TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda meminta Badan SAR Nasional (Basarnas) memberikan penjelasan terkait mekanisme evakuasi terhadap pendaki asal Brasil, Juliana Marins, yang tewas usai terjatuh ke jurang di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat.
“Kami tentu menyampaikan keprihatinan mendalam atas meninggalnya pendaki asal Brasil Juliana Marins yang terjatuh ke jurang Gunung Rinjani. Juliana diketahui terjatuh pada Sabtu (21/6) dan baru dapat dievakuasi dalam kondisi tewas pada Selasa malam,” kata Syaiful kepada wartawan, Selasa (25/6/2025).
Ia mengatakan, banyak pihak menilai tim penyelamat bergerak terlalu lamban dalam menangani insiden tersebut.
Menurut laporan, korban masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan usai terjatuh ke kedalaman sekitar 200 hingga 300 meter.
“Banyak pihak yang menilai jika petugas penyelamat dari Badan SAR Nasional bergerak terlalu lamban sehingga Juliana Marins tidak bisa diselamatkan. Padahal saat jatuh di kedalaman sekitar 200-300 meter Juliana Marins masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan,” ujarnya.
Syaiful mengatakan kecaman terhadap lambannya evakuasi ramai disuarakan warganet, termasuk dari Brasil yang membanjiri akun media sosial milik Presiden Prabowo Subianto.
Meski pemerintah menyebut evakuasi dilakukan maksimal, DPR tetap meminta klarifikasi. Ia menyoroti sejumlah aspek teknis yang perlu dijelaskan Basarnas secara terbuka.
“Maka kami akan meminta keterangan dari Basarnas terkait mekanisme penyelamatan korban kenapa tidak bisa segera dilakukan. Apakah ada kendala dalam rantai pengambilan keputusan, apakah karena ada keterbatasan sumber daya manusianya, apakah ada keterbatasan peralatan dan sarana pendukung lainnya, apakah karena faktor cuaca buruk dan kondisi medan, ini perlu diperjelas,” ujarnya.
Syaiful menegaskan, kesiapsiagaan tim SAR di berbagai negara menjadi tolak ukur kredibilitas negara, terutama saat menangani WNA.
“Keberadaan Badan SAR di berbagai negara maju menjadi salah satu indikator utama kesigapan negara dalam melindungi rakyatnya. Maka mereka benar-benar dipersiapkan secara serius baik dari sisi anggaran, kesiapan peralatan hingga seleksi ketat para personelnya,” kata dia.
Menurutnya, Basarnas harus mampu menjadi representasi positif Indonesia di mata dunia dalam setiap misi penyelamatan.
“Dalam situasi penyelamatan WNA Badan SAR bisa menjadi ‘wajah’ negara dalam komunitas internasional. Jika berhasil maka membawa harum nama negara, jika gagal bisa menjadi kampanye negatif bagi negara,” ujarnya.
Ia juga menyoroti alokasi anggaran Basarnas yang dinilainya masih minim.
“Badan SAR kita anggarannya relatif terbatas yakni sekitar Rp1,01 triliun. Nah apakah keterbatasan dana ini berimbas pada kualitas pencarian dan penyelamatan, ini yang perlu ditelusuri lebih lanjut,” pungkasnya.