“Kurikulum Liburan” Anak Sekolah, Perlukah?
Edi Nugroho June 26, 2025 08:31 AM

Oleh: Muh  Fajaruddin  
Dosen UIN Antasari Banjarmasin

APA kurangnya kurikulum pendidikan kita? Kalau boleh menyebut satu hal yang alpa dari radar kurikulum pendidikan kita adalah tak adanya kurikulum liburan anak sekolah.

Padahal, jika kurikulum liburan itu ada di setiap dokumen  kurikulum pendidikan yang sedang berlaku justru bisa mengharmoniskan hubungan antara pihak sekolah, guru, dan juga orangtua yang selama ini senyap-senyap saja. Biasanya baru ramai di momen-momen tertentu misal pembagian rapor, acara wali murid, pentas seni, hingga acara perpisahan di sekolah saat kenaikan jenjang/tingkat.

Ini bukan perkara sekolah urusannya tentang belajar, dan rumah serta keluarga urusannya tentang menemani anak. Namun, ini perkara penting, agar saat libur sekolah, anak juga terkontrol aktivitas kegiatannya, tidak gabut, tidak main game melulu, tidak main hp sepanjang hari saat libur. Aktivitas yang ciamik, bisa membuat anak lebih fresh dan siap menyongsong kegiatan pembelajaran pada saat libur telah usai. Sebaliknya, liburan sekolah yang justru membosankan, bisa memicu ogah-ogahan saat mau kembali ke sekolah di tahun ajaran baru ataupun semester baru.

Liburan adalah Healing

Harusnya, masa libur sekolah menjadi momentum penting bagi anak untuk merefresh otak yang mungkin letih setelah rutin bersekolah dan belajar. Ibarat kata, libur sekolah adalah masa healing terbaik bagi anak, jika ada kurikulumnya. Namun sebaliknya, libur sekolah justru jadi masa paling membosankan, jika kurang mengasyikkan dan terasa lama sekali. Dengan kata lain,masa libur sekolah akan lewat begitu saja jika kurikulum liburan tidak ada.

Kurikulum liburan hanyalah istilah yang penulis gunakan, yang sejatinya liburan juga perlu agenda kegiatan bermanfaat sekaligus menyenangkan bagi anak. Banyak hal dan kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengisi libur sekolah anak, sekaligus menjadikan libur sekolah menjadi masa yang bermakna dan berkesan. Dalam pandangan penulis, kurikulum libur anak sekolah menjadi penting untuk memastikan bahwa masa liburan tidak hanya menjadi waktu kosong, tetapi juga menjadi waktu yang bermakna, menyenangkan, dan mendidik. Liburan perlu dirancang dengan baik agar bisa membantu anak menyeimbangkan keletihan otak saat belajar full tiap hari di sekolah.

Pertama, jadikan liburan tanpa tekanan akademik. Sederhananya, libur ya libur. Istirahatkan otak anak dari “beban-beban” akademik. Anak usia TK, SD, SMP masih senang bermain, karena memang masa-masa mereka bermain.  Namun begitu, libur sekolah tetap bisa diisi dengan kegiatan belajar yang nonformal, tetapi bisa menambah wawasan, pengetahuan, sekaligus menumbuhkan rasa keingintahuan anak, tetapi bedanya tanpa diujikan seperti di sekolah. Kegiatan belajar yang santai, seperti membaca buku cerita, eksperimen sains sederhana, ataupun kunjungan edukatif ke museum, bisa menjadi opsi untuk memberikan ruang anak untuk bermain, berekreasi sambil belajar. Membaca buku cerita berarti orangtua bisa memfasilitasi dengan membelikan buku cerita yang anak suka. Atau, yang lebih meriah dan murah, orang tua bisa mengajak anak jalan-jalan ke perpustakaan daerah, karena di sana koleksinya buku cerita atau lainnya juga melimpah. Hal ini penting sebagai wujud kontribusi orangtua mendukung gerakan literasi anak. Kemudian, eksperimen sains sederhana. Biarkan anak bermain dengan sebayanya kemudian membeli alat-alat yang murah dan tentunya aman digunakan untuk bereksperimen, dari yang ditontonnya di youtube, atau dibacanya. Sembari bermain, anak bisa menemukan apa yang terjadi jika benda A digabungkan dengan benda B. Terakhir, mengisi libur dengan kunjungan edukatif ke museum. Nah, inilah salah satu bentuk kolaborasi antara keluarga dan sekolah, ketika anak liburan, kalau diajak hanya dengan keluarga ke museum, mungkin saat ini kurang menarik. Namun, jika dikemas oleh pihak sekolah, kunjungan edukatif rombongan, ramai dengan teman ke museum bisa jadi kegiatan yang menyenangkan.

Kedua, jadikan liburan untuk mengasah soft skills, minat, dan bakat anak. Mengasah soft skills anak bisa dilakukan dengan kegiatan seperti bermain peran, memasak, berkebun, atau bermain musik bisa meningkatkan kreativitas, kemandirian, dan kemampuan sosial anak. Sedangkan, dengan waktu yang lebih fleksibel, anak bisa mencoba berbagai hal baru seperti seni, olahraga, atau teknologi (coding, desain, dll). Semua kegiatan tersebut memiliki manfaat bagi anak. Misalnya, memasak atau berkebun, orangtua bisa mengajarkan anak untuk merencanakan, melakukan langkah-langkah tertentu, dan menyelesaikan tugas tanpa selalu bergantung pada orang lain. Bermain musik, bermain peran, bermanfaat untuk mendorong anak untuk berpikir di luar kotak, mengekspresikan ide, dan berimajinasi. Menjadikan anak lebih kreatif tentunya. Mereka juga bisa belajar cara mengelola emosi saat bekerja sama atau saat menghadapi konflik kecil, seperti perbedaan pendapat saat bermain. Mengasah soft skills, bakat, minat sejak kecil membuat anak tidak hanya “pintar secara akademik”, tapi juga menjadi pribadi yang tangguh, mandiri, komunikatif, dan tentunya kreatif.

Ketiga, ini yang terpenting, jadikan liburan sebagai ajang heart to heart, hati ke hati antara anak dengan orang tua. Masa libur sekolah bisa jadi masa tenang yang tepat untuk mendekatkan anak dengan keluarga. Jadwal liburan yang dirancang bersama keluarga bisa memperkuat hubungan emosional antar anggota keluarga. Kapan lagi ada momen yang “agak” panjang antara orang tua dengan anak. Libur sekolah memberikan ruang dan kesempatan lebih ketimbang saat momen Lebaran, atau momen natal, untuk orang tua bercengkerama dengan anak. Dari hati ke hati, orang tua bisa menjadi teman bicara anak, untuk mau bercerita, sehingga porsi dengan handphone, smartphone, main game yang menguras tensi orang tua, berubah menjadi momen yang didambakan anak, yakni perhatian dan kasih sayang orang tua, yang mana semakin anak tumbuh besar, perhatian dan kasih sayangnya berbeda saat mereka masih kecil. Bukan malah membiarkan anak asyik dengan dunianya sendiri, ujung-ujungnya dimarahin seharian hape terus, seharian main di luar terus. Perlu sentuhan orang tua saat libur sekolah.

Transisi ke Sekolah

Akhirnya, jika libur sekolah ada kurikulumnya, ada agendanya, ada tujuannya, ada kegiatannya, maka bisa membantu masa transisi dari libur sekolah berada di rumah ke kembali belajar di sekolah. Aktivitas ringan tetapi menyenangkan, membahagiakan, dan tetap menstimulasi otak bisa membantu anak tidak kaget saat kembali ke rutinitas sekolah. Merancang masa liburan dengan kurikulum ringan yang kaya makna bukan berarti menambah beban anak. Justru sebaliknya, ini adalah cara lembut untuk menjaga semangat belajar, mengasah keterampilan hidup, dan memastikan bahwa saat kembali ke sekolah, mereka siap baik secara mental, emosional, maupun sosial, untuk kembali menjalani rutinitas belajar di sekolah. Mari jadikan liburan anak lebih berfaedah dan tidak lewat begitu saja. Semoga. (*)

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.