TRIBUNNEWS.COM - Pihak Istana Negara angkat bicara mengenai pernyataan kontroversial Menteri Kebudayaan RI (Menbud) Fadli Zon yang menyebut tidak ada pemerkosaan massal pada tahun 1998.
Sebagai informasi, pernyataan Fadli Zon tercetus di tengah berlangsungnya proses penulisan ulang sejarah RI.
Fadli Zon menilai, insiden itu masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan dan belum memiliki dasar bukti kuat.
“Kalau itu, itu menjadi domain pada isi dari sejarawan. Apa yang terjadi? Kita enggak pernah tahu ada enggak fakta keras. Kalau itu kita bisa berdebat,” ujarnya.
Fadli mempertanyakan klaim tentang adanya pemerkosaan massal dalam peristiwa tersebut.
Ia juga mengatakan, sampai saat ini tidak ada bukti konkret yang dapat dipertanggungjawabkan secara historis.
“Nah, ada rudapaksa massa betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Enggak pernah ada proof (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada,” ucapnya dalam wawancara pada Kamis (12/6/2025) lalu, dilansir Tribunnews.com.
Pernyataan ini mengesankan bahwa Fadli Zon merasa sangsi dengan adanya pemerkosaan massal 1998 tersebut, sehingga memancing berbagai reaksi dan spekulasi di tengah masyarakat.
Kata Istana: Biarkan Para Sejarawan Menulis, Baru Diperiksa Bareng-bareng
Menanggapi pernyataan Fadli Zon yang menyebut tak ada pemerkosaan massal 1998, Kepala Komunikasi Kepresidenan/PCO Hasan Nasbi angkat bicara.
Hasan meminta semua pihak memberi waktu bagi para sejarawan untuk menulis terlebih dahulu penulisan ulang sejarah RI yang sudah diwacanakan pemerintah.
Lalu, baru penulisan itu dipantau dan diperiksa bersama-sama.
"Dalam konteks hal yang sedang disusun Kementerian Kebudayaan, mari sama-sama beri waktu para sejarawan untuk menuliskan (sejarah)," kata Hasan, di Gedung Kwartir Nasional, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025), sebagaimana dikutip dari video di kanal YouTube Kompas.com.
"Ini kan sekarang semua dalam proses, dan dalam proses ini terlalu banyak spekulasi-spekulasi yang menyatakan 'ini tidak ada,' 'ini ada,'" lanjutnya.
"Coba kita biarkan para sejarawan ini menuliskan ini, dan untuk nanti kita pantau, kita pelototi, kita periksa bareng-bareng," tambahnya.
Selanjutnya, Hasan meminta agar masyarakat tidak menghakimi penulisan ulang sejarah RI yang saat ini masih berlangsung.
Menurutnya, para ahli sejarah yang dilibatkan dalam proyek pemerintah itu kredibel.
Lebih lanjut, Hasan menekankan bahwa para sejarawan tersebut tidak akan mengorbankan kredibilitas mereka untuk hal-hal yang tidak diperlukan.
"Jadi, kekhawatiran-kekhawatiran semacam ini mungkin bisa jadi diskusi. Tapi, jangan divonis macam-macam dulu. Lihat saja dulu ya, pekerjaan yang sedang dilakukan oleh para ahli sejarah dalam menulis sejarah Indonesia," ujar dia.
Selanjutnya, Fadli Zon menjelaskan bahwa pemerintah hanya akan melanjutkan penulisan peristiwa yang belum tertuang dalam sejarah.
Lalu, jika sudah jadi, draft penulisan ulang sejarah RI ini bisa dikoreksi bersama-sama.
"Karena mungkin terakhir sejarah Indonesia ditulis tahun berapa? Tahun 98, tahun 97-98, dan dari 98 ke sini tidak ditulis lagi. Jadi kita lihat dulu mereka menulis apa, sudah kita punya draft resminya, nanti baru kita koreksi bareng-bareng," ujar Hasan.
(Rizki A.)