Kisah Warga Sipil Iran di Tengah Perang, Mereka yang Pergi dan Kembali
kumparanNEWS June 19, 2025 04:20 AM
Homa, seorang perempuan berusia 40 tahun nampak begitu lelah, ketika dihampiri wartawan AFP, di Kapikoy, Turki pada Rabu (18/6). Ia menenteng dua koper dan memanggul sebuah tas ransel.
"Saya akan pergi ke Erzurum, lalu Istanbul, lalu Dubai, lalu Toronto," ucapnya.
Homa sendiri baru saja berlibur di kampung halamannya di Tehran, Iran. Ia adalah warga Iran yang bekerja sebagai analis bisnis di Toronto, Kanada. Keluarganya juga tinggal di sana.
Saat akan kembali ke Kanada, perang dengan Israel meletus. Tehran dihujani bom dan rudal, sehingga Iran menutup semua penerbangan.
Homa yang 'terdampar' di kampung halamannya sendiri harus kembali ke Toronto. Ia mencari cara lain, dengan bus, menyeberang ke Turki dan menempuh perjalanan sejauh 850 kilometer.
Ia pergi dari Teheran pada Selasa (17/6) pagi ke perbatasan Kapikoy, untuk mencapai provinsi Van di Turki, dan tiba di sana pada Rabu (18/6) siang.
"Saya rasa, keluarga-keluarga di Iran tidak aman, dan saya khawatir," kata Homa kepada AFP.
Saat berada di Teheran, Homa tak bisa tidur selama 5 hari berturut-turut. Ia terus mendengar suara rudal, ledakan, dan bom-bom yang berjatuhan di timur Teheran.
Internet juga terputus. Ia tak bisa mengakses media sosialnya.
"Internet sungguh buruk. Saya tak bisa mengaktifkan VPN. Telegram, WhatsApp, Instagram, semua disaring dan WiFi juga hidup-mati-hidup-mati," kata Homa.

Mereka yang Tak Gentar, Pulang ke Iran di kala Perang

Jika Homa berjuang keluar Iran, Ramin Rad (37 tahun) justru mencari cara pulang ke Urmia, Iran.
Ia bekerja di provinsi Van, Turki di bisnis ubin.
"Keluarga saya aman. Saya yakin, perang tak akan mengganggu rezim ini," kata Rad kepada AFP.
Ia lalu mengutuk Israel.
"Siapa kah mereka yang berani menentang rezim Allah?, Bismillah, Islam akan menang," ucapnya.
Hal yang sama juga diucapkan Mirzenzhad Valehzagherd (49 tahun). Ia bekerja di biro perjalanan wisata, yang melayani rute Istanbul-Tehran. Valehzagherd sendiri sudah tinggal di Istanbul.
Ia berencana kembali ke Teheran, di saat Israel terus menggempur kota ini. Ia juga naik bus, karena tak ada penerbangan yang tersedia ke Iran saat ini.
"Keluarga saya tinggal di Teheran, saya rasa situasi mereka aman karena Israel hanya menyerang target militer," katanya.
Ketiadaan penerbangan di Iran membuat sejumlah warga naik bus saat hendak berpergian keluar masuk Iran Foto: Ozan Kose/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ketiadaan penerbangan di Iran membuat sejumlah warga naik bus saat hendak berpergian keluar masuk Iran Foto: Ozan Kose/AFP

Otoritas Perbatasan Turki Sebut Belum Ada Gelombang Pengungsi

Di pintu-pintu perbatasan dengan Iran seperti di Kapikoy, belum ada lonjakan pengungsi.
Namun ada jumlah yang stabil dari para warga yang berdatangan ke Turki dari Iran. Koresponden AFP mencatat, jumlahnya mencapai ratusan.
Sementara penjaga perbatasan dan bea cukai Turki belum melaporkan adanya peningkatan warga Iran yang datang.
"Jumlahnya masih sama, dibandingkan dengan tahun lalu. Meski ada perang, jumlah kedatangan tetap stabil," kata petugas perbatasan itu.
Kapikoy sendiri berada di provinsi Van. Sebuah destinasi wisata favorit di Turki.
Meski belum nampak signifikan, sopir-sopir bus yang melayani perjalanan antara Turki-Iran menerima banyak pesanan.
"Biasanya kami hanya mengoperasikan 3 sampai 4 bus dari jam 8 malam hingga 8 pagi. Tapi sekarang kita mengoperasikan 30 bus," kata sopir bus, Ismail Metin kepada AFP.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.