TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Dugaan pelanggaran perizinan oleh delapan usaha pengolahan Gaharu di Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo, Jatim, mencuat ke permukaan. Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Aktivis Kabupaten Probolinggo menyuarakan kekhawatiran mereka, dan menuntut kejelasan atas legalitas operasional usaha tersebut.
Menanggapi hal itu, DPRD Kabupaten Probolinggo memfasilitasi rapat dengar pendapat (RDP) pada Rabu (18/6/2025). Forum ini mempertemukan sejumlah pengusaha Gaharu, dinas teknis, Camat dan Kepala Desa Dringu, serta Komisi II dan Komisi II DPRD.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Probolinggo, Reno Handoyo, yang memimpin jalannya forum, menegaskan bahwa DPRD hadir sebagai jembatan komunikasi antara masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah.
"Kami duduk bersama untuk mencari solusi. Ketika ada aduan, maka tugas kami menjembatani semua pihak agar persoalan bisa diselesaikan secara terbuka," ujarnya.
Dalam forum tersebut, Reno mengungkapkan bahwa Aliansi Aktivis mengajukan sembilan poin dugaan pelanggaran izin. Beberapa pelaku usaha mengaku telah mengantongi izin, namun ada pula yang belum bisa menunjukkan kelengkapan dokumen.
"Ada yang sudah berizin, tapi juga ada yang belum hadir atau belum memenuhi syarat tertentu," imbuhnya.
Reno merekomendasikan agar dinas terkait ikut mengawal penyelesaian proses perizinan, sekaligus memperkuat fungsi pengawasan.
"Saya rekomendasikan kepada dinas terkait agar ikut mengawal dan menyelesaikan izin yang belum tuntas," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Pengolah Kayu dan Gaharu (PAHALAKU), Antoni Sofyan, mengapresiasi langkah aliansi dan DPRD. Menurutnya, kritik dan masukan adalah bagian dari upaya bersama membangun iklim usaha yang sehat.
"Kami menyikapi ini secara positif, sebagai bentuk kepedulian dari teman-teman aktivis. Tapi beberapa poin yang disorot sebenarnya kurang tepat jika diarahkan ke pelaku usaha Gaharu," jelasnya.
Antoni mencontohkan poin yang mengaitkan Gaharu dengan industri hasil hutan kayu.
"Gaharu itu hasil hutan bukan kayu, dan itu sudah diklarifikasi oleh dinas terkait," tambahnya.
Ia juga menyoroti soal sistem OSS (Online Single Submission) yang dianggap sudah mencakup izin lingkungan dan teknis lainnya. Namun, kelemahan OSS justru terletak pada sisi pengawasan.
"Saya usulkan ada pengawasan terpadu, agar aktivis dan dinas bisa sama-sama memantau proses perizinan secara lebih sistematis dan berkelanjutan," pungkasnya.
DPRD mendorong dinas terkait segera menindaklanjuti, agar kepastian hukum dan iklim usaha di Kabupaten Probolinggo semakin kondusif. (*)