TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Suhadi merasa kehilangan sumber penghasilan karena usaha peternakan babi miliknya yang terletak di Dusun Nglarang, Kelurahan Tlogoadi, Kapanewon Mlati ditutup paksa oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.
Pensiunan pegawai negeri sipil itu kini sedang mempertimbangkan gugatan atas penutupan usaha tersebut karena merasa dirugikan.
"Walupun (peternakan) saya tidak punya ijin, saya akan menggugat. Sekarang mau konsultasi dulu. Karena kalau ditutup seharusnya (diberikan) ganti rugi karena tanpa (usaha peternakan) itu saya tidak punya penghasilan," kata Suhadi, Kamis (19/6/2025).
Meski berencana menggugat, Suhadi belum bercerita banyak gugatan semacam apa dan kemana gugatan akan dilayangkan.
Namun yang jelas, keinginan menggugat dilatarbelakangi merasa dirugikan. Ia berencana menggugat dengan tuntutan nominal kerugian Rp 2 miliar rupiah.
Angka tuntutan tersebut dihitung dengan asumsi usaha peternakan babi, yang sudah dijalani turun temurun menghasilkan keuntungan Rp 200 juta per tahun.
Saat ini Suhadi berusia 70 tahun dan merasa masih sanggup mengelola peternakan babi yang berada di belakang rumahnya hingga sepuluh tahun.
Sepuluh tahun ke depan, diestimasi menghasilkan Rp 2 miliar rupiah.
Tetapi usahanya kini ditutup paksa. Penutupan dilakukan karena pengelolaan usaha peternakan dianggap tidak memenuhi standar budidaya sehingga menimbulkan bau.
Peternakan babi milik Suhadi diprotes warga bau karena tidak memiliki fasilitas pembuangan limbah dan masih menggunakan pakan basah.
Sebelum mengambil tindakan menutup, Pemerintah Kabupaten Sleman juga telah memberikan rekomendasi supaya memperbaiki dua hal itu.
Terkait itu, Suhadi mengatakan, dirinya sudah berupaya menyempurnakan peternakan babi dengan membuat kotak penampungan limbah tetapi memang belum sempurna.
"Karena sekarang cari tenaga sulit," ujar dia.
Rekomendasi dari Pemkab Sleman diakuinya sudah berusaha dilaksanakan. Bahkan ketika surat teguran kedua datang dan diminta maksimal melaporkan progres perbaikan 16 Mei 2025, ia mengaku sudah berusaha membuat laporan progres perbaikan yang diminta.
Namun progres itu dilaporkan terlambat. Suhadi baru menyampaikan progres perbaikan peternakan saat dipanggil di Kantor SatpolPP Kabupaten Sleman tanggal 3 Juni 2025.
"Laporan tertulis sebenarnya saya sudah siap. Karena dipanggil satpolpp tanggal 3 Juni, makanya saya sekalian menyerahkan laporan progres perbaikan," akunya.
Peternakan babi milik Suhadi sudah ada sejak tahun 1950an dan menempati lahan seluas 600 meter persegi di belakang rumahnya di dusun Nglarang, Tlogoadi.
Di lahan tersebut dibuat kotak-kotak kandang dengan jumlah lebih kurang 80 ekor babi.
Pemerintah Kabupaten Sleman menutup peternakan milik Suhadi bersama tiga peternakan babi lainnya di Dusun Nglarang pada 17 Juni.
Saat ini, puluhan babi milik Suhadi masih di kandang. Pemerintah Kabupaten Sleman memberikan waktu tiga pekan untuk mengosongkan peternakan.
"Sekarang baru proses penjualan. Tapi pemasarannya terkendala karena (harganya) sedang lesu. Sekarang harganya Rp 40an ribu/kg, padahal tiga bulan lalu Rp 60 ribu. Saya diberikan waktunya sampai tanggal 7 Juli (buat mengosongkan). Jika nanti belum selesai, silahkan kalau mau dievakuasi," ujar dia.
Penutupan paksa
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Sleman mengambil langkah tegas dengan menutup tiga usaha peternakan babi yang terletak di Dusun Nglarang, Kelurahan Tlogoadi, Mlati.
Tindakan penutupan paksa pada 17 Juni 2025 ini sebagai respon atas keluhan masyarakat dari dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat peternakan tersebut.
Kasi Operasional Penegakan Peraturan Perundang-undangan, Satpol-PP Sleman, Sri Madu Rakyanto mengungkapkan penutupan tiga peternakan babi di dusun Nglarang, Tlogoadi itu bukan dilakukan tiba-tiba, tetapi berawal dari aduan masyarakat ke Kelurahan Tlogoadi sejak Oktober 2024.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) serta Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman telah mengecek kondisi peternakan.
"Hasilnya ternyata memang dari peternakan babi itu secara pengelolaan tidak sesuai kaidah peternakan. Misalnya, kotoran dibuang ke belakang kandang. Makanan yang digunakan adalah makanan basah dari lorotan sampah sisa-sisa restoran. Itu kan dampaknya, jika tertumpuk menimbulkan bau," katanya.
Sejak bulan Oktober tahun lalu, tiga peternak babi tersebut dimintai mengubah pengelolaannya, agar tidak menimbulkan bau. Tetapi tidak mengindahkan.
Masyarakat terdampak kembali mengadu dan Pemkab Sleman menindaklanjuti aduan dengan turun mengecek kembali dan ternyata belum ada perbaikan.
Ketiga peternak babi itu kemudian diberi surat peringatan pertama.
Pada Mei 2025 Pemerintah Kabupaten Sleman mengeluarkan surat peringatan kedua, setelah tidak ada perbaikan dan warga terdampak langsung mengadu ke Bupati Sleman.
Di peringatan kedua itu, disebutkan paling lambat tanggal 16 Mei diharuskan memberikan laporan progres perbaikan peternakan ke Kalurahan.
"Ditunggu sampai tanggal 16 Mei tidak ada reaksi apapun. Tidak ada laporan, tidak ada pemberitahuan perbaikan. Sementara warga masih mengeluh.Warga lalu bersurat ke Pemkab dalam hal ini ke Dinas Pertanian," katanya.
Aduan yang terus berulang itu kemudian ditindaklanjuti oleh Satpolpp Kabupaten Sleman dengan memanggil ketiga pemilik peternakan babi di dusun Nglarang tersebut.
Satu di antaranya adalah Suhadi, dengan kepemilikan 80 ekor babi.
Ketiganya dipanggil pada 3 Juni dan dijelaskan bahwa penerbitan surat peringatan pertama dan kedua secara administratif sudah cukup bagi Pemerintah Kabupaten Sleman untuk melakukan penutupan.
Saat itu, di antara peternak tiba-tiba menyodorkan laporan progres perbaikan peternakan. Namun laporan tersebut melanggar surat peringatan. Sebab seharusnya diberikan maksimal tanggal 16 Mei.
"Ya udah kami berikan waktu seminggu (untuk mengevakuasi mandiri). Tapi kata mereka kurang. Yaudah, akhirnya disepakati diberi waktu dua minggu, dan tanggal 17 Juni kita tutup," ujar dia.(*)