Perang Israel-Iran Berpotensi Ganggu 20 Persen Pasokan Minyak Mentah Dunia
kumparanBISNIS June 15, 2025 08:40 PM
Perang Israel dan Iran yang semakin memanas berpotensi mengganggu 20 persen pasokan minyak mentah dari kawasan Teluk Persia. Baik karena tersendatnya produksi maupun gangguan logistik.
Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), Hadi Ismoyo, mengatakan konflik di Timur Tengah kemungkinan menghambat jalur logistik di Selat Hormuz.
"Jelas akan menghilangkan pasokan sekitar 20 persen minyak dari kawasan teluk. Walau ada jalur alternatif di Laut Merah juga akan di ganggu Haouthi proxy Iran," jelasnya kepada kumparan, Minggu (15/6).
Oleh karena itu, dia memprediksi akan terjadi kenaikan harga minyak mentah di pasar internasional, yang juga akan mengerek harga minyak mentah Indoneia (Indonesia Crude Price/ICP) yang disesuaikan setiap bulan.
"Sehingga minyak dunia akan terkerek naik secara signifikan. Otomatis karena formula ICP juga mengacu pergerakan minyak dunia, ICP juga akan naik signifikan," ungkap Hadi.
Jika eskalasi konflik terus meningkat, Hadi memperkirakan harga minyak mentah akan terus naik ke koridor kesetimbangan baru, dengan rata-rata di kisaran USD 75-85 per barel secara tahunan.
"Bahkan kalau pihak pihak terkait seperti PBB, USA, Rusia, China dan GCC (Gulf Cooperation Council) sendiri tidak bisa menghentikan perang ini maka koridor baru itupun bisa terlampaui," tutur Hadi.
Sebagai mitigasi konflik geopolitik yang selalu berdampak pada harga komoditas minyak mentah, Hadi menyebutkan pemerintah sudah seharusnya mulai mengurangi ketergantungan impor dengan beralih kepada gas bumi.
Dia menyebutkan, minyak mentah atau BBM yang mayoritas diimpor ini bisa berkurang jika Indonesia konversi kepada bahan bakar gas (BBG). Selain di sektor transportasi, gas bumi juga bisa menjadi alternatif LPG, yang saat ini kebanyakan juga diimpor.
"Program Konversi BBM/LPG ke Gas yang digagas sejak SBY seharusnya dihidupkan lagi, supaya kita terbebas dari ketergantungan impor BBM dan LPG. Kita mempunyai resources gas yang cukup besar, hanya sedikit kita punya resources minyak dan LPG," tegas Hadi.
Dengan begitu, Hadi meminta pemerintah lebih menggencarkan kembali pembangunan infrastruktur gas bumi dengan masif, meliputi Terminal Regasifikasi FRSU, jaringan pipa transmisi dan distribusi, termasuk dan tidak terbatas jaringan pipa konvensional maupun virtual.
"Membawa gas dari Indonesia Timur, seperti Tangguh III, Kasuri, Masela, Geng North, IDD dan Andaman Sea Gas Discovery ke Pusat-pusat Industri di Jawa," pungkasnya.
Sebelumnya, Iran telah menghentikan sebagian produksi gas di lapangan gas terbesar di dunia, South Pars, setelah serangan Israel menyebabkan kebakaran di sana pada Sabtu (14/6) waktu setempat.
Dikutip dari Reuters, Minggu (15/6), ini menjadi serangan Israel pertama terhadap sektor minyak dan gas (migas) di Iran. Serangan terhadap lapangan gas tersebut menandai eskalasi besar dalam konflik Israel dan Iran, yang telah mendorong harga minyak mentah naik 9 persen pada Jumat.
Lapangan South Pars terletak di lepas pantai provinsi Bushehr selatan, Iran dan bertanggung jawab atas bagian terbesar produksi gas di Iran, produsen gas terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Rusia. Iran berbagi lapangan gas South Pars dengan Qatar.
Kementerian perminyakan Iran menyebutkan serangan itu menyebabkan kebakaran, yang telah berhasil dipadamkan. Kebakaran terjadi di salah satu dari empat unit Fase 14 South Pars, yang menghentikan produksi 12 juta meter kubik gas.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.