TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pemkot Surabaya memulai sosialisasi masif terkait kebijakan jam malam anak di bawah usia 18 tahun, yang berlaku mulai pukul 22.00 hingga 04.00 WIB, pada pekan ini. Rencananya, sweeping akan mulai dilakukan pada pekan depan.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan bahwa keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada keterlibatan aktif orang tua dan seluruh elemen masyarakat, bukan hanya peran pemerintah.
Pemkot Surabaya akan menggandeng berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan komunitas untuk membentuk satuan tugas (satgas) di setiap RT/RW. Satgas ini akan menjadi garda terdepan dalam mengawasi dan memberikan edukasi di lingkungan masing-masing.
"Jam malam bagi anak ini adalah upaya kita menggerakkan semua komunitas dan LSM untuk mengawasi di setiap RT dan RW. Di sana akan ada satgas yang diisi perwakilan RT, RW, komunitas, dan pemerintah kota," tegas Eri, Kamis (26/6/2025).
Ia menekankan bahwa tanpa peran orang tua, upaya pemerintah akan sia-sia. Eri menyoroti maraknya anak-anak yang berkeliaran di malam hari tanpa pengawasan, seperti berkumpul di taman atau berkendara tidak aman.
"Tanpa peran orang tua, apa yang dilakukan pemerintah itu tidak ada artinya. Kita sering melihat anak-anak di taman atau di jalan saat jam 10 atau 11 malam tanpa pengawasan. Inilah yang harus kita benahi," ujarnya.
Kebijakan jam malam ini akan difokuskan pada sweeping di ruang publik terbuka, seperti taman dan jembatan. Anak-anak yang ditemukan berkeliaran tanpa pengawasan akan dijemput dan diantar pulang.
"Orang tua mereka juga akan didokumentasikan sebagai bentuk peringatan dan edukasi," imbuh Eri.
Oleh sebab itu, pendekatan yang diambil bukan semata-mata kekerasan, melainkan upaya penyadaran melalui pendekatan psikologis. Anak-anak yang terjaring sweeping akan menjalani pembinaan selama 7 hari di Rumah Perubahan, lengkap dengan pendampingan psikolog.
Selain itu, Pemkot Surabaya juga menyediakan fasilitas pendidikan melalui Rumah Ilmu Arek Surabaya (RIAS) bagi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu dan menghadapi kendala biaya pendidikan formal. Program RIAS ini memang dirancang khusus untuk memastikan setiap anak Surabaya memiliki kesempatan yang sama untuk belajar.
"Saya ingin mengubah Surabaya dengan budaya areknya, dan itu bisa. Kita tidak akan menyelesaikan masalah dengan kekerasan, tapi dengan menyentuh akarnya," kata Eri. (*)