KPK Bakal Usut Aliran Uang Kasus Dugaan Korupsi Proyek Jalan di Sumut
kumparanNEWS June 30, 2025 10:40 AM
KPK akan terus mendalami aliran uang ke sejumlah pihak dalam kasus korupsi pembangunan sejumlah proyek jalan di Sumatera Utara (Sumut).
Kasus ini bermula dari OTT KPK di Mandailing Natal, Sumut, terkait dua perkara berbeda. Pertama, proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut. Kedua, terkait proyek di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah 1 Sumut. Nilai total kedua proyek tersebut yakni sebesar Rp 231,8 miliar.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut bahwa pihaknya memperoleh informasi adanya penarikan uang sebesar Rp 2 miliar oleh Dirut PT DNG M. Akhirun Efendi Siregar, dan Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang, selaku pihak swasta. Diduga, uang itu yang digunakan sebagai uang suap agar perusahaan tersebut ditunjuk sebagai pemenang proyek.
Pada saat penangkapan keduanya bersama sejumlah pihak lainnya, KPK menyita salah satu barang bukti berupa uang sebesar Rp 231 juta, yang diduga hanya sebagian atau sisa komitmen fee dari proyek pembangunan jalan tersebut.
"Tadi kan dari Rp 2 miliar nih yang kita ketahui awal itu, uang Rp 2 miliar itu kemudian sudah didistribusikan. Nah, ada yang diberikan secara tunai, ada juga yang ditransfer, dan ada yang masih sisa yang Rp 231 [juta]," ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (28/6).
Asep pun menekankan bahwa pihaknya akan terus menelusuri aliran uang yang diduga terkait dengan suap proyek pembangunan jalan tersebut.
"Nah, tentunya ini juga kami sedang mencari dan mengikuti ke mana saja uang tersebut didistribusikan, kami berkoordinasi dan bekerja sama dengan stakeholder lain, dalam hal ini PPATK maupun stakeholder yang lainnya," ucap dia.
Pengusutan itu, kata Asep, akan dilakukan dengan menelusuri kepada siapa pun uang tersebut diduga mengalir. Untuk tersangka penerima suap, ada tiga orang yang dijerat KPK, yakni:
Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting;
Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar; dan
PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto.
"Kami seperti juga yang telah disampaikan beberapa waktu, bahwa saat ini sedang dilakukan upaya follow the money, mengikuti ke mana uang itu," terang Asep.
Jika memang adanya penerimaan uang itu, Asep menyebut KPK bakal memanggil pihak yang turut terlibat menerima aliran dana tersebut.
"Nah kita tentu akan panggil, akan kita minta keterangan, apa dan bagaimana sehingga uang itu bisa sampai kepada yang bersangkutan. Jadi tidak ada dalam hal ini yang akan kita kecualikan," tutur dia.
Perbesar
Lima tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan preservasi jalan di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara dihadirkan dalam konferensi pers penetapan dan penahanan tersangka di KPK. Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
"Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke Pak Gubernurnya, kita akan minta keterangan, kita akan panggil dan kita mintakan. Ditunggu saja ya," pungkasnya.
Adapun dalam kasus ini, KPK telah menjerat lima orang sebagai tersangka, yang terdiri dari tiga orang sebagai tersangka penerima suap dan dua orang tersangka pemberi suap.
Untuk tersangka penerima suap yakni:
Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting;
Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar; dan
PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto.
Sementara, untuk tersangka pemberi suap yakni:
Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan
Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.
Diduga kasus korupsi ini terjadi dengan Akhirun dan Rayhan selaku pihak swasta berharap mendapatkan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut dengan memberikan sejumlah uang sebagai uang suap kepada Topan, Rasuli, dan Heliyanto.
Topan, Rasuli, dan Heliyanto kemudian diduga melakukan proses pengaturan lewat e-katalog agar perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dan Rayhan ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek.
Sehingga, proses lelang itu diduga terjadi tanpa melalui mekanisme dan ketentuan dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Atas perbuatannya, Topan, Rasuli, dan Heliyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selanjutnya, KPK melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 28 Juni sampai dengan 17 Juli 2025. Penahanan itu dilakukan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.