Kisah Nurhayati Subakat, Pengusaha Skincare Triliuner yang Tetap Rendah Hati, Tak Suka Flexing
Musahadah June 17, 2025 12:33 AM

SURYA.CO.ID – Di tengah maraknya gaya hidup glamor dan pamer harta, ada satu sosok pengusaha sukses yang tetap bersahaja 

Ia adalah Nurhayati Subakat. 

Meski kekayaannya diperkirakan mencapai Rp24 triliun, ia jauh dari kata “flexing”. 

Nurhayati Tak pernah memamerkan kemewahan, apalagi berperilaku seperti orang kaya baru. 

Bahkan, setiap tahun, ia rutin menyumbang Rp52 miliar untuk kampus almamaternya, Institut Teknologi Bandung (ITB). 

Nurhayati adalah pendiri sekaligus Komisaris Utama PT Paragon Technology and Innovation, perusahaan besar di balik brand kosmetik ternama seperti Wardah, Make Over, Kahf, dan OMG. 

Wanita kelahiran Padang ini dikenal sebagai tokoh penting di industri kecantikan Indonesia. 

Ia juga pernah masuk dalam daftar 100 Tokoh Wanita Paling Berpengaruh dalam sejarah Indonesia. 

Berbekal latar belakang sebagai apoteker, ia memulai bisnisnya dengan penuh idealisme. 

Pada 1995, ia meluncurkan Wardah, kosmetik halal pertama di Indonesia. 

Kini, ParagonCorp telah berkembang pesat. 

Perusahaan ini mempekerjakan lebih dari 10.000 orang dan produknya digunakan jutaan perempuan Indonesia. 

Kekayaan Nurhayati pun melonjak. 

Ia kini masuk jajaran wanita terkaya di Indonesia dan menjadi ikon wirausaha perempuan di Asia. 

Namun, kekayaan itu tak membuatnya lupa daratan. 

Ia dikenal dermawan dan peduli pada dunia pendidikan. 

Selain donasi rutin ke ITB, Nurhayati juga aktif mengembangkan program sosial di perusahaannya. 

Salah satu inisiatifnya yang paling menginspirasi adalah memberangkatkan umrah bagi karyawan yang telah lama mengabdi. 

Atas pencapaiannya, pada 2018, majalah Forbes menobatkannya sebagai salah satu dari 25 Pebisnis Wanita Paling Berpengaruh di Asia. 

Nurhayati Subakat bukan hanya sukses secara materi. 

Ia juga memberi contoh bahwa keberhasilan sejati adalah saat kita bisa berbagi dan memberi dampak positif bagi banyak orang.

Kisah sukses lainnya

Sosok Dika Widia Putra jadi sorotan karena perjalanan hidupnya yang menginspirasi.

Lulusan S2 Universitas Gadjah Mada (UGM) itu memilih untuk jualan bakso sebagai profesinya.

Keputusan Dika untuk jadi penjual bakso semakin bulat setelah ia gagal tes CPNS.

Usaha bakso yang dijalankan Dika semakin sukses, dengan berbekal inspirasi dari bakso di Surabaya.

Warung bakso milik Dika, bernama “Bang Uyo”, berdiri sederhana di parkiran barat Taman Monjali, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dikelilingi rimbunnya pepohonan, warung ini memberikan suasana sejuk yang nyaman bagi para pembeli.

"Saya asal dari kecil di Jepara. Cuman bapak, ibu, simbah dari Sukoharjo," ujar Dika saat ditemui, Jumat (25/4/2025), melansir dari Kompas.com.

Dika menamatkan SMA pada 2015 dan berhasil diterima di Fakultas Peternakan UGM.

Setelah lulus S1, pandemi Covid-19 membuatnya kembali ke kampung halaman di Jepara.

Di sana, ia membantu orangtuanya berjualan bakso sambil sekaligus belajar membuatnya.

"Saya sempat membantu orangtua satu tahunan, berhubung orang tua basic-nya dari kecil emang berdagang bakso di situ saya belajar selama Covid, belajar dari bisnis orangtua," katanya.

Dorongan untuk melanjutkan S2 datang dari orangtuanya yang ingin melihat anaknya mencapai pendidikan pascasarjana.

"Sebenarnya untuk melanjutkan jenjang ke S2 itu kemauan dari orangtua malahan awalnya.

Soalnya bapak itu kepingin walaupun dagang bakso, ingin anaknya bisa sampai pasca sarjana," ungkap Dika.

Dengan bantuan promotor yang bersedia membimbingnya, Dika melanjutkan studi S2 di UGM dan lulus pada April 2024.

Usai lulus, Dika mencoba mengikuti seleksi CPNS dan berhasil lolos SKD. Namun, ia gagal di tahap SKB karena kalah peringkat.

"Di SKB saya kalah perangkingan... Ya udah berarti rejekinya yang peringkat satu," tuturnya.

Ia juga sempat melamar ke beberapa perusahaan swasta, tapi mayoritas penempatan di luar DIY atau Jawa Tengah, sementara ia adalah anak sulung yang perlu dekat dengan orangtua.

Dari kebingungan itu, Dika memilih membuka usaha bakso sendiri di Yogyakarta.

Ia terinspirasi dari bakso berbentuk kotak yang ia temui di Surabaya, lalu memodifikasi konsep tersebut berdasarkan ilmu dan pengalaman dari orangtuanya.

"Bakso kan bentuknya selalu bundar, saya terinspirasi dari yang ada di Surabaya, baksonya bentuknya kotak," kata Dika.

Usaha warung bakso Bang Uyo ia dirikan dengan tabungannya sendiri, menolak tawaran bantuan modal dari orangtua.

"Dulu saya sempat ditawari sama orangtua modal, nggak usah, jangan Bu... saya masih punya tabungan, coba saya maksimalkan," katanya.

Dika menyewa gerobak, mengambil alih kontrak lokasi dari usaha sate klatak yang tutup, dan mengganti seluruh perlengkapan dengan miliknya sendiri.

Modal awalnya tak sampai Rp 10 juta, dengan biaya sewa gerobak hanya Rp 150.000 per bulan.

Meski lulusan S2 dan aktif dalam organisasi semasa kuliah, Dika tidak merasa malu. 

"Saya buang jauh-jauh gengsi, saya buang jauh-jauh malu, yang penting di sini mentalnya kuat dan konsisten," ujarnya.

Ia percaya bahwa berjualan bakso bukan berarti menyia-nyiakan pendidikan tinggi yang ditempuhnya.

"Kalau kata orang eman-eman kuliah sampai S2 kok jualan bakso... saya menerapkan ilmu-ilmu yang saya dapatkan dari S1, S2 saya bawa ke sini," ujarnya.

Dika menyebut latar belakang pendidikannya sangat relevan dengan bisnis baksonya, mulai dari pemilihan daging, teknik membuat bakso yang kenyal, hingga strategi pemasaran dan analisis perilaku konsumen.

"Saya dulu S1, S2 fokus saya di sosial ekonomi peternakan... kepuasan, loyalitas, pemasaran... sangat banyak terbantu," katanya.

Meski sudah merintis usaha bakso sendiri, Dika belum meninggalkan cita-cita menjadi dosen.

Jika ada penerimaan CPNS, ia berencana kembali mendaftar. 

Namun jika diterima, warung bakso miliknya akan tetap berjalan sebagai bentuk kontribusi membuka lapangan kerja.

"Ini kan ada Bang Uyo yang bisa membantu orang lain juga buka lapangan pekerjaan," katanya.

Saat ini ia dibantu satu karyawan tetap, dan satu orang tambahan saat warung ramai. Jumlah pelanggan pun meningkat pesat.

"Alhamdulillah saya buka, sampai sekarang meningkat-meningkat terus. Kurang lebih ya 100-an mangkok (per hari)," pungkas Dika.

Klik di sini untuk untuk bergabung 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.