TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menilai rumusan sejumlah pasal dalam undang-undang yang berkaitan dengan pajak sulit dipahami.
Menurut dia untuk memahami undang-undang perpajakan bukan barang sederhana.
"Memang memahami undang-undang perpajakan ini bukan barang yang sederhana karena undang-undangnya ada di sekian tempat," kata Enny dalam sidang perkara Nomor 11/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (25/6/2025).
"Jadi saya sendiri sebagai hakim kalau mau (menangani) perkara pajak, meja saya itu penuh, berjejer satu-satu, mana yang masih berlaku dan mana yang tidak," sambungnya.
Hal itu disampaikan Enny sebagai respons atas keterangan pemerintah yang disampaikan Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto dalam sidang pengujian Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Enny mengakui pengenaan dan pengecualian PPN sulit dipahami dan membingungkan.
Ia meminta pemerintah memberikan penjelasan tambahan atas pergeseran norma Pasal 4A dan Pasal 16B dalam UU PPN yang telah diubah dalam UU HPP.
Menurut Enny, kompleksitas ini bisa menjadi alasan mengapa para pemohon mengalami kesulitan memahami perubahan-perubahan dalam Pasal 4A yang kini menjadi objek uji materi.
Salah satu keberatan pemohon adalah penghapusan ketentuan eksplisit tentang barang kebutuhan pokok sebagai objek yang tidak dikenai PPN dari Pasal 4A UU PPN.
Padahal, kata Enny, ketentuan tersebut sebenarnya masih ada namun dipindahkan ke Pasal 16B.
Hanya saja, perumusannya berbeda dan tidak secara tegas menyebutkan bahwa barang-barang tertentu dikecualikan dari pengenaan PPN.
"Terus terang saja sebuah undang-undang yang mudah untuk segera dipahami itu kan lebih mudah untuk dilaksanakan sebetulnya, tetapi ini karena pindah posisi itu menjadi kemudian harus dibolak-balik begitu," pungkasnya.