Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Constantine
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Tokoh pemuda di Surabaya mendukung langkah pemkot menertibkan juru parkir (jukir) liar.
Hal ini diharapkan dapat mengantisipasi premanisme hingga melindungi ekonomi masyarakat.
Ketua Karang Taruna Kota Surabaya, Febryan Kiswanto berharap, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi lebih tegas terhadap oknum-oknum petugas parkir yang tidak sesuai aturan.
"Landasannya tentu kemaslahatan seluruh warga Surabaya tanpa terkecuali," kata Febry saat dikonfirmasi di Surabaya, Rabu (18/6/2025).
Menurutnya, parkir liar muncul karena adanya lahan yang tak terkelola secara sistematis sehingga memunculkan sejumlah pungutan yang tidak resmi.
Oleh karena itu perlunya penegakan Perda No 3 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perparkiran.
Menurutnya, meskipun penertiban parkir ini sempat mendapatkan pro dan kontra dari masyarakat, pemkot telah berjalan sesuai dengan tujuan awal.
Kritikan muncul setelah wali kota menyegel sejumlah toko modern karena terbukti melanggar Perda terkait parkir.
Febry berpendapat, penegakan Perda bertujuan memberikan kepastian hukum kepada semua stakeholder, khususnya pelaku usaha.
Ada dua skema parkir yang diatur pemerintah, yakni parkir di fasilitasi lokasi usaha seperti toko modern, serta parkir tepi jalan umum (TJU).
Perda tersebut mengatur kewajiban mengurus izin penyelenggaraan tempat parkir demi terwujudnya standarisasi parkir. Mulai adanya kewajiban memiliki jukir, pelayanan dan keamanan.
"Namun, ternyata hanya sebagian kecil lokasi usaha yang memiliki izin tempat parkir. Inilah yang membuat pengelolaan parkir di lokasi usaha masih semrawut karena tidak menerapkan standardisasi pelayanan parkir," tandasnya.
Hal tersebut menimbulkan pungutan liar yang berpotensi sejumlah kebocoran retribusi parkir.
"Retribusi parkir yang seyogianya dapat menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai anggaran pendidikan, kesehatan dan fasilitas publik lain untuk masyarakat Surabaya harus berkurang karena adanya oknum tersebut," tandasnya.
"Bayangkan saja, dari 865 toko modern hanya 30 yang memiliki izin parkir. Itupun di angka Rp 175.000-Rp 250.000 per toko, artinya jumlah kendaraan parkir yang terlapor kurang dari 50 per hari," lanjutnya.
Ia kemudian mengutip Perda 7 tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pada aturan tersebut, pemkot menurunkan retribusi parkir dari semula 20 persen menjadi 10 persen.
Langkah tersebut dianggap sebagai sebagai keberpihakan pemerintah terhadap iklim investasi.
Perda juga mengatur parkir berbayar. Artinya, pengusaha diperbolehkan untuk menarik parkir dengan petugas resmi.
Bagaimana jika menggratiskan? Perda juga telah mengakomodasi.
"Artinya jika fasilitas parkir gratis adalah bagian dari pelayanan pemilik usaha, maka pemerintah kota juga bisa memberikan relaksasi atau kemudahan kepada pemilik usaha," tandasnya.
Prinsipnya, Karang Taruna Kota Surabaya mengapresiasi keberanian pemkot dalam menegakkan Perda penyelenggaraan perparkiran.
"Namun, treatment di lapangan perlu penyesuaian sehingga mengantisipasi munculnya mispersepsi di masyarakat," tandasnya.
Konsistensi pengawasan dan penegakan hukum secara berkala diperlukan untuk bisa mewujudkan kondisi ideal yang kita harapkan bersama.
"Kota ini dibangun bukan untuk mengorbankan siapapun, melainkan untuk melindungi semuanya. Baik pengusaha, pekerja, maupun konsumen sama-sama dilindungi. Mari jaga kota ini bersama demi kenyamanan, keamanan dan keadilan bagi seluruh warga Surabaya," tandasnya.