Kapan Malam 1 Suro 2025 dan Daftar Pantangannya, Dilarang Keluar Rumah di Momen Sakral Ini?
Hefty Suud June 17, 2025 06:32 PM

TRIBUNJATIM.COM - Kapan malam 1 Suro 2025? 

Malam 1 Suro bagi masyarakat Jawa adalah malam sakral penuh makna. 

Momen ini menandai pergantian tahun dalam penanggalan Jawa yang bertepatan dengan Tahun Baru Islam atau 1 Muharam, dalam kalender Hijriah.

Berikut jadwal peringatan 1 Suro 2025 dan sejarahnya.

Dalam artikel ini juga dilengkapi pantangan di malam 1 Suro. 

Menurut kalender resmi yang dirilis oleh Kementerian Agama (Kemenag), 1 Suro 1446 Hijriah jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025, yang bertepatan dengan weton Jumat Kliwon, kombinasi hari dan pasaran yang dalam kepercayaan Jawa memiliki makna spiritual tersendiri.

Peringatan Malam Satu Suro biasanya dilakukan setelah Magrib pada hari sebelum tanggal 1 Suro. 

Hal ini selaras dengan perhitungan dalam kalender Jawa dan Islam, di mana pergantian hari dimulai sejak terbenamnya matahari, bukan pukul 00.00 seperti dalam kalender Masehi.

Oleh karena itu, meskipun 1 Suro jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025, masyarakat Jawa akan memperingati malam 1 Suro pada Kamis malam, 26 Juni 2025.

Sejarah 1 Suro

Tradisi peringatan 1 Suro bermula pada masa kejayaan Kerajaan Mataram Islam. 

Dalam sistem penanggalan Jawa, bulan Suro dimaknai sebagai bulan yang penuh kesucian dan diyakini memiliki kekuatan spiritual yang tinggi.

 Selama bulan ini, masyarakat Jawa—terutama yang masih memegang nilai-nilai Kejawen—dianjurkan untuk melakukan perenungan diri, serta berdoa agar diberi keselamatan dan keberkahan dalam menyongsong tahun yang baru. 

Karena nilai sakral inilah, muncul sebuah larangan tidak tertulis yang menyatakan bahwa menyelenggarakan pesta atau acara besar pada bulan Suro dianggap kurang tepat.

Larangan ini bukan sekadar mitos. Berdasarkan catatan sejarah, Sultan Agung Hanyakrakusuma, raja ketiga Mataram Islam yang memerintah pada 1613–1645, adalah tokoh penting di balik lahirnya kalender Jawa yang dipadukan dengan unsur kalender Hijriah. 

Penyatuan kedua sistem kalender ini terjadi pada Jumat Legi, Jumadil Akhir 1555 Saka, bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1633 Masehi.

Sultan Agung ingin menciptakan satu momentum khusus bagi seluruh rakyat—dari berbagai lapisan—untuk menyucikan diri dari hal-hal negatif dan mengevaluasi perjalanan hidup mereka. 

Maka, bulan Suro pun dipilih sebagai waktu yang tepat untuk memperkuat sisi batiniah masyarakat, jauh dari hiruk-pikuk urusan duniawi.

Dari sinilah asal muasal mengapa masyarakat Jawa menghindari pesta meriah di bulan Suro, dan lebih memilih menarik diri untuk introspeksi dan mendekatkan diri secara spiritual.

Hingga kini, nilai-nilai tradisi Suro masih dijaga dan diwariskan, terutama di kota-kota seperti Yogyakarta dan Surakarta (Solo). 

Bahkan, berbagai rangkaian acara bulan Suro tak hanya menjadi bagian dari warisan budaya, tapi juga telah menjadi daya tarik wisata yang kuat di kedua daerah tersebut.

Berikut deretan pantangan Malam 1 Suro yang dirangkum dari beragam sumber :

 1. Larangan Menikah di Malam 1 Suro

Ilustrasi malam 1 Suro tidak bersamaan dengan malam 1 Muharam.
Ilustrasi malam 1 Suro tidak bersamaan dengan malam 1 Muharam. (Tribun Jogja)

Larangan menikah di malam 1 Suro khususnya diberlakukan bagi masyarakat di Solo dan Yogyakarta.

Beberapa dari mereka mempercayai jika mengadakan hajatan pernikahan di bulan Suro akan mendatangkan malapetaka.

Dalam buku berjudul Panduan Syahadat (2015) oleh Taufiqurrohman, larangan malam 1 Suro dengan mengadakan hajatan pernikahan, dinilai akan membawa kesialan bagi pasangan pengantin dan seluruh orang yang terlibat dalam acara.

Ada pula yang mengatakan larangan menikah di malam 1 Suro, karena ini bulan "menantu" bagi Nyi Roro Kidul. Maka dari itu masyarakat setempat tidak diperkenankan mengadakan pernikahan karena akan membuat penguasa laut selatan murka dan meminta tumbal.

2. Larangan Bicara atau Berisik

Larangan malam 1 Suro yang paling sakral adalah “Tapa Bisu” atau berupa larangan berbicara.

Masyarakat di Solo dan Yogyakarta masih banyak yang melakukannya, khususnya di sekitar lingkungan keraton.

Masyarakat dilarang berbicara sesuatu yang tidak penting, sesuatu yang buruk, hingga memanjatkan doa buruk karena diyakini bulan Suro segala ucapan dikabulkan. Selain dilarang berbicara, larangan malam satu Suro lainnya adalah makan, minum, bahkan merokok.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menjelaskan, di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada peringatan malam satu Suro, melakukan arak benda pusaka mengelilingi benteng kraton yang diikuti oleh ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya.

Selama melakukan ritual mubeng beteng inilah masyarakat tidak diperkenankan atau ada larangan malam 1 Suro untuk berbicara seperti halnya orang sedang bertapa. Ritual ini juga dikenal dengan istilah tapa mbisu mubeng beteng.

3. Larangan Membangun Rumah di Malam 1 Suro

Masyarakat Jawa khususnya di Solo dan Yogyakarta, ada larangan malam 1 Suro seperti membangun rumah.

Melansir dari berbagai sumber, hal ini tidak diperkenankan karena bisa membawa kesialan bagi pemiliknya.

Seperti akan mendatangkan sakit, penderitaan, seretnya rezeki, dan lain sebagainya.

4. Larangan Pindah Rumah di Malam 1 Suro

Larangan malam 1 Suro yang mirip adalah tidak diperbolehkan pindah rumah.

Dampak buruk dari melanggar larangan pindah rumah, sama dengan akibat ketika membangun rumah di malam satu Suro. Masyarakat menyebutnya pamali dan bisa mendatangkan kesialan.

5. Larangan Keluar Rumah di Malam 1 Suro

Keluar rumah di malam 1 Suro dilarang karena beberapa alasan.

Masyarakat Jawa mempercayai jika arwah leluhur yang sudah meninggal akan datang kembali ke rumah keluarganya pada malam satu Suro.

Ini alasan mengapa ada larangan malam 1 Suro seperti tidak boleh keluar rumah.

Selain itu, beberapa sumber menyatakan di malam satu Suro banyak jin yang berkeliaran dan dapat mencelakai manusia hingga membuat mereka sial.

6. Larangan Mengadakan Acara Lainnya di Malam 1 Suro

Larangan menggelar acara pernikahan di malam 1 Suro sudah sangat umum, ini termasuk larangan menggelar acara atau hajatan lainnya di malam satu Suro. Seperti hajatan sunatan, hajatan kelahiran, dan hajatan sejenisnya.

Mengapa larangan malam 1 Suro ini ada? Dalam buku berjudul Sajen dan Ritual Orang Jawa (2010) oleh Wahyana Giri, malam 1 Suro adalah malam yang suci serta bulannya penuh rahmat.

Di malam 1 Suro, beberapa orang Jawa Islam percaya, ini momen yang tepat mendekatkan diri kepada Tuhan bisa dengan cara membersihkan diri serta melawan nafsu manusiawinya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.