Kata BPJS Kesehatan Batam Soal Anak Meninggal 2 Jam Usai Keluar dari RSUD Embung Fatimah
Septyan Mulia Rohman June 17, 2025 03:32 PM

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Batam merespons terkait meninggalnya Muhammad Alif Okto Karyanto (12), dua jam setelah keluar dari RSUD Embung Fatimah.

Anak di Batam ini meninggal dunia pada Minggu (15/6) dini hari setelah mendapat pengobatan di RSUD Embung Fatimah karena sesak napas yang ia keluhkan.

Sorotan soal BPJS Kesehatan muncul ketika keluarga Alif memohon kepada tim tenaga kesehatan agar perawatan Alif menggunakan layanan BPJS Kesehatan.

Namun tim medis RSUD Embung Fatimah Batam menyebut jika kondisi Alif masih stabil, meski sempat masuk IGD RSUD Embung Fatimah Batam.

Kepala BPJS Kesehatan Batam, Harry Nurdiansyah melalui Kepala Bagian SDM, Umum, dan Komunikasi BPJS Kesehatan Batam, Ilham mengatakan bahwa penentuan status gawat darurat sepenuhnya berada di tangan dokter yang bertugas di IGD. 

"Yang menentukan kondisi itu emergency atau tidak, sepenuhnya adalah dokter IGD. Mereka yang punya kompetensi. Kami (BPJS) tidak bisa intervensi," ujar Ilham, Selasa (17/6/2025).

Ilham melanjutkan jika dokter menyatakan kondisi pasien masuk kategori gawat darurat, maka seluruh tindakan medis, termasuk rawat inap, akan dijamin oleh BPJS Kesehatan. 

Dalam regulasi dijelaskan bahwa kondisi gawat darurat mencakup keadaan yang berisiko tinggi terhadap nyawa pasien.

Seperti gangguan pada jalan napas, pernapasan, sirkulasi, penurunan kesadaran, dan kondisi medis lainnya yang serupa.

Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, disebutkan bahwa dalam keadaan gawat darurat, rumah sakit wajib memberikan pelayanan tanpa melihat status pasien, apakah peserta JKN, umum, atau tanpa jaminan sama sekali.

Namun jika dokter menilai tidak termasuk kategori tersebut, maka pasien diarahkan ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) atau rawat jalan.

"Ini bukan soal kartu BPJS. Ketika dokter menyatakan itu emergency, kami jamin sebagai pasien emergency. Tapi kalau menurut dokter tidak emergency, kami tidak bisa menjamin karena itu di luar ketentuan," lanjutnya.

Berdasarkan hasil koordinasi pihaknya dengan RSUD Embung Fatimah Batam, penanganan medis terhadap Alif telah dilakukan sesuai prosedur dan pasien dinyatakan dalam kondisi stabil saat dipulangkan. 

"Koordinasi kami ketika kalau dia memang emergency, harusnya ditangani itu, kemudian di rawat inap. Tapi pemeriksaan dokter itu, pasien tak perlu rawat inap. Sudah melakukan prosedur yang dilakukan oleh dokternya. Itu yang kami dapatkan dari RS," terangnya.

Dari keterangan rumah sakit sudah melakukan berbagai tindakan.

Status anak terserbut juga aktif menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Merujuk pada Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 dan Permenkes No. 47 Tahun 2018, Perpres itu menyebut bahwa kegawatdaruratan meliputi kondisi yang mengancam nyawa, gangguan jalan napas, penurunan kesadaran.

Atau membutuhkan tindakan medis segera untuk mencegah kecacatan atau kematian.

RSUD Embung Fatimah Batam Ikut Berduka

Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah Batam sebelumnya mendatangi kediaman Susanto dan Zulifitra, orang tua Muhammad Alif Okto Karyanto (12).

Anak di Batam yang beralamat di Kaveling Sei Lekop, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) itu meninggal dunia pada Minggu (15/6) dini hari, dua jam setelah keluar dari RSUD Embung Fatimah.

Dugaan Alif (12) tak bisa mendapat layanan BPJS Kesehatan atas keluhan sesak napas disebut menjadi penyebab kematiannya.

Meski manajemen RSUD Embung Fatimah Batam telah memberikan penjelasan mengenai layanan kesehatan yang mereka berikan.

"Sekarang kami masih berada di rumah duka, bertemu keluarga alm Alif," kata Ellin, Humas RSUD Embung Fatimah Batam, Selasa (17/6/2025).

Ellin mengatakan kedatangan pihak RSUD ke rumah duka sebagai wujud kemanusiaan untuk memberikan ucapan bela sungkawa kepada keluarga.

Pihaknya berkomitmen memperbaiki pelayanan di RSUD Embung Fatimah Batam agar hal serupa tidak terulang.

"Kami tidak mencari pembenaran atau kesalahan. Tetapi sebagai manusia, kami juga turut berduka atas kejadian yang sudah terjadi," ucapnya.

Sebelumnya, pihak rumah sakit juga sudah bertemu dengan pihak keluarga dan juga perangkat RT/RW dari tempat tinggal keluarga Alif.

Kedatangan mereka hari ini untuk memberikan dukungan kepada keluarga Alif.

Sementara keluarga yang ditemui pihak menajemen sudah menerima apa yang terjadi dan sudah mengikhlaskan kepergian Alif.

Kritik Keras Ombudsman Kepri Buat RSUD Embung Fatimah

Ombudsman Kepri melayangkan kritik keras terhadap RSUD Embung Fatimah Batam terkait meninggalnya seorang anak bernama Muhammad Alif Okto Karyanto (12), warga Kaveling Sei Lekop, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). 

Anak tersebut wafat pada Minggu (15/6), atau dua jam setelah keluar dari RSUD Embung Fatimah Batam.

Pihak rumah sakit sebelumnya dilaporkan tidak bisa memasukkan Alif yang mengalami sesak napas menggunakan BPJS Kesehatan.

Hal ini yang kemudian memantik reaksi sejumlah pihak, khususnya keluarga dan kerabat Alif.

Meski menajamen RSUD Embung Fatimah bahkan Kadinkes Batam, Didi Kusmarjadi menyebut langkah rumah sakit sudah sesuai prosedur.

"Dimana nurani kemanusiaan tenaga medis kita?" tegas Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, Lagat Siadari, Selasa (17/6). 

Ia menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden yang menguak potret buram layanan kesehatan publik di daerah.

"Pasien masuk hampir tengah malam. Sempat dirawat sebentar, tapi kemudian dinyatakan tidak memenuhi syarat rawat inap BPJS dan diminta dirawat secara mandiri. Karena orang tua tidak mampu membayar, anak itu dibawa pulang. Tak lama berselang, ia meninggal dunia," beber Lagat. 

Menurut Lagat, meski secara administratif diagnosa mungkin tak memenuhi kriteria BPJS Kesehatan.

Namun dari sisi kemanusiaan dan profesionalisme kedokteran, ia sangat menyesalkan keputusan manajemen RSUD Embung Fatimah Batam menolak perawatan lanjutan.

"Pasien datang dengan kondisi kritis, lalu ditolak karena BPJS Kesehatan tidak meng-cover? Ini bukan sekadar teknis, ini soal nyawa manusia. Terlebih rumah sakit ini milik pemerintah," tegasnya.

Ia menyoroti adanya potensi penyimpangan dalam standar diagnosa pasien di IGD RSUD Embung Fatimah Batam.

Hal ini menyebabkan diskriminasi terhadap pasien miskin atau yang masuk di luar jam layanan reguler.

Lagat mengingatkan, Peraturan Menteri Kesehatan No. 47 Tahun 2018 secara tegas menyatakan bahwa pasien dalam kondisi mengancam nyawa, membahayakan diri sendiri.

Atau mengalami gangguan pernapasan dan kesadaran wajib mendapatkan penanganan medis seger tanpa terhambat aspek pembiayaan.

"Kami mempertanyakan mengapa anak ini tidak dinyatakan gawat darurat padahal beberapa jam kemudian ia meninggal dunia. Ini indikasi bahwa ada pengambilan keputusan yang gegabah atau minim empati dari tenaga medis," kata Lagat.

Tak berhenti di sana, Ombudsman juga mencurigai adanya praktik standarisasi ganda dalam proses observasi IGD.

Lagat menduga pihak RSUD lebih memilih menolak pasien rawat inap BPJS Kesehatan untuk menghindari potensi klaim yang ‘tidak cair’.

"Kekhawatiran akan klaim BPJS yang ditolak karena alasan teknis seharusnya tidak menjadi penghalang. Selama rumah sakit memiliki catatan medis yang jelas dan bisa menjelaskan kondisi pasien, BPJS tetap bisa menyetujui klaim," tegasnya.

Sebagai bentuk langkah korektif, Lagat mendesak Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Batam segera melakukan audit medis secara objektif dan independen terhadap kasus ini.

"Pemeriksaan ini penting, bukan untuk menyalahkan individu, tetapi untuk memastikan bahwa pelayanan publik tidak semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan," ujarnya.

Ia juga berharap hasil pemeriksaan tersebut dapat diumumkan secara terbuka ke publik sebagai bentuk pertanggungjawaban dan pelajaran bagi semua rumah sakit di Batam.

Ombudsman Kepri meminta, kejadian serupa tidak boleh terulang kembali.

Menurutnya, ini bukan sekadar kasus keterlambatan pelayanan.

Ini soal seorang anak yang meninggal karena sistem yang abai pada kondisi riil di lapangan.

"Jangan biarkan RS pemerintah menjadi institusi dingin yang hanya tunduk pada angka dan formulir," pungkas Lagat Siadari. (TribunBatam.id/Ucik Suwaibah/Bereslumantobing)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.