Bank Dunia Jelaskan soal Beda Ukuran Garis Kemiskinan, Orang Miskin RI Melonjak?
kumparanBISNIS June 17, 2025 04:40 PM
Bank Dunia membeberkan alasan adanya perbedaan ukuran garis kemiskinan yang dirilis oleh pihaknya dengan yang menjadi ukuran dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.
Melalui lembar fakta dengan tajuk 'The World Bank’s Updated Global Poverty Lines: Indonesia', Bank Dunia membeberkan alasan terjadinya perbedaan cara ukur garis kemiskinan.
Bank Dunia melakukan pengukuran di tingkat global dengan menggunakan tiga garis kemiskinan internasional, untuk membandingkan negara-negara dengan standar global dan memantau kemajuan di seluruh dunia dalam pengurangan kemiskinan.
"Garis-garis tersebut direvisi secara berkala untuk memastikan bahwa pengukuran mencerminkan kondisi global," tulis Bank Dunia dikutip Selasa (17/6).
Peningkatan Ukuran Garis Kemiskinan
Bank Dunia memperkenalkan serangkaian garis kemiskinan internasional yang baru tahun ini, sehingga berdampak pada perbedaan sangat signifikan terkait angka kemiskinan.
Pertama, untuk garis kemiskinan nasional yang ditetapkan negara-negara berpendapatan rendah, sekarang angkanya naik dari USD 2,15 menjadi USD 3,00 per hari (setara dengan sekitar Rp 546.400 per bulan setelah menghitung biaya hidup Indonesia).
Kedua, garis kemiskinan nasional di antara negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah (Low and Middle Income Countries/LMIC) ditetapkan senilai USD 4,20 per hari (sekitar Rp 765.000 per orang per bulan).
Sedangkan ketiga, ukuran garis kemiskinan di antara negara-negara berpenghasilan menengah ke atas (upper middle-income country/UMIC) nilainya menjadi USD 8,30 per hari (Rp 1.512.000 per orang per bulan).
Jika mengacu pada ukuran yang pertama tersebut, maka jumlah penduduk miskin Indonesia akan mencapai 5,4 persen pada tahun 2024 dari total 285,1 juta penduduk.
Sementara berdasarkan kriteria negara berpenghasilan menengah ke bawah (LMIC), ada 19,9 persen penduduk miskin. Angka tersebut naik menjadi 68,3 persen penduduk miskin jika menggunakan ukuran garis kemiskinan negara berpenghasilan menengah ke atas (UMIC).
Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Adapun sejak 2023, Indonesia masuk kategori negara berpendapatan menengah atas dengan GNI per kapita USD 4.870. Maka jika berpatok pada kriteria tersebut, penduduk miskin di Indonesia mencapai 68,3 persen atau 194,58 juta orang dari total 285,1 juta penduduk (2024).
"Kemajuan Indonesia yang mantap dalam mengurangi kemiskinan selama empat dekade, pola yang menonjol dalam definisi sebelumnya, tetap menonjol menggunakan garis kemiskinan terbaru," tulis Bank Dunia.
Bank Dunia menegaskan garis kemiskinan nasional Indonesia tetap menjadi ukuran yang paling relevan untuk kebijakan negara. Sementara ukuran kemiskinan global yang baru dimaksudkan untuk membandingkan Indonesia dengan negara lain.
"Garis kemiskinan resmi Indonesia ditetapkan di tingkat provinsi (terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan) dan tingkat kemiskinan mencapai 8,57 persen pada September 2024 (24,06 juta orang," kata Bank Dunia.
Ukuran Dibuat Berbeda
Perkiraan kemiskinan Bank Dunia sengaja dibuat berbeda dari definisi kemiskinan nasional yang digunakan oleh sebagian besar pemerintah karena digunakan untuk tujuan yang berbeda.
"Garis kemiskinan nasional ditetapkan oleh pemerintah dan dikhususkan untuk konteks unik suatu negara. Garis kemiskinan digunakan untuk menerapkan kebijakan di tingkat nasional, seperti menargetkan dukungan bagi masyarakat miskin," tulis Bank Dunia.
Meskipun statistik kemiskinan untuk ketiga garis kemiskinan internasional relevan untuk Indonesia, Bank Dunia menegaskan karena Indonesia baru saja menjadi UMIC, perhatian khusus diberikan pada garis kemiskinan berpendapatan menengah ke bawah dan atas.
"Setelah lulus ke kelas UMIC pada tahun 2023, Indonesia meninggalkan ujung atas kisaran pendapatan nasional di antara negara-negara LMIC dan memasuki bagian bawah kisaran UMIC."
Dalam kebijakan nasionalnya, negara-negara UMIC cenderung lebih ambisius terkait standar hidup minimum. Dengan demikian, lebih banyak orang Indonesia akan diklasifikasikan sebagai miskin oleh standar UMIC daripada oleh standar LMIC.
"Kategori UMIC sendiri juga jauh lebih luas daripada LMIC, termasuk negara-negara dengan Pendapatan Domestik Bruto (GDI) per kapita hingga USD 14.005, hampir tiga kali lipat dari level Indonesia sebesar USD 4.810 pada tahun 2023," tulis Bank Dunia.
Bank Dunia menegaskan garis kemiskinan yang ditetapkan sebelumnya tetap berlaku, termasuk yang berdasarkan paritas daya beli 2017 yang ditetapkan senilai USD 2,15, USD 3,65, dan USD 6,85.
"Serta yang berdasarkan PPP 2011 (ditetapkan pada USD 1,9, USD 3,2, dan USD 5,5). Statistik dari seri sebelumnya terus diterbitkan oleh Bank Dunia.
Berapa Angka Kemiskinan Indonesia Sebenarnya Berdasarkan Hitungan Bank Dunia?
Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Dalam hal ini, Bank Dunia tidak memberikan jawaban. Alasannya, tidak ada definisi tunggal tentang kemiskinan yang dapat memenuhi semua tujuan.
"Inilah alasan perbedaan dalam garis dan metode perhitungan. Untuk pertanyaan tentang kebijakan nasional di Indonesia, garis kemiskinan nasional dan statistik kemiskinan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah yang paling tepat," tulis Bank Dunia.
Adapun garis kemiskinan internasional yang diterbitkan oleh Bank Dunia, sesuai untuk pemantauan kemiskinan global dan membandingkan Indonesia dengan negara lain atau standar global.
Terkait dengan apakah Bank Dunia menggunakan data atau metode yang berbeda dari pemerintah Indonesia untuk mengukur kemiskinan, ditegaskan jika data diambil dari survei rumah tangga resmi dan Survei Ekonomi Nasional (Susenas) yang diterbitkan oleh BPS.
"Sumber data yang sama yang digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk statistik kemiskinan nasionalnya. Namun untuk metode untuk mengukur kemiskinan berbeda," tulisnya.
Adapun kemiskinan yang diukur menurut pendekatan Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan internasional disesuaikan dengan tiga jenis perbedaan harga: perbedaan harga dari waktu ke waktu (menggunakan indeks harga konsumen), perbedaan harga antar distrik (Kabupaten/Kota, menggunakan ukuran biaya hidup lokal), dan perbedaan harga antar negara menggunakan penyesuaian terkait Purchasing Power Parity (PPP).
Sementara definisi kemiskinan nasional tidak menggunakan International Comparison Program (CPI) untuk menyesuaikan perbedaan harga dari waktu ke waktu. Pendekatan untuk menghitung perbedaan spasial di Indonesia juga berbeda—pendekatan resmi menghasilkan garis kemiskinan terpisah untuk setiap daerah pedesaan dan perkotaan di setiap provinsi.
"Akhirnya, karena garis kemiskinan resmi dimaksudkan untuk digunakan di Indonesia saja, maka tidak memerlukan penyesuaian terkait PPP," tulis Bank Dunia.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.