TIMESINDONESIA, MALANG – >1. Latar Belakang pemilihan Tema
Penelitian ini berangkat dari kegelisahan akademik mengenai pentingnya peran Lembaga Pendidikan Agama Islam untuk terus bertransformasi mengikuti perkembangan zaman, dan kebutuhan Masyarakat yang terus berkembang. Pemilihan tema transformasi Lembaga Pendidikan Agama Islama , diperkuat oleh situasi sosial, budaya, dan geografis yang unik di Natuna, yang terletak di perbatasan Indonesia dan berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga.
Dalam situasi seperti itu, Lembaga Pendidikan Agama Islam terus mengalami transformasi dari Lembaga Pendidikan yang diselenggarakan di rumah rumah atok Imam, masjid/rumah wakaf, madrasah dan sekolah, bahkan berstransformasi menjadi Lembaga Pendidikan agama Islam yang terintegrasi.
Dalam konteks itulah tema desertasi ini dipilih; untuk mendeskripsikan jejak perkembangan kelembagaan, proses dan bentuk transformasi kelembagaan Pendidikan agama Islam itu sendiri.
Dalam penelitian ini ,peneliti menggunakan paradigma kritis transformative, pendekatan kualitatif dan menggunakan jenis penelitian studi kasus. Paradigma transformatif kritis dipilih karena lebih memungkinkan bagi peneliti untuk bisa melihat lebih konprenshif proses dan bentuk transformasi Kelembagaan Pendidikan Agama Islam di Natuna. Sedangkan pendekatan dan jenis penelitian yang dipilih adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian studi kasus.
Pendekatan kualitaif dipilih, karena akan lebih membuka ruang bagi peneliti untuk terlibat secara personal dan berintraksi dengan informan-informan, sehingga memproleh data informasi secara alamiah dan akurat. Adapun jenis penelitian studi kasus dipilih agar berbagai dinamika, perkembangan dan proses transformasi kelembagaan Pendidikan Agama Islam di Natuna dapat diungkap secara mendalam dan kritis. Hal ini sejalan denga apa yang dikemukakan Robert K. Yin, Dimana metode studi kasus akan memungkinkan bagi peneliti untuk mencari, menggali dan mendalami berbagai fenomena, kejadian dan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan nyata.
Prosess penelitian yang peneliti lakukan dalam pengumpulan data ini menggunakan instrument wawancara, observasi dan documenter. Wawancana digunakan untuk mencari data dan informasi yang terkait dengan perkembangan dan proses trsanfomasi kelembagaan Pendidikan Agama Islam.
Sedangkan observasi, digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan proses perubahan bentuk, nilai dan prilaku dalam proses transformasi itu sendiri. Dokumentasi digunakan untuk memperolah data-data untuk memperkuat hasil wawancara dan observasi, terutama yang terkait dengan perkembangan atau fase-fase perkembangan Kelembagaan Pendidikan Agama Islam.
Perkembangan kelembagaan pendidikan agama Islam di Natuna meliputi empat fase utama: dimulai dari (a) pembelajaran berbasis rumah Atok Imam yang menciptakan generasi religius dan agen perubahan, berlanjut ke (b) masjid dan rumah wakaf sebagai pusat pendidikan yang mencerminkan dinamika sosial, kemudian (c) berkembang menjadi institusi formal seperti madrasah dan sekolah, hingga mencapai fase (d) integrasi pendidikan umum dan agama. Pada 2014, integrasi pendidikan umum dan agama diwujudkan melalui pendirian SMP Berbasis Pesantren Nurul Jannah, yang menyeimbangkan nilai religius dan pendidikan modern untuk mendukung stabilitas sosial, mobilitas individu, serta pelestarian nilai budaya dan agama. Dalam konteks sosial, fase perkembangan integrasi pendidikan umum dan Islam di Natuna dapat dianalisis melalui kacamata teori struktural fungsional, yang menekankan pentingnya setiap elemen dalam masyarakat berkontribusi pada stabilitas dan integrasi sistem sosial yang lebih besar. Dalam hal ini, pendidikan agama dan umum di Natuna berfungsi sebagai komponen vital yang tidak hanya mendukung pencapaian individual, tetapi juga berperan dalam menjaga keseimbangan sosial dan melestarikan nilai-nilai budaya, termasuk nilai-nilai keagamaan.
Proses transformasi kelembagaan pendidikan agama Islam di Natuna melibatkan tiga aspek utama: (a) Kultral ( panggilan agama ) yang mendorong kesadaran kolektif untuk melanjutkan pendidikan dan mengabdi, (b) Struktural ( kebijakan pemerintah ) yang memperkuat landasan pendidikan agama melalui kurikulum formal dan dukungan infrastruktur, (c) kebutuhan masyarakat dan modernisasi. Transformasi ini tidak hanya mempertahankan identitas religius masyarakat, tetapi juga melahirkan lembaga pendidikan Islam terpadu dan boarding school sebagai respons terhadap kebutuhan sosial dan kompleksitas kehidupan modern. Masyarakat Natuna mulai menyadari bahwa pendidikan agama tidak bisa lagi hanya dilakukan secara tradisional, tetapi perlu diintegrasikan dengan pendidikan modern yang berfokus pada pengembangan keterampilan akademik dan kepribadian yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Hal ini mendorong munculnya lembaga pendidikan Islam terpadu serta boarding school.
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan, menguatkan eksistensi Pendidikan agama Islam di Natuna khususnya, serta dapat dijadikan pijakan awal untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam, kritis dan konprehenif tentang Pendidikan Agama Islam di Natuna. Selain itu dapat dijadikan rujukan bagi pemangku kepentingan di bidang Pendidikan Agama Islam, yakni ; Pemkab dan Kemenag Natuna dalam merancang kebijakan dan pengembangan Pendidikan Agama Islam di masa yang akan datang.
***
*) Oleh: Umar, Mahasiswa Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id