“Ket.rek”, "Kat.rok", "Kot.rek": Sama Susunan Konsonannya tapi Beda Vokal
Mohamad Jokomono June 16, 2025 04:00 AM
(1)
Pernah mendengar kata “ket.rek”? Jujur saja, saya jarang menemukan kata itu dalam pemakaian bahasa Indonesia sehari-hari. Baik dalam tuturan lisan maupun teks tertulis. Saya justru menemukan kata tersebut saat mengisi waktu senggang dengan bermain tebak kata, pada awal Juni lalu.
Perbesar
Hampir selalu ada kata yang jarang terdengan dalam pemakain bahasa sehari-hari, muncul sebagai hasil tebakan kata. (Foto: Mohamad Jokomono)
Kalau kata yang mirip-mirip dengan “ket.rek”, seperti “kat.rok”, saya malah pernah mendengarnya. Itu yang kerap diucapkan Tukul Arwana di sela-sela candanya saat “Bukan Empat Mata” dalam rengkuh panduannya, hingga diakhiri penayangannya pada awal 2016. Kata itu untuk menyebut “orang udik atau desa yang belum maju” lengkap dengan atribut memalukan.
(2)
Ada lagi kata “kot.rek”. Yang ini justru secara resmi sudah masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi VI Dalam Jaringan (KBBI VI Daring). Merujuk pada benda berupa batang kawat berulir untuk mencabut sumbat botol dari gabus.
Perbesar
Kotrek adalah alat untuk mencabut tutup botol dari gabus. (Sumber: iStock)
Saya mengakrabi kata “kotrek” bukan dalam konteks rujukan makna ini. Melainkan karena ia menjadi nama panggilan akrab teman sekerja saya (saat masih bekerja dahulu) yang bernama asli Tri Budiyanta. Dia saya kenal sejak sama-sama masih bujangan. Dia lebih muda dari saya sekitar empat tahun. Saya biasa dipanggilnya “Kak Je”.
Ternyata kata “kotrek” ini begitu sarat dengan makna filosofis. Ia bisa berada dalam lingkaran pemaknaan sebagai penyebab perubahan atau transformasi. Seperti halnya kotrek yang berkat kehadirannya sebuah botol anggur yang semula tertutup rapat dengan gabus, bisa terbuka dan merasuk ke dalam cecap penikmatan bersama. Kotrek pun dapat dimaknai sebagai pengubah keadaan ke arah lebih konstruktif.
(3)
Kembali ke kata “ketrek”. Sebagai lema berkelas verba, ia memiliki dua makna pendek, yaitu “goda” dan “pikat”. Kedua bentuk dasar ini menyiratkan suatu tebaran pengaruh agar ada pihak lain mengikuti keinginan pelaku yang menebar goda dan pikat tersebut.
“Goda” merupakan ajakan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak dan harapan dari pelaku. Bisa juga, ia mengusung arti bahwa si pelaku melakukan tindakan yang sedikit menimbulkan gangguan kepada pihak lain.
Adapun “pikat” dapat didekatkan dengan tindak pembujukan atau pancingan kepada pihak lain agar tujuan atau keinginan pelaku dipenuhi.
Misalnya penjual memikat pembeli dengan diskon besar-besaran agar terjadi pembelian yang besar-besaran juga. Atau, polisi memikat gerombolan perusuh dengan tembakan untuk memperkirakan kekuatan persenjataannya lewat respons balasan mereka.
Dan, tentu saja tindakan seorang pemuda memberi bunga kepada seorang gadis adalah juga bagian dari tindakan memikat hati. Setidaknya sebagai strategi awal guna melangkah ke hubungan yang lebih berkomitmen.
Perbesar
Buket mawar merah dari sang pemuda untuk memikat hati si gadis. (Sumber: Shutterstok)
(4)
Prinsip maknawi goda dan pikat, juga berlaku dalam konsep artian “ketrek”. Ada sentuhan upaya menggoda, menarik perhatian lawan jenis. Upaya menggoda itu juga dengan bersuit-suit. Mengeluarkan bunyi siulan. Biasanya merupakan ekspresi spontan yang berangkat dari kekaguman pelaku (pemuda) terhadap gadis (berparas cantik).
Tak bisa dimungkiri. Ini memang perilaku yang sedikit genit. Ekspresi yang agak kurang santun sebetulnya. Ada campur tangan kekurangajaran, meski dalam batas yang belum terlalu parah stadium. Ini bisa dikatakan cara yang termasuk kategori vulgar.
Terus terang, saya belum pernah menemui pemuda-pemuda sekarang ini “mengetrek”, alias menggoda sambil bersuit-suit, kepada gadis cantik yang lewat di depannya. Mungkin anak zaman kini menganggap cara ini sudah ketinggalan kereta kekinian. Mereka mungkin lebih memilih langsung berkenalan sambil meminta nomor WhatsApp.
Tapi, saya masih menyimpan ingatan, ada generasi yang beberapa tahun lebih tua dari saya, di sebuah perdesaan melakukan hal itu. Biasanya keberanian “mengetrek” itu muncul, saat si pelaku kongko-kongko bersama sejumlah teman. Dengan pertimbangan, pastilah si gadis akan berpikir dua kali kalau pengin marah dan menyumpahserapi sang pemuda yang “mengetrek”.
Perbesar
Kalau yang semesra ini, tidak mungkin rasanya bermula dari pendekatan "me.nget.rek". (Sumber: Shutterstock)
Kata “mengetrek” dengan pemilahan silabel “me.nget.rek” (mengalami afiksasi dari bentuk dasar “ket.ret”), berdasarkan KBBI VI Daring, juga bermakna pada kemampuan sang pemuda “menarik hati” atau “memikat hati” sehingga si gadis menyediakan ruang di hatinya untuk sang pemuda itu.
Perbesar
Romantisme asmara di bawah curahan sinar rembulan. (Sumber: Shutterstock)
(5)
Namun, kita perlu membedakan antara “me.nget.rek” (dari lema “ket.rek) dan “me.nge.trek” (dari lema “trek”). Penempatan dalam konteks kalimat akan lebih memperjelas pemahaman.
Kata “mengetrek” dalam konteks kalimat “Pemuda itu mengetrek gadis cantik yang tengah berjalan di hadapannya”, bermakna “menggoda dengan bersuit-suit”. Dan, ketika berada dalam konteks “Pemuda itu belum mempunyai pengalaman memadai soal bagaimana mengetret wanita”, bèrarti “menarik atau memikat hati”.
Sementara itu, kata “mengetrek” dalam konteks kalimat, “Pemain belakang itu mengetrek bola ke arah pemain tengah. Sayang arus bola sodorannya terlalu deras”, tentulah artinya “memberikan bola umpan ke pemain tengah untuk membuka ruang eksekusi ke gawang lawan”. Ini tentu lebih menggiring asosiasi kita pada perguliran proses permainan dalam olahraga sepak bola. ***