Implikasi Politik Putusan MK
Hari Widodo June 28, 2025 09:31 AM

BANJARMASINPOST.CO.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa pemilu nasional dan daerah akan diselenggarakan terpisah mulai tahun 2029. Putusan ini tertuang dalam perkara nomor 135/PUU-XXII/2024. 

Pemisahan ini berarti bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden (pemilu nasional) akan diselenggarakan terpisah dari pemilu untuk memilih anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota (Pemilu daerah atau lokal).

Putusan ini memberi sedikit gambaran tak ada lagi mekanisme penghitungan surat suara yang memakan waktu lama, bahkan hingga dini hari atau pagi hari sebagaimana pemilu lalu.

Bahkan karena dinilai sebagai pemilu yang dianggap terbesar dan terumit di dunia, jatuh korban jiwa dari petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Pada 2024 lalu, hanya dua pekan setelah lebih dari 204 juta warga Indonesia memberikan suaranya dalam pemilu, 115 petugas KPPS dilaporkan tewas. Bahkan pada pemilu 2019 lebih parah lagi. KPU mengungkapkan 894 petugas pemilu meninggal dunia dengan berbagai sebab.

Tak semata masalah meminimalkan korban, MK beralasan pemisahan ini bertujuan untuk menyederhanakan proses bagi pemilih, memperbaiki kualitas demokrasi, serta mengurangi beban berat bagi penyelenggara pemilu dan partai politik yang selama ini menghadapi jadwal pemilu yang sangat padat dalam waktu yang hampir bersamaan.

Tujuannya tentu mulia, tetapi dampak ataupun pro dan kontra atas putusan ini tetap ada.

Meskipun tak ada lagi kesempatan untuk membantah atau banding, yang penting saat ini adalah membuat aturan main yang bisa mengakomodir putusan MK tersebut, sekaligus meminimalisasi dampak buruknya terhadap proses demokrasi.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin pun mengakui bahwa skema pemilu serentak sebagaimana yang berlangsung selama ini membuat penyelenggara harus bekerja ekstra.

 Selain tahapan yang beririsan, bahkan bersamaan secara teknis lumayan membuat KPU harus bekerja ekstra.

Namun harus disadari pula kondisi psikologis masyarakat sebagaimana dua pemilu lalu. Pemisahan pemilu dapat memperpanjang siklus ketegangan politik, apalagi bila muncul polarisasi sebagaimana pemilu 2019 silam. 

Pemilu yang terpisah membuat suasana kompetisi politik akan berlangsung lebih lama, bahkan terpola. Dari pertarungan isu nasional kemudian merembet ke daerah, dengan isu lokal masing-masing. 

Belum lagi nantinya ada ketidaksingkronan masa jabatan dan pelantikan pejabat nasional dengan daerah. Secara sederhana bakal ada masa jabatan yang lebih panjang menuju 2029 mendatang. 

Tak ketinggalan juga, persediaan logistik jangka panjang untuk partai politik. Dengan jangka waktu dua tahun, selama itu pula mereka harus eksis dan hadir di masyarakat.

Tak bisa parpol hanya berjuang di Pemilu nasional atau Pilpres semata dan memilih memperkuat pemilu di daerah. Tak hanya parpol implikasi politik harus siap juga kita terima sebagai pemilih. (*)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.