Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperkuat strategi pengawasan dan penegakan hukum terhadap aktivitas ekonomi tersembunyi (shadow economy) yang selama ini luput dari sistem perpajakan.
Upaya ini dilakukan melalui kerja sama dengan Tim Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Polri, sebagai bagian dari inisiatif optimalisasi penerimaan negara.
Langkah tersebut diambil karena pemerintah menyadari bahwa potensi pajak dari kegiatan ekonomi yang tidak tercatat atau ilegal masih sangat besar.
Dalam banyak kasus, aktivitas seperti tambang ilegal, penangkapan ikan tanpa izin, hingga pembalakan liar tidak hanya merugikan ekosistem dan masyarakat lokal, tetapi juga menyebabkan hilangnya potensi penerimaan pajak negara.
“Dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak, DJP mengundang Tim Satgassus Polri untuk membangun sinergi dan kolaborasi,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, dalam keterangannya, Rabu (18/6).
Pertemuan antara DJP dan Satgassus Polri menghasilkan kesepakatan kerja sama untuk memperkuat pengawasan di sektor-sektor strategis. Kolaborasi ini akan memfokuskan perhatian pada aktivitas ekonomi tersembunyi atau shadow economy, sebuah istilah yang merujuk pada kegiatan ekonomi yang tidak tercatat secara resmi, namun berlangsung aktif dan menghasilkan nilai ekonomi tinggi.
“DJP dan Tim Satgassus Polri telah melakukan pembahasan bersama mengenai sektor-sektor strategis yang akan menjadi fokus kegiatan optimalisasi penerimaan pajak,” ujar Rosmauli.
Salah satu langkah konkret yang akan dilakukan adalah pertukaran data dan informasi yang lebih terintegrasi antara aparat pajak dan penegak hukum.
Ini bertujuan untuk memetakan dan mendeteksi aktivitas ekonomi ilegal yang selama ini sulit dijangkau hanya dengan pendekatan administratif perpajakan.
“Kolaborasi antara DJP dan Tim Satgassus Polri menitikberatkan pada penerimaan pajak dari aktivitas ekonomi tersembunyi (shadow economy) yang dilakukan melalui penguatan sinergi, pertukaran data, dan penegakan hukum atas berbagai kegiatan ekonomi ilegal yang berpotensi merugikan penerimaan negara,” jelas Rosmauli.
Beberapa sektor yang menjadi perhatian dalam kerja sama ini meliputi kejahatan ekonomi berbasis sumber daya alam seperti illegal mining (pertambangan ilegal), illegal fishing (penangkapan ikan ilegal), dan illegal logging (pembalakan liar), serta berbagai bentuk kejahatan ekonomi lainnya.