Saat Sains dan Spiritualitas Bertemu di Usus Kita
GH News June 28, 2025 05:03 AM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di balik keheningan doa dan damainya meditasi, tersimpan sebuah rahasia ilmiah yang mungkin belum banyak kita sadari: ketenangan batin bisa menyehatkan usus kita. Dan lebih dari itu—ketenangan tersebut bisa menjadi jembatan yang menyatukan dua dunia yang selama ini dianggap terpisah: sains dan spiritualitas.

Dalam tubuh manusia, ada sebuah ekosistem kecil yang bekerja tanpa henti: gut microbiota—komunitas mikroorganisme yang hidup dalam saluran cerna. Mereka bukan sekadar “penghuni liar”, melainkan sahabat sejati yang membantu kita mencerna makanan, mengatur kekebalan tubuh, dan bahkan memengaruhi suasana hati kita.

Namun ada satu hal yang tak kalah penting: mikrobiota ini ternyata sangat peka terhadap kondisi batin kita. Ketika hati kita resah, stres meningkat, dan pikiran penuh beban, komunitas mikroba ini pun ikut terganggu. Sebaliknya, ketika kita tenang, berserah, dan penuh syukur—mereka pun tumbuh subur dan harmonis.

Doa dan Mikrobiota: Keseimbangan yang Tak Kasatmata

Bayangkan seorang ibu yang menutup mata dalam doa malamnya, seorang petani yang duduk bersila di tengah ladang, atau seorang anak muda yang menarik napas panjang dalam meditasi. Dalam momen-momen sunyi itu, tubuh secara alami memasuki “mode damai”—sistem saraf parasimpatik diaktifkan, pernapasan melambat, dan seluruh organ tubuh bekerja dengan tenang.

Dan di dalam usus, mikroba baik menyambut ketenangan itu. Mereka berkembang, menghasilkan serotonin dan GABA—dua zat alami yang membuat kita merasa bahagia dan damai.

Sungguh sebuah harmoni: doa memengaruhi mikrobiota, dan mikrobiota membalasnya dengan ketenangan. Sebuah lingkaran kasih sayang antara tubuh dan jiwa.

Satu Tubuh, Satu Jiwa, Satu Ekosistem

Dalam tradisi spiritual mana pun, tubuh sering disebut sebagai “bait” atau “kendaraan” bagi jiwa. Maka menjaga tubuh bukan sekadar kewajiban biologis, tetapi juga spiritual. Dan ketika ilmu pengetahuan membuktikan bahwa kondisi mikrobiota usus sangat bergantung pada kondisi batin kita, maka semakin jelaslah bahwa kesehatan sejati tak bisa dipisahkan dari kedalaman batin.

Sains bicara tentang sumbu otak-usus, sinyal saraf, dan biokimia. Spiritualitas bicara tentang ketenangan, syukur, dan kasih ilahi. Namun sesungguhnya, keduanya berbicara tentang satu hal yang sama: keseimbangan.

Keseimbangan antara dalam dan luar, antara diam dan bergerak, antara menerima dan memberi.

Menemukan Jalan Tengah

Kini, kita tidak perlu memilih: apakah ingin menjadi “rasional” atau “spiritual”. Kita bisa menjadi keduanya. Kita bisa makan dengan sadar, bernapas dengan perlahan, hidup dengan syukur—dan memberi ruang bagi mikrobiota kita untuk tumbuh dalam cinta dan kedamaian.

Karena pada akhirnya, tubuh ini bukan sekadar mesin. Ia adalah taman—yang perlu disiram bukan hanya dengan makanan dan air, tetapi juga dengan ketenangan dan harapan.

Dan usus kita, ternyata, mendengar semuanya.

***

*) Oleh: Ge Recta Geson.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.