Perjalanan Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan hingga Batal Berlaku 2025
GH News June 18, 2025 09:03 AM

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) batal diterapkan tahun ini. Di sisi lain, belum ada kepastian kapan kebijakan tersebut bisa berlaku di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

"Terkait pemberlakuan MBDK sampai dengan saat ini, mungkin itu sampai 2025 sementara tidak akan diterapkan. Mungkin ke depannya akan diterapkan," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Djaka Budi Utama dalam konferensi pers APBN KiTA di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).

Penerapan cukai MBDK sudah lama direncanakan, namun tak kunjung terwujud. Di 2025 sendiri pemerintah sudah menargetkan pendapatan dari cukai MBDK sebesar Rp 3,8 triliun.

Djaka tidak menjelaskan alasan MBDK batal diterapkan di 2025, namun penerapan kebijakan ini melihat perkembangan perekonomian. Ia berharap penerimaan kepabeanan dan cukai tetap dapat mencapai target sebesar Rp 301,6 triliun meski tidak ada kebijakan MBDK.

"Bagaimana cara menutupi, tentunya dengan komponen-komponen penerimaan yang dibebankan kepada Bea Cukai tentunya saya mohon doanya bahwa Bea Cukai bisa memenuhi target yang ditetapkan," terang Djaka.

Sampai 31 Mei 2025, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp 122,9 triliun atau 40,7% dari target APBN. Jumlah tersebut tumbuh 12,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Lebih rinci dijelaskan, penerimaan kepabeanan dan cukai tersebut berasal dari bea masuk Rp 19,6 triliun, bea keluar Rp 13 triliun dan cukai Rp 90,3 triliun.

Cukai MBDK Inisiatif Lama Sri Mulyani

Rencana penerapan cukai MBDK diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sejak 2020. Saat itu Bendahara Negara tersebut meminta persetujuan langsung ke Komisi XI DPR RI.

Sri Mulyani mengatakan minuman berpemanis yang akan dikenakan cukai itu terbagi menjadi beberapa kelompok, seperti teh kemasan minuman berkarbonasi dan minuman berpemanis lainnya.

"Banyak negara yang melakukan pengenaan cukai untuk barang yang membahayakan. Salah satunya minuman yang mengandung pemanis," kata Sri Mulyani di ruang rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (19/2/2020).

Adapun tarif cukai yang diusulkan Sri Mulyani pada produk minuman berpemanis saat itu adalah Rp 1.500 per liter untuk teh kemasan. Produksi teh kemasan ini mencapai 2.191 juta liter per tahun, dari total produksi itu potensi penerimaannya mencapai Rp 2,7 triliun.

Untuk produk karbonasi, Sri Mulyani mengusulkan tarif cukainya sebesar Rp 2.500 per liter. Tercatat produksi minuman karbonasi ini mencapai 747 juta liter sehingga potensi penerimaan negara mencapai Rp 1,7 triliun.

Usulan selanjutnya adalah tarif cukai untuk produk minuman berpemanis lainnya seperti minuman energy drink, kopi, konsentrat dan lainnya sebesar Rp 2.500 per liter. Total produksi minuman ini sebesar 808 juta liter dengan potensi penerimaan sebesar Rp 1,85 triliun.

"Apabila ini dikenakan akan mendapat penerimaan Rp 6,25 triliun," ujarnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.