TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penghimpunan royalti musik, termasuk dari platform digital, harus melalui satu pintu di bawah koordinasi Pelaksana Harian Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai aturan perundang-undangan yang ditetapkan.
"Hanya LMKN yang berwenang menghimpun royalti, baik dari pencipta atau pemilik hak yang menjadi anggota maupun yang belum menjadi anggota lembaga manajemen kolektif (LMK) manapun," kata Koordinator Utama Pelaksana Harian LMKN, Handry Noya, di Jakarta.
Lembaga Manajemen Kolektif Wahana Musik Indonesia (LMK WAMI), lanjut dia, juga wajib mematuhi seluruh ketentuan dalam pengumpulan royalti, termasuk di ekosistem digital yang kini menjadi dominan dalam konsumsi musik nasional.
"Tidak ada lembaga yang boleh berjalan sendiri atau membuat aturan sendiri," tegasnya lagi.
Handry menekankan, tata kelola royalti digital harus terkoordinasi, transparan, dan diawasi dengan ketat untuk memastikan perlindungan hak para pencipta dan pemegang hak cipta.
Ditambahkannya, penghimpunan royalti dari platform digital, seperti layanan streaming dan media sosial, harus melalui prosedur resmi yang telah ditetapkan.
Handry menyampaikan hal ini di tengah sorotan publik terhadap tata kelola royalti digital yang dinilai masih memerlukan penguatan sistem pengawasan.
LMKN, ditegaskan Handry, tidak akan memberikan toleransi bagi pelanggaran dalam proses penghimpunan royalti.
Dalam perundang-undangan, LMKN adalah regulator dalam sistem ini.
"WAMI sebagai LMK harus tunduk dan mengikuti mekanisme yang sudah disepakati bersama. Kami ingin memastikan ekosistem musik Indonesia berjalan sehat, profesional, dan taat hukum," tandasnya.