Sekolah Favorit vs Nonfavorit: Bukti Kesenjangan Pendidikan Indonesia
Rendi Putra Pratama June 15, 2025 06:20 PM
Setiap sekolah seharusnya mampu menyediakan kualitas pendidikan yang memadai bagi semua siswa, di mana pun lokasinya. Hal ini dapat tercapai jika pemerintah, sebagai pemangku kebijakan dan penyokong dana, memberikan dukungan untuk akses pendidikan. Namun, kenyataannya, pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata setara. Sekolah-sekolah dari berbagai jenjang, seperti SD, SMP, hingga SMA, telah mengalami segmentasi siswa akibat kesenjangan kualitas antar-sekolah. Ada sekolah yang diberi label “sekolah favorit,” sementara lainnya hanya menjadi pelengkap atau pilihan terakhir, tempat “pembuangan” siswa yang dianggap kurang berprestasi secara akademis. Ini merupakan ironi pendidikan di Indonesia yang sampai sekarang belum teratasi.
Infrastruktur Pembelajaran yang Memadai di “Sekolah Favorit”
Sekolah yang dianggap favorit oleh banyak siswa dikenal memiliki infrastruktur yang baik dan lengkap untuk mendukung kegiatan belajar. Selain itu, tersedia tenaga pendidik berkualitas yang dianggap mampu membentuk siswa berprestasi. Kegiatan di luar kelas, seperti ekstrakurikuler, juga disediakan untuk melatih keterampilan siswa di luar akademik. Kegiatan ini membutuhkan fasilitas yang memadai agar siswa dapat mengembangkan hobi dan minatnya secara optimal. Oleh karena itu, masuk ke sekolah favorit cukup sulit; siswa harus memiliki nilai yang memenuhi syarat untuk diterima. Mereka berlomba-lomba meraih nilai tinggi demi melanjutkan pendidikan di sekolah yang dianggap berkualitas. Persepsi umum adalah bahwa bersekolah di sekolah favorit menjamin masa depan yang lebih cerah dibandingkan sekolah nonfavorit.
Marginalisasi Sekolah Nonfavorit
Ilutrasi sekolah pinggiran (sumber: pexels.com/Raiza Azkaril)
zoom-in-whitePerbesar
Ilutrasi sekolah pinggiran (sumber: pexels.com/Raiza Azkaril)
Sebaliknya, sekolah nonfavorit kurang diminati oleh siswa dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Sekolah ini dianggap memiliki kualitas lebih rendah dibandingkan “sekolah favorit,” dengan proses penerimaan yang relatif lebih mudah. Fasilitas pembelajaran di sekolah ini sering kali tidak memadai, dan tenaga pendidiknya dianggap kurang kompeten dalam mengajar. Akibatnya, muncul anggapan bahwa sekolah nonfavorit tidak mampu menghasilkan siswa berprestasi. Bahkan, ada pandangan bahwa siswa di sekolah ini cenderung memiliki perilaku negatif, seperti suka tawuran, berkelahi, kurang sopan, atau melakukan tindakan tidak terpuji lainnya. Sekolah nonfavorit menjadi alternatif terakhir siswa apabila tidak diterima di sekolah favorit mana pun. Hal ini yang membuat sekolah ini seakan menjadi tempat “pembuangan” yang menampung siswa-siswa yang tertolak sekolah favorit. Hal ini menjadi kekhawatiran bagi orang tua, yang tidak ingin anak mereka bersekolah di tempat yang dianggap tidak layak dan kurang menjamin masa depan.
Penutup
Kontras antara kualitas sekolah favorit dan nonfavorit menjadi bukti nyata adanya kesenjangan pendidikan di Indonesia. Perbedaan ini tidak hanya memengaruhi prestasi akademis siswa, tetapi juga membatasi peluang mereka di masa depan, menciptakan siklus ketidaksetaraan yang sulit diputus. Sekolah favorit, dengan sumber daya yang unggul, terus menghasilkan lulusan yang kompetitif, sementara sekolah nonfavorit tertinggal, memperdalam jurang sosial dan ekonomi. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, pendidik, dan masyarakat agar setiap sekolah dapat menyediakan pendidikan berkualitas, tanpa memandang statusnya. Pemerintah harus mengalokasikan sumber daya dan memberlakukan kebijakan yang memprioritaskan sekolah-sekolah yang kurang terlayani, sementara pendidik perlu menerapkan metode pengajaran inklusif untuk memenuhi kebutuhan beragam siswa. Karena setiap siswa deserve good quality of education. Tanpa langkah nyata, kesenjangan ini akan terus menghambat terciptanya sistem pendidikan yang adil dan merata bagi semua anak Indonesia.
Penulis: Rendi Putra Pratama, Mahasiswa S1 Antropologi UGM
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.