TRIBUNJATIM.COM - Kejadian mengejutkan terjadi ketika Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menghadiri acara Abdi Nagri Nganjang Ka Warga di Desa Wanasari, Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jumat (20/6/2025).
Dedi Mulyadi tiba-tiba disiram air oleh seorang pria di Bekasi.
Pelaku penyiraman bahkan membawa jimat.
Saat itu, Dedi sedang berjalan menuju ke panggung.
Antusias warga di lokasi membuat Dedi sulit berjalan.
Banyak warga berusaha mendekati Dedi untuk foto dan menyampaikan keluhan.
Dedi dengan pengawalan berusaha untuk menerobos kerumunan warga yang sangat banyak.
Sesaat sebelum sampai panggung, rombongan Dedi sempat berhenti.
Pantauan dari live di kanal YouTube Humas Jabar, tampak dari sisi kanan kerumunan warga ada tangan berbalut sweater warna gelap menyiramkan air menggunakan botol air mineral.
Melansir TribunnewsBogor.com, ia menyiram sebanyak tiga kali ke arah rombongan Dedi.
Ketika airnya sudah habis, bahkan dia melemparkan botol air mineral ukuran besar tersebut ke arah yang sama.
Sontak petugas Satpol PP dan Polisi serta TNI yang berjaga langsung sigap mengamankan pelaku.
Pelaku merupakan seorang pria berbaju putih dengan tulisan 'Classic' dalam bentuk sambung.
Ia dibawa menjauh dari kerumunan warga.
Kepada petugas, pria tersebut mengaku berasal dari Narogong.
Ia mengaku pergi ke acara tersebut bersama anak dan istrinya.
Dia mengatakan menyiram air karena anaknya tergencet.
"Tadi bocah kegencet bang. 'Woi tolong woi'," katanya.
Ketika digeledah, polisi menemukan sebuah jimat dari tas milik pelaku.
Ia mengaku jimat tersebut bukan untuk kebal, melainkan usaha.
"Biasa, usaha pak. Ya biasa yang namanya usaha, apa aja yang penting halal," katanya.
Pria tersebut mengatakan berprofesi sebagai tukang bangunan.
Ia mengaku menyiram Dedi Mulyadi bukan karena disuruh orang lain.
"Enggak, demi Allah. Kita percaya ada dua alam," katanya.
Sementara Dedi sama sekali tak menyinggung soal penyiraman tersebut saat memberi sambutan pada warga Bekasi.
"Jadi saya mencintai Bekasi, karena mencintai itu kadang sikapnya menyakitkan."
"Saya mencintai Bekasi, lihat Bekasinya kumuh, kalau saya mencintai Bekasi, Bekasinya kumuh, Bekasinya banjir, berarti saya harus menyelesaikan kekumuhan dan banjir," kata Dedi di atas panggung.
Padahal tampak baju Dedi bagian kanan belakang basah.
Entah karena terkena siraman air atau basah akibat keringat.
"Kalau kumuh, berarti bangunan kumuhnya harus dibongkar dulu. Kalau banjir, berarti penyebab banjirnya harus diberesin dulu, karena saya mencintai," ucap KDM.
Ia mengatakan jika bukan karena mencintai. untuk apa datang jauh dari Bandung ke Bekasi.
"Kalau saya jadi Gubernur tidak mencintai, ngapain datang ke Bekasi capek-capek, mending di Bandung cicing (diam)."
"Dari Bandung saya pergi ke Singapur, dari Singapur saya pergi ke Perancis, pulangnya saya cerita, 'Nih, saya bawa investasi', padahal bohong," ucap Dedi.
Ia hanya menyinggung atas perlakuan warga saat berjalan tadi.
"Ngapain keringetan kayak gini. Dari situ lewat ke sini dua jam. Aing teh ditarik ke belah dieu, dikereweuk, ditarik, beak aing (Saya ditarik ke sebelah sini, ke sebelah sana. Diremes, ditarik, habis saya)," kata Dedi Mulyadi.
Dia juga meminta maaf atas penataan dan penertiban bangunan yang kini sedang digalakkan di Bekasi.
"Jadi saya minta maaf pada orang Bekasi. Saya mencintai Bekasi. Kulihat Bekasi tinggi rumputnya sampai tiga meter, kulihat Bekasi sungainya keruh, kulihat Bekasi penataan perumahannya berantakan, banyak bagunan kumuh, pedagang pasarnya aut-autan," katanya.
"Karena aku mencintai, maka izinkan aku untuk segera menata wajahmu," tambah Dedi Mulyadi.
Kejadian serupa juga terjadi saat Dedi meninjau langsung kondisi jalan amblas di Jalan Mbah Dalem Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Selasa (15/4/2025) lalu.
Saat sedang berjalan kaki ke lokasi jalan amblas bersama Wali Kota Bogor, Dedie Rachim, dan wakilnya, Jenal Mutaqin, tiba-tiba ada wanita berlari dari belakang yang menyerobot penjagaan.
Wanita tersebut mengenakan baju hitam dengan menggendong tas pada bagian depan.
Ia sempat dicegah pengawal Dedi Mulyadi, namun lolos.
Wanita tersebut langsung bersalaman dengan Dedi Mulyadi.
Ia lalu meminta Dedi Mulyadi segera menghentikan pembangunan di Gunung Salak.
Bukan untuk menyerang dengan kekerasan, ia justru meminta wilayah yang amblas ditanami pohon bambu.
"Bapak, tolong di sini ditanami pakai bambu, jangan dijadiin bangunan," katanya.
"Dikembalikan lagi kan ke alam" jawab Gubernur yang akrab disapa KDM tersebut.
Dedi Mulyadi lalu memberi gestur pada Dedie Rachim seolah memang sudah sejalan dengan rencana yang dimiliki.
Selain itu terkait jalan amblas, wanita tersebut juga meminta Dedi Mulyadi untuk menghentikan semua pembangunan di Gunung Salak.
"Tolong Gunung Salak diperbaiki. Orang gusur-gusur pakai alat berat, tolong dibagusin yah," katanya.
Dedi Mulyadi juga sepakat bahwa kerusakan lingkungan harus segera dikembalikan lagi.
"Kerusakan lingkungan harus kembali dipulihkan," katanya, melansir TribunnewsBogor.com.
Wanita yang diketahui bernama Kartika warga Bojongkerta ini mengatakan, Gunung Salak sedang marah hingga terjadi gempa di Bogor.
"Gunung Salak itu sudah marah tadi ada goncangan, diperbaiki aja," katanya.
KDM berjanji akan menghentikan segala bentuk pembangunan di Gunung Salak.
"Nanti kita tutup deh segala bentuk kegiatan komersial yang merusak keasrian dan habitat Gunung Salak dan ekosistem, kita beresin," kata KDM.
KDM juga menyorot kalung yang dipakai wanita tersebut.
Usai perbincangan soal kerusakan alam, Dedi Mulyadi menyoroti kalung yang dipakai Kartika.
"Ini kenapa kotor?" tanya KDM.
Anehnya, Kartika justru menyinggung soal sihir.
"Ini kena, orang biasa, sihir lah," kata Kartika.
"Jangan percaya sama sihir. Ini kita lagi disihir, sihir barang import, ya. Itu yang membuat kita tersihir jadi lupa sama diri kita sendiri."
"Orang Indonesia orang Sunda tersihir budaya baru, sehingga hutannya habis berubah jadi bangunan," kata Dedi Mulyadi.
Gubernur Jabar memang sudah mengamini rencana Pemkot Bogor untuk membuat jalur baru di Jalan Mbah Dalem Batutulis.
Jadi jalan yang amblas tak akan diperbaiki.
"Diubah menjadi leuweung (hutan) Batutulis," kata Dedi Mulyadi.