Sederet Dampak Buruk yang Bisa Terjadi Jika Iran Tutup Selat Hormuz
GH News June 24, 2025 08:03 AM

Iran saat ini bagai dikeroyok. Sudah sepekan lebih kedua negara saling serang, Amerika Serikat (AS) menambah penderitaan Iran dengan meluncurkan serangan ke situs nuklir Iran.

Sebagai balasan atas serangan-serangan yang diterimanya, pemerintah Iran membuka berencana menutup Selat Hormuz. Penutupan ini akan dilakukan jika objek vital nasional Iran benar-benar terancam.

"Iran memiliki banyak pilihan untuk membalas musuh-musuhnya dan menggunakan pilihan tersebut berdasarkan situasi yang ada. Menutup Selat Hormuz merupakan salah satu opsi potensial bagi Iran," kata Anggota Presidium Komite Keamanan Nasional Parlemen Iran berdasarkan laporan kantor berita semi resmi Mehr, dikutip dari Reuters, Senin (23/6/2025).

Anggota Parlemen Iran lainnya, Ali Yazdikhah juga mengatakan Iran akan terus membuka selat dan teluk selama kepentingan nasional vitalnya tidak terancam.

"Jika AS secara resmi dan operasional memasuki perang untuk mendukung Zionis (Israel), itu adalah hak sah Iran dalam rangka menekan AS dan negara-negara Barat untuk mengganggu kemudahan transit perdagangan minyak mereka," kata Yazdikhah.

Dampak Penutupan Selat Hormuz

Selat Hormuz sendiri terletak di antara Oman dan Iran. Kawasan ini merupakan rute ekspor utama bagi produsen minyak negara-negara teluk seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak, dan Kuwait.

Sekitar 20% dari konsumsi minyak harian dunia atau sekitar 18 juta barel melewati Selat Hormuz, yang lebarnya hanya sekitar 33 km (21 mil) pada titik tersempitnya. Menutup selat tersebut artinya bakal membuat serangkaian dampak ekonomi yang dirasakan bagi Israel dan AS, bahkan kepada seluruh dunia.

Dampak utamanya adalah harga minyak dunia tentunya bakal meroket pesat bila Selat Hormuz ditutup. Goldman Sachs mengatakan bila Iran secara selektif mengganggu pengiriman melalui Selat Hormuz, minyak Brent bisa naik mencapai setidaknya US$ 100 per barel. Bahkan, harga minyak juga dapat menyentuh US$ 110 per barel untuk sementara jika Selat Hormuz ditutup selama sebulan.

Per hari Senin kemarin sendiri minyak mentah Brent berjangka naik US$ 1,92 atau 2,49% ke level US$ 78,93 per barel pada awal perdagangan. Minyak mentah West Texas Intermediate AS juga naik US$ 1,89 atau 2,56% menjadi US$ 75,73 per barel.

Sedangkan perdagangan lewat kontrak harganya sudah melonjak lebih dari 3% di awal sesi, menjadi US$ 81,40 untuk Brent dan US$ 78,40 untuk WTI AS. Harganya telah menyentuh level tertinggi selama lima bulan. Brent telah naik 13% sejak konflik dimulai pada 13 Juni, sementara WTI telah naik sekitar 10%.

Minyak mentah Brent yang jadi acuan harga dunia sudah mendekati US$ 80 per barel. Asumsi harga minyak dalam APBN 2025 sendiri ditetapkan maksimal US$ 82 per barel.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.