TRIBUNMANADO.CO.ID - Penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) capai 186,86 ribu jiwa.
Data ini dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Di mana BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Sulut pada 2024 mencapai ratusan ribu jiwa.
Jumlah ini setara 7,25 persen dari total populasi warga Sulawesi Utara.
Bahkan dari data tersebut terlihat kalau Kota Manado tercatat sebagai daerah dengan jumlah penduduk miskin terbanyak, yakni 23,59 ribu jiwa.
Disusul oleh Kabupaten Minahasa, 22,78 ribu jiwa dan Minahasa Selatan 19,13 ribu jiwa.
Sementara daerah dengan jumlah penduduk miskin paling sedikit adalah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, hanya 4,41 ribu jiwa.
Meski Kota Manado menempati posisi teratas dalam hal jumlah penduduk miskin, namun tingkat kemiskinannya secara persentase tergolong rendah, yakni hanya 5,43 persen.
Berikut daftar lengkap jumlah dan persentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Sulawesi Utara tahun 2024.
Kabupaten:
Bolaang Mongondow: 20,19 ribu (7,74 persen)
Minahasa: 22,78 ribu (6,53 persen)
Kepulauan Sangihe: 14,38 ribu (10,84 persen)
Kepulauan Talaud: 7,74 ribu (8,17%)
Minahasa Selatan: 19,13 ribu (8,97%)
Minahasa Utara: 14,32 ribu (6,95%)
Bolaang Mongondow Utara: 6,60 ribu (7,88%)
Kepulauan Sitaro: 5,63 ribu (8,32%)
Minahasa Tenggara: 12,59 ribu (11,72%)
Bolaang Mongondow Selatan: 7,88 ribu (11,33%)
Bolaang Mongondow Timur: 4,41 ribu (5,87%)
Kota:
Manado: 23,59 ribu (5,43%)
Bitung: 14,50 ribu (6,27%)
Tomohon: 6,07 ribu (5,38%)
Kotamobagu: 7,05 ribu (5,12%)
Total Provinsi Sulawesi Utara:
186,86 ribu jiwa (7,25%).
Belum lama ini Bank Dunia mengungkapkan bahwa lebih dari separuh penduduk Indonesia masih tergolong miskin.
Hal ini jika dihitung menggunakan standar negara berpendapatan menengah ke atas.
Dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025, Bank Dunia mencatat bahwa 60,3 persen penduduk Indonesia pada 2024 hidup dengan pengeluaran kurang dari 6,85 dollar AS per kapita per hari dalam Purchasing Power Parity (PPP) 2017.
Untuk diketahui, Bank Dunia menetapkan ambang batas kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas dengan pengeluaran sebesar 6,85 dollar AS per kapita per hari (sekitar Rp 115.000 dengan asumsi kurs Rp 16.780 per dollar AS).
Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 285,1 juta, artinya sekitar 171,9 juta penduduk Indonesia masih berkategori miskin berdasarkan standar ini.
Angka ini hanya mengalami penurunan sedikit, dari 61,8 persen pada 2023.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan ekonomi, manfaatnya belum sepenuhnya dirasakan oleh mayoritas warga, terutama dari kalangan kelas menengah ke bawah.
Sementara Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menilai standar kemiskinan Indonesia berdasarkan laporan Bank Dunia hanya sebagai rujukan saja.
Menurut dia, laporan Bank Dunia itu bukan suatu keharusan untuk diterapkan di Indonesia.
"Mari kita lebih bijak untuk memaknai dan memahami angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, karena itu bukanlah suatu keharusan kita menerapkan, tetapi memang itu hanya sebagai referensi saja," kata Amalia di Kompleks Istana, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Adapun Bank Dunia mencatat ada 60,3 persen warga Indonesia yang masuk kategori miskin.
Amalia menjelaskan, standar yang dilakukan Bank Dunia adalah dengan standar upper middle class.
Kedua, Bank Dunia sendiri juga menyampaikan global poverty line yang ditetapkan tidak harus diterapkan oleh masing-masing negara.
Sebab, masing-masing negara harus bisa memiliki national poverty line atau garis kemiskinan di negaranya masing-masing sesuai dengan keunikan maupun karakteristik dari negara tersebut.
"Sehingga dengan demikian, apabila Bapak Ibu perhatikan lebih detail, selain poverty line atau garis kemiskinan standar Bank Dunia, banyak negara yang memiliki garis kemiskinan di masing-masing wilayahnya yang dihitung sendiri berdasarkan keunikan dan standar hidupnya," ujarnya.
Selain itu, Amalia juga menjelaskan garis kemiskinan di Indonesia berbeda-beda tiap provinsi.
"Sehingga, waktu kita menghitung angka kemiskinan, basisnya bukan national poverty line, tetapi angka kemiskinan di masing-masing provinsi yang kemudian kita agregasikan menjadi angka nasional," jelasnya.
Sebelumnya, Bank Dunia mengungkapkan, lebih dari separuh penduduk Indonesia masih tergolong miskin jika dihitung menggunakan standar negara berpendapatan menengah ke atas.
Dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025, Bank Dunia mencatat bahwa 60,3 persen penduduk Indonesia pada 2024 hidup dengan pengeluaran kurang dari 6,85 dollar AS per kapita per hari dalam Purchasing Power Parity (PPP) 2017.
Untuk diketahui, Bank Dunia menetapkan ambang batas kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas dengan pengeluaran sebesar 6,85 dollar AS per kapita per hari (sekitar Rp 115.000 dengan asumsi kurs Rp 16.780 per dollar AS).
Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 285,1 juta, artinya sekitar 171,9 juta penduduk Indonesia masih berkategori miskin berdasarkan standar ini.
Angka ini hanya mengalami penurunan sedikit, dari 61,8 persen pada 2023.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan ekonomi, manfaatnya belum sepenuhnya dirasakan oleh mayoritas warga, terutama dari kalangan kelas menengah ke bawah.
Jika menggunakan garis kemiskinan yang lebih rendah, yakni 3,65 dollar AS per hari (ambang batas negara berpendapatan menengah bawah), tingkat kemiskinan Indonesia menunjukkan penurunan signifikan, dari 17,5 persen pada 2023 menjadi 15,6 persen pada 2024.
Sementara itu, hanya 1,3 persen penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem, yakni 2,15 dollar AS per hari.
Bank Dunia mencatat bahwa peningkatan upah riil sebesar 3,3 persen pada 2024, terutama di sektor pertanian, serta inflasi yang turun menjadi 2,3 persen, turut berkontribusi menurunkan angka kemiskinan ekstrem dan moderat.
Namun, meskipun angka kemiskinan menurun, mayoritas penduduk Indonesia masih hidup di bawah standar hidup yang layak menurut ukuran negara-negara berpendapatan menengah ke atas. Kesenjangan kesejahteraan tetap menjadi tantangan utama.
WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini