TRIBUNJATIM.COM - Siasat licik seorang oknum pegawai Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) terungkap.
Ia disebut meminta uang senilai Rp750 juta kepada terdakwa Bahtiyar.
Hal itu terungkap dalam sidang.
Tepatnya ketika agenda pembacaan eksepsi terdakwa Effendi Suryono alias Afen dan terdakwa Bahtiyar yang digelar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (19/6/2025) kemarin.
Diketahui, Bahtiyar adalah mantan anggota DPRD Musi Rawas yang terjerat dugaan korupsi.
Ia korupsi pada Sektor Sumber Daya Alam penerbitan Surat Penguasaan Hak (SPH), izin Perkebunan Kelapa Sawit di Musi Rawas.
Oknum pegawai Kejati ini disebut meminta uang senilai Rp750 juta kepada terdakwa Bahtiyar, yang mana pada saat penyidikan masih berstatus sebagai saksi.
Uang tersebut diminta supaya terdakwa tetap berstatus sebagai saksi.
Terdakwa menyerahkan yang Rp400 juta, tetapi sisanya belum mampu menyediakan.
Sekitar enam bulan kemudian, ketika pemanggilan di Kejati Sumsel sebagai tersangka, terdakwa Bahtiyar meminta kembali uang tersebut yang mana akhirnya dikembalikan.
Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, membenarkan adanya satu orang oknum pegawai yang melakukan hal itu.
"Peristiwa tersebut sudah kami ketahui sejak awal," ungkap Vanny saat dikonfirmasi, Jumat (20/6/2025).
"Memang benar ada satu orang oknum pegawai Kejati Sumsel yang mengatasnamakan para jaksa disebut dalam eksepsi tersebut," lanjutnya.
"Kemudian sudah dilakukan pemeriksaan internal oleh bidang pengawasan Kejati Sumsel terhadap pihak-pihak yang terkait peristiwa itu," tutur dia.
Vanny menegaskan oknum tersebut bukan jaksa, tetapi pegawai yang saat ini usulan sanksinya sedang diajukan.
"Bukan jaksa, tapi oknum pegawai. Soal identitas belum bisa diungkap karena menunggu arahan Kejaksaan Agung, " tegas dia.
Setelah melakukan pemeriksaan internal oleh bidang pengawasan, Kejati Sumsel menyerahkan usulan penjatuhan sanksi ke Kejaksaan Agung.
"Hasil pemeriksaan internal bidang pengawasan Kejati Sumsel sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk usulan penjatuhan hukuman kepada yang bersangkutan, sehingga posisi kita saat ini menunggu hasil penjatuhan hukuman dari Kejaksaan Agung," tandasnya.
Untuk diketahui, dalam eksepsi terdakwa Bahtiyar, penasehat hukum terdakwa yakni Indra Cahaya, mengungkap adanya oknum di Kejati Sumsel yang meminta agar menyediakan uang sebanyak Rp750 juta pada saat waktu penyidikan yang mana pada saat status terdakwa Bahtiyar masih sebagai saksi.
Akan tetapi terdakwa baru mampu menyerahkan uang senilai Rp400 juta yang diberikan dalam dua tahap, sedangkan sisanya terdakwa belum mampu menyediakan.
Namun, sekitar enam bulan kemudian, Bahtiyar dipanggil dengan status sebagai tersangka.
Atas dasar perlakuan tersebut, terdakwa meminta agar uang yang pernah diberikan dikembalikan.
Akhirnya uang Rp400 juta tersebut dikembalikan melalui anak terdakwa.
Bersama terdakwa lainnya, Bahtiyar selaku mantan Kepala Desa Mulyoharjo 2010-2016 terseret kasus dugaan korupsi pada sektor Sumber Daya Alam (SDA), penerbitan Surat Penguasaan Hak (SPH) izin perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Musi Rawas.
Ia menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp61 miliar lebih.
Terdakwa terjerat dalam perkara dugaan korupsi tersebut diancam pidana dalam Pasal 2 dan 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus lainnya, seorang mantan jaksa menggelapkan uang korban investasi bodong.
Mantan jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, kini divonis penjara empat tahun.
Ia divonis dalam kasus penggelapan barang bukti dan gratifikasi.
Azam Akhmad Akhsya terbukti melakukan penggelapan barang bukti sebesar Rp11,5 miliar dalam pelaksanaan eksekusi barang bukti Rp61,4 miliar pada kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit tahun 2023.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Azam Akhmad Akhsya berupa pidana penjara selama empat tahun," ujar JPU saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Azam juga dituntut membayar denda sebesar Rp250 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Menurut JPU, Azam menerima aliran dana hasil penggelapan bersama beberapa pengacara yang mewakili korban, yakni Bonifasius Gunung dan Oktavianus Setiawan.
Dalam kasus ini, Oktavianus dituntut penjara empat tahun dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan.
Sementara Bonifasius dituntut empat tahun penjara dan denda 250 juta subsider tiga bulan.
Mereka melakukan kesepakatan untuk mengubah jumlah uang yang dikembalikan.
Sebagian uangnya untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian properti dan pembayaran polis asuransi.
Azam dituduh meminta bagian sekitar Rp3 miliar dari kelebihan Rp10 miliar hasil manipulasi barang bukti kepada kelompok korban yang diwakili Bonifasius.