS akan menyerang Anda pada tingkat yang belum pernah terlihat sebelumnya," kata Trump, dikutip dari Reuters.
"Namun, kita dapat dengan mudah mencapai kesepakatan antara Iran dan Israel, dan mengakhiri konflik berdarah ini," lanjutnya.
Meski begitu, Trump tidak merinci mengenai kemungkinan kesepakatan apa pun.
Akan tetapi, Iran tidak begitu mudah mempercayai AS, karena Teheran yakin serangan Israel adalah bentuk sabotase perundingan nuklir dengan Washington.
Presiden Iran, Masoud Pezeshkian pun mengkritik AS atas dukungan mereka terhadap tindakan Israel.
Pezeshkian mengatakan bahwa strategi Amerika untuk memaksakan tuntutan kepada Iran melalui tekanan dan agresi telah terbukti gagal.
Ia pun mencatat bahwa meskipun sebelumnya mengklaim bahwa Tel Aviv tidak akan bertindak tanpa izin Washington, namun AS mendukung serangan Israel terhadap Iran.
"Hari ini mereka mendukung serangan Israel terhadap Iran dan berpikir mereka dapat memaksakan tuntutan mereka kepada kami melalui tekanan," kata Pezeshkian, dikutip dari IRNA.
Ia mengatakan Iran tidak meragukan kemampuan dan haknya untuk mempertahankan diri terhadap agresi apa pun yang menargetkan kedaulatan dan rakyatnya.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi mengatakan pihaknya tidak ingin konfliknya dengan Israel meluas ke negara-negara tetangga kecuali situasinya dipaksakan.
Araghchi menyebut bahwa tanggapan Iran atas Israel didasarkan pada pembelaan diri.
Ia menambahkan bahwa serangan terhadap Israel akan berakhir setelah Israel menghentikan kampanye militernya terhadap Republik Islam tersebut.
"Kami membela diri; pembelaan kami sepenuhnya sah," kata Araghchi, dikutip dari Al Arabiya.
"Pembelaan ini adalah tanggapan kami terhadap agresi. Jika agresi berhenti, tentu saja tanggapan kami juga akan berhenti," tambahnya.
Araghchi juga mengatakan bahwa Teheran memiliki bukti yang menunjukkan pasukan AS mendukung kampanye pemboman hebat yang dilancarkan Israel terhadapnya minggu ini.
"Kami memiliki bukti kuat tentang dukungan pasukan Amerika dan pangkalan Amerika di kawasan tersebut terhadap serangan pasukan militer rezim Zionis," tutupnya.
Sementara itu, Houthi dari Yaman mengatakan bahwa mereka juga ikut terlibat dalam serangan di Jaffa, Israel pada Minggu (15/6/2025).
Houthi mengaku telah menembakkan beberapa rudal balistik dalam 24 jam terakhir, pertama kalinya sekutu Iran bergabung dalam pertempuran tersebut.
Teheran telah memperingatkan sekutu Israel bahwa pangkalan militer mereka di kawasan itu juga akan diserang jika mereka membantu menembak jatuh rudal Iran.
Namun, perang selama 20 bulan di Gaza dan konflik di Lebanon tahun lalu telah menghancurkan proksi regional terkuat Teheran, Hamas di Gaza dan Hizbullah di Lebanon, sehingga mengurangi pilihannya untuk melakukan pembalasan.
Dikutip dari Reuters, media Israel mengatakan sedikitnya 35 orang hilang setelah serangan udara menghantam Bat Yam, sebuah kota di selatan Tel Aviv.
Seorang juru bicara layanan darurat mengatakan sebuah rudal menghantam gedung 8 lantai di sana dan meskipun banyak orang berhasil diselamatkan, ada pula korban jiwa.
Sejauh ini, setidaknya 13 orang di Israel telah tewas dan lebih dari 300 lainnya terluka sejak Iran melancarkan serangan balasan pada hari Jumat.
Dalam serangan pertama yang nyata-nyata menghantam infrastruktur energi Iran, kantor berita Tasnim mengatakan Iran menghentikan sebagian produksi di South Pars, ladang gas terbesar di dunia, setelah serangan Israel menyebabkan kebakaran di sana pada hari Sabtu.
Ladang South Pars, lepas pantai di provinsi Bushehr selatan Iran, merupakan sumber sebagian besar gas yang diproduksi di Iran.
Kekhawatiran mengenai potensi gangguan pada ekspor minyak di kawasan tersebut telah mendorong harga minyak naik 9 persen pada hari Jumat, meskipun Israel tidak memasok minyak dan gas Iran pada hari pertama serangannya.
Israel memandang program nuklir Iran sebagai ancaman terhadap keberadaannya, dan mengatakan pemboman itu dirancang untuk mencegah langkah terakhir menuju produksi senjata nuklir.
Teheran menegaskan program tersebut sepenuhnya bersifat sipil dan tidak bermaksud membuat bom atom.
Namun, pengawas nuklir PBB melaporkan Iran minggu ini telah melanggar kewajiban berdasarkan perjanjian nonproliferasi global.
(*)